Oleh: Eka Khumaidatul Khasanah, M.E.,
Guru Numerasi di Pesantren-Sekolah Alam Planet Nufo Mlagen Pamotan Rembang
Kebanyakan orang di dunia ini menginginkan kehidupan yang bercukupan, bahkan tak sedikit yang mendambakan akan kemewahan. Tak ayal apabila kebanyakan orang berlomba-lomba untuk memenuhi “hasrat” kemewahan. Mereka memaksimalkan active income untuk membeli barang-barang yang diinginkan, jalan-jalan berkedok healing dari kesibukan, walaupun sebenarnya agar dipandang sebagai orang kaya pada umumnya. Mereka bahkan tidak segan berhutang untuk memenuhi gaya hidup yang melebihi pendapatan.
Siklus hidup mereka bisa dikatakan sebagai siklus “gali lobang tutup lobang”. Mereka bisa memiliki mobil dengan cara berhutang, lalu kerja mati-matian untuk melunasi hutang. Selanjutnya, mereka berhutang lagi demi rumah KPR, lalu kerja keras untuk melunasinya. Mereka menggunakan aktive income mereka untuk membayar hutang-hutang dengan kata lain hidup gaji untuk gaji “living paycheck to paycheck”. Begitu seterusnya. Bukankah itu sangat membahayakan?
Mereka akan dikejar-kejar oleh penagih hutang. Apalagi ketika tidak ada active income, mereka akan langsung koid demi memiliki barang-barang yang tidak akan dibawa mati. Mereka hidup dengan terlilit hutang. Lebih mengenaskan lagi adalah setiap barang maupun pengeluaran lainnya, mereka akan membayar dengan lebih mahal karena beban bunga maupun tergerus oleh inflasi, sehingga mereka tidak hanya back to zero, tetapi go minus. Otomatis, tidak ada harta yang dapat diwariskan. Mereka ini termasuk tipe the debtors.
Tidak sedikit juga orang yang memilih menjadi tipe the savers. Tipe ini menjadikan “menabung pangkal kaya” sebagai landasan hidup. Realitasnya, menabung tidak menjadikan kaya. Apalagi ketika spending keuangan mereka berputar dari kerja kerja kerja, mendapatkan uang, lalu disimpan sampai uang tersebut cukup untuk membeli barang yang diinginkan. Siklus mereka berulang dari kerja, mengumpulkan uang, lalu menghabiskan uang. Tipe ini lebih datar karena tidak perlu membayar bunga, tetapi untuk mendapatkan barang yang diinginkan membutuhkan waktu cukup lama. Ketika tidak ada active income, mereka cenderung aman dari jeratan hutang. Namun, tipe ini mejadikan orang tetap miskin bahkan tidak dapat naik ke middle class.
Tipe yang ketiga adalah middle class. Mereka yang berada di tipe ini fokus untuk mencari pendapatan sampai uang terkumpul. Dari uang yang terkumpul tersebut, mereka tidak menggunakan sepenuhnya, tetapi maksimal 50 % dari uang yang ditabung untuk membeli sesuatu yang diinginkan seperti mobil maupun rumah. Siklusnya nabung nabung nabung, pending, setengah untuk membeli barang dan sisanya tetap masih disimpan. Dari ujung perjalanan kekayaan mereka, terdapat uang sisa yang bisa digunakan sebagai dana pensiunan atau diwariskan, sehingga aman dari back to zero.
Walaupun ada uang dapat digunakan untuk membeli barang dan uang untuk diwariskan atau sebagai dana pensiun, tetapi belum cukup untuk berjihad di jalan Allah. Namun, banyak orang yang stuck pada mindset ini. Apakah salah? Tidak sepenuhnya, karena itu pilihan. Mereka merasa sudah memaksimalkan uang untuk membeli kebutuhan dan menabung menjadi financial habit yang paling mendasar, padahal hal tesebut tidak menjadikan mereka miskin maupun kaya.
Sedikit akan memiliki kekayaan ketika spending mereka 50% untuk konsumtif dan 50% untuk produktif dengan aset apresiasi seperti beli tanah, investasi, beli saham, maupun surat berharga. Lifestyle mereka akan memiliki uang lebih banyak dari yang hanya menabung saja. Otomatis hidup akan lebih tenang dan bahagia serta dapat bersedekah. Tipe ini disebut dengan middle upper class.
Berbeda lagi dengan tipe kelima yaitu collateralized debt. Tipe ini, tidak hanya uang sendiri yang bekerja untuk mereka tetapi uang orang lain juga bekerja untuk mereka. Mirip seperti tipe kempat, yaitu sama-sama memiliki active income dan aset apresiasi, hanya saja ketika mereka ingin memiliki mobil atau modal usaha tidak menggunakan uang mereka sendiri tetapi menggunakan hutang dengan jaminan aset apresiasi tersebut.
Mudahnya, tipe kelima ini ketika ada uang 1 miliar, tidak menggunakan 500 juta untuk beli mobil dan 500 juta untuk investasi, tetapi seluruh uangnya digunakan untuk membeli aset. Aset tersebut, digunakan sebagai jaminan hutang ke bank untuk membeli sesuatu yang diinginkan atau untuk modal usaha. Dengan syarat, aset apresiatif ini mampu melampaui bunga atau bagi hasil dengan bank.
Secara singkat, tipe ini merupakan mereka yang memiliki uang, bisa mencari uang, bisa mengatur uang agar bisa bekerja untuk mereka dan memanfaatkan uang orang lain untuk bekerja kepada mereka. Otomatis diakhir akan memperoleh kekayaan dua kali bahkan lebih dari tipe ke empat. Dengan demikian, mereka dapat memaksimalkan capital gain yang tersedia. Tipe inilah merupakan rahasia orang kaya mengapa semakin kaya.
Dari beberapa tipe tingkat kekayaan manusia, kita dapat mengetahui rahasia orang miskin dan orang kaya, sehingga kita sebagai makhluk yang berakal dapat menentukan apa yang hendak dilakukan yaitu berhutang atau menabung. Tentunya dengan mempertimbangkan konsekuensi setiap tindakan yang dipilih. Apalagi kita sebagai umat Islam diharuskan untuk berjihad di jalan Allah sebagaimana yang terdapat pada QS. At-Taubah ayat 41: “…Berjihadlah dengan harta dan jiwamu dijalan Allah…”.
Potongan firman Allah tersebut menandakan bahwa untuk melaksanakan jihad di jalan Allah memerlukan harta yang tidak sedikit. Hal ini menandakan bahwa kita tidak cukup hanya kaya tetapi perlu menjadi kaya raya. Walláhu a’lamu bi al-Shawwáb.