Scroll untuk baca artikel
Example floating
Example floating
Example 728x250
Mimbar Santri

Menjaga NKRI: Pesan Strategis Santri dalam Sejarah dan Masa Depan Bangsa

×

Menjaga NKRI: Pesan Strategis Santri dalam Sejarah dan Masa Depan Bangsa

Sebarkan artikel ini
Example 468x60

Oleh: Meilani Dwi Nayla Azka, Program Studi Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir Fakultas Ushuluddin Universitas Islam Negeri Sunan Kudus, 2025

Hari Santri Nasional yang diperingati setiap 22 Oktober merupakan bentuk apresiasi negara atas kontribusi santri dalam perjuangan kemerdekaan serta pembangunan bangsa Indonesia. Penetapan hari tersebut berkaitan erat dengan peran historis ulama dan santri, khususnya sejak dikeluarkannya Resolusi Jihad oleh KH. Hasyim Asy’ari pada tahun 1945 (Marpuah, 2022). Dalam sejarah, santri tidak hanya berperan sebagai tokoh agama, tetapi juga sebagai bagian penting dalam pembentukan identitas dan semangat kebangsaan (Saputra, 2019, hlm. 207–208). Sayangnya, pengakuan terhadap peran santri kerap bersifat simbolis dan kurang menggali dimensi sosial-historis perjuangan mereka. Peran santri sering disempitkan dalam ranah keagamaan, padahal kontribusi mereka meluas ke berbagai sektor seperti pendidikan, politik, ekonomi, hingga kebudayaan. Dalam lintasan sejarah, santri memegang posisi strategis, baik dalam perlawanan terhadap penjajahan maupun dalam dinamika sosial-politik nasional. Melalui lembaga pesantren, mereka menggabungkan nilai-nilai keagamaan dengan wawasan kebangsaan serta turut membangun karakter dan identitas nasional. Penetapan Hari Santri Nasional menjadi bentuk penghargaan atas dedikasi mereka dalam perjalanan bangsa.

Example 300x600

Santri dalam Sejarah Perjuangan Nasional
Kiprah kaum santri dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia tercatat jelas dalam sejarah. Sejak masa penjajahan, mereka tampil aktif dalam melawan penindasan, baik secara fisik maupun melalui pendekatan budaya. Tokoh-tokoh besar seperti KH. Hasyim Asy’ari, KH. Ahmad Dahlan, dan KH. Zainul Arifin menjadi simbol perjuangan santri yang menyatukan antara semangat keislaman dan nasionalisme.

Dikeluarkannya Resolusi Jihad oleh Nahdlatul Ulama pada 22 Oktober 1945 menjadi salah satu tonggak penting. Seruan ini mendorong umat Islam untuk melawan agresi militer asing yang ingin kembali menjajah Indonesia. Seruan tersebut menegaskan bahwa bagi santri, membela negara merupakan bagian dari pengabdian kepada agama. Kecintaan terhadap tanah air dan iman berjalan beriringan dalam satu semangat perjuangan.

Nilai Strategis Pesantren dalam Kehidupan Berbangsa
Sebagai institusi pendidikan Islam yang telah mengakar kuat di masyarakat, pesantren memainkan peran besar dalam pembentukan karakter kebangsaan. Pesantren mengajarkan nilai-nilai seperti keikhlasan, tanggung jawab sosial, kemandirian, serta hidup sederhana. Semua nilai tersebut berperan penting dalam memperkuat fondasi kebangsaan.

Para santri juga diajarkan untuk berpikir kritis, menjunjung tinggi etika, dan mampu berdialog dalam perbedaan. Hidup di pesantren menumbuhkan sikap toleran dan inklusif, karena mereka terbiasa hidup berdampingan dengan berbagai latar belakang sosial dan budaya. Karakter semacam ini sangat dibutuhkan dalam menjaga keberagaman dan persatuan bangsa Indonesia.

Tantangan Santri di Era Digital
Kemajuan teknologi informasi di era digital membawa berbagai peluang sekaligus tantangan bagi kalangan santri. Pesantren, yang selama ini dikenal sebagai lembaga pendidikan Islam tradisional, kini berada dalam pusaran transformasi digital yang menuntut adaptasi cepat. Di satu sisi, perkembangan teknologi membuka akses informasi yang luas serta memungkinkan santri berdakwah dan berdiskusi melalui berbagai platform digital. Namun di sisi lain, muncul tantangan serius terkait rendahnya literasi digital, penyebaran berita palsu, serta potensi penyalahgunaan agama untuk kepentingan tertentu.

Santri perlu memiliki kemampuan untuk menyaring informasi dan bersikap kritis terhadap konten yang beredar di dunia maya. Banyaknya informasi yang tidak terverifikasi berisiko menyesatkan masyarakat, apalagi jika dikemas dalam narasi keagamaan. Karena itu penting bagi santri untuk menjadi pelopor literasi digital sekaligus pendidik masyarakat dalam menggunakan media secara bijak dan bertanggung jawab. Hal ini menuntut pesantren untuk mulai merancang kurikulum yang tidak hanya fokus pada ilmu agama, tetapi juga membekali santri dengan pemahaman teknologi dan etika digital.

Selain itu, era digital membawa tantangan kultural berupa gaya hidup instan dan budaya populer yang sering bertentangan dengan nilai-nilai pesantren. Dalam situasi ini, santri dituntut untuk mampu menjaga nilai-nilai moral dan spiritual yang telah diajarkan di pesantren. Mereka harus bisa menjadi filter budaya—menjaga identitas diri sembari tetap terbuka terhadap perkembangan zaman. Dengan cara ini, santri dapat berperan aktif dalam membangun peradaban digital yang sehat, beretika, dan berlandaskan nilai-nilai Islam.

Peran Strategis Santri dalam Menjaga Demokrasi
Demokrasi membutuhkan aktor-aktor sosial yang memiliki integritas dan komitmen terhadap nilai keadilan. Dalam hal ini, santri memiliki peran penting sebagai penjaga moral publik dan agen perubahan dalam masyarakat. Sejak era perjuangan kemerdekaan, santri telah terlibat aktif dalam berbagai aspek kehidupan sosial dan politik, dan semangat ini perlu terus dilanjutkan dalam menjaga kualitas demokrasi di masa kini.

Ketika demokrasi rentan dimanfaatkan untuk menyebar polarisasi atau ujaran kebencian, kehadiran santri dengan narasi moderat dan bijak sangat dibutuhkan. Melalui peran di berbagai organisasi masyarakat, forum dakwah, maupun bidang politik, santri dapat menghidupkan semangat kebangsaan dan memperkuat nilai-nilai demokrasi yang inklusif. Santri juga memiliki potensi besar untuk meredam politik identitas dengan memadukan nilai agama dan nasionalisme secara harmonis—sebagaimana telah dicontohkan para ulama pejuang kemerdekaan.

Peran Santri dalam Merawat Kerukunan Antarumat Beragama
Indonesia dikenal sebagai bangsa majemuk. Dalam konteks keberagaman ini, menciptakan dan mempertahankan harmoni antarumat beragama menjadi misi penting demi menjaga stabilitas sosial. Santri memiliki posisi strategis dalam mewujudkan hal tersebut karena mereka dibekali nilai-nilai moderasi dan toleransi sejak dini.

Dalam kehidupan bermasyarakat, santri sering menjadi penghubung antar komunitas lintas iman melalui kegiatan sosial, kerja sama keagamaan, dan dialog perdamaian. Mereka juga memainkan peran penting dalam meredam konflik berbasis agama dan sering menghadirkan pendekatan yang sejuk dan komunikatif untuk menjaga kohesi sosial. Karakter toleran dan terbuka inilah yang menjadikan santri figur relevan dalam memperkuat kerukunan umat beragama.

Penutup: Santri dalam Menghadapi Tantangan Globalisasi
Globalisasi membawa peluang besar sekaligus tantangan serius bagi keberlangsungan nilai-nilai lokal, termasuk nilai pesantren. Pola hidup konsumtif dan individualistik yang marak di media digital kerap berseberangan dengan disiplin spiritual dan kesederhanaan yang diajarkan dalam pesantren. Karena itu, penting bagi santri untuk tetap berpegang pada prinsip hidup Islami sebagai benteng karakter yang kuat.

Waktu yang sama, globalisasi memberikan peluang besar bagi santri untuk berperan dalam percaturan global. Santri dapat menyebarkan nilai Islam yang damai melalui media digital, memperluas pengetahuan, dan menjadi agen perubahan sosial. Untuk bersaing di era global, santri perlu dibekali kompetensi tambahan seperti kemampuan bahasa asing, literasi digital, dan pemahaman isu internasional.

Integrasi antara tradisi keilmuan klasik dan kemampuan adaptasi terhadap tantangan modern akan menjadikan santri bukan hanya penjaga nilai, tetapi juga pelopor kemajuan. Dengan begitu, santri dapat menjadi bagian dari solusi persoalan global tanpa kehilangan jati dirinya sebagai penjaga moral dan spiritual bangsa.

Oleh: Meilani Dwi Nayla Azka, Mahasiswa Universitas Islam Negeri Sunan Kudus

Example 300250
Example 120x600

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *