Oleh: Abdurrahman Syafrianto, M.H.,
Ketua Bidang PTKP HMI Korkom Walisongo Semarang Periode 2018-2019, Pengajar di Pesantren-Sekolah Alam Planet Nufo
Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), sebuah organiasi Mahasiswa Islam tertua yang kelahirannya baru saja dirayakan. HMI lahir pada 5 Februari 1947 (14 Rabiul Awal 1366 H) yang diprakasai oleh Lafran Pane, seorang mahasiswa STI (Sekolah Tinggi Islam) yang saat ini menjadi UII (Universitas Islam Indonesia). Di tahun 2025 ini berarti HMI sudah berusia 78 tahun. Usia yang matang bagi sebuah organisasi mahasiswa yang punya sejarah panjang dalam perjalanan bangsa Indonesia. Namun, di tengah perayaan ini, sebuah pertanyaan besar menggantung di udara: di mana HMI yang dulu lantang menyuarakan aspirasi umat dan bangsa?
HMI ketika pertama kali didirikan mempunyai 2 (dua) tujuan mulia, yaitu: (1) Mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI dan mempertinggi derajat rakyat Indonesia, (2). Menegakkan dan mengembangkan ajaran agama Islam. Kemudian pada Kongres Perdana HMI di Yogyakarta (30/09/1947), tujuan tersebut mengalami perubahan redaksional menjadi: (1). Mempertegak dan mengembangkan ajaran agama Islam. (2). Mempertinggi derajat rakyat dan Negara Republik Indonesia. Dua tujuan ini kemudian dikenal dengan komitmen ke-Islaman (keumatan) dan komitmen ke-Indonesiaan (kebangsaan).
Tujuan HMi pun mengalami perkembangan, selain dari segi redaksi, tapi juga substansi. Sebagiamana yang temaktub dalam Pasal 4 Anggaran Dasar (AD) HMI disebutkan bahwa HMI mempunyai tujuan “Terbinanya insan akademis, pencipta, pengabdi yang bernafaskan Islam, dan bertangung jawab atas terwujudnya masyarakat adil makmur yang diridhoi Allah SWT.”.
Sejarah mencatat bagaimana HMI selalu hadir di garda terdepan dalam menghadapi berbagai tantangan bangsa. Mulai dari perjuangan melawan penjajah, hingga terhadap kebijakan penguasa yang tidak berpihak pada rakyat. HMI tidak pernah ragu untuk menyuarakan kebenaran, HMI tidak pernah takut jika harus berhadapan dengan penguasa. HMI tidak pernah tunduk dan patuh terhadap intervensi yang menghegemoni.
Keberanian dan keteguhan sikap HMI dalam memperjuangkan kebenaran tidak lepas dari ajaran yang mengilhaminya. Ajaran itu tidak lain seperti yang ada dalam hymnenya: “turut Al-Qur’an dan Hadits”. Dalam tafsir independensi HMI disebutkan bahwa HMI mempunyai Dua Independensi: Independensi Etis dan Independensi Organisastoris. Independensi Etis mengajarkan bahwa kader HMI harus sesuai fitrahnya, yaitu cenderung kepada kebenaran (hanief ). Artinya, HMI harus selalu berpihak kepada kebenaran yang diyakininya. Kemudian Independensi Organisastoris mengajarkan bahwa HMI bukanlah underbrow (organisasi sayap) manapun. Artinya HMI terbebas dari segala intervensi organisasi lain.
Namun, saat ini tujuan dan ajaran tersebut hanya bacaan dan euphoria semata, HMI bungkam terhadap setiap masalah keumatan dan kebangsaan. Sebut saja misalnya yang terkini masalah Gas LPG 3kg, Pagar Laut, penggusuran lahan rakyat, Tukin Dosen ASN yang tak kunjung dibayarkan, dan masih banyak lagi kasus-kasus yang bermunculan.
Semangat juang HMI kini seolah memudar. HMI terlihat lebih nyaman bermain di zona aman, berada di bawah ketiak Pemerintah. HMI terlihat lebih fokus pada kegiatan-kegiatan seremonial daripada bergerak secara nyata untuk memperjuangkan aspirasi umat dan bangsa.
Kita tentu tidak bisa menafikan bahwa tantangan yang dihadapi HMI saat ini berbeda dengan tantangan yang dihadapi para pendiri HMI dulu. Namun, perubahan zaman seharusnya tidak membuat HMI kehilangan semangat juang dan jati dirinya sebagai organisasi yang kritis dan progresif. HMI seharusnya tetap menjadi kekuatan penyeimbang, pengawas terhadap kekuasaan, mitra kritis pemerintah, dan pembela kepentingan rakyat kecil.
Kita rindu melihat HMI yang berani mengkritik kebijakan pemerintah yang tidak tepat sasaran. Kita rindu melihat HMI yang selalu mengadvokasi kepentingan buruh, petani, nelayan, dan kelompok marginal lainnya. Kita rindu melihat HMI yang menjadi motor penggerak perubahan sosial yang lebih baik.
Tentu, harapan ini bukan berarti menuntut HMI untuk sempurna. HMI juga manusia, yang tidak luput dari kesalahan. Namun, sebagai sebuah organisasi yang besar dan berpengaruh, HMI punya tanggung jawab mulia untuk terus berbenah diri, memperbaiki diri, dan meningkatkan kualitas kader-kadernya.
Di usia yang ke-78 ini, HMI seharusnya menjadi momentum untuk melakukan refleksi yang mendalam. Sudahkah HMI benar-benar menjalankan amanah para pendirinya? Sudahkah HMI memberikan kontribusi nyata bagi kemajuan bangsa? Atau, jangan-jangan, HMI justru kehilanan jati dirinya dan menjadi bagian dari masalah, bukan bagian dari solusi?
Kita berharap, HMI dapat kembali menemukan semangat juangnya, kembali menjadi organisasi yang kritis dan progresif, kembali menjadi harapan bagi rakyat yang tertindas. Selamat Dies Natalis ke-78 HMI. Semoga HMI dapat terus berkontribusi bagi kemajuan bangsa Indonesia dan mewujudkan Masyarakat adil Makmur yang diridlai Allah SWT.