Scroll untuk baca artikel
Example floating
Example floating
Example 728x250
Mimbar Mahasiswa

Nalar Kritis Mahasiswa dalam Menjaga Demokrasi

×

Nalar Kritis Mahasiswa dalam Menjaga Demokrasi

Sebarkan artikel ini
Oplus_131072
Example 468x60

Oleh: Miftakhul Farid, Mahasiswa KPI UIN Salatiga.

Pernah nggak sih kamu merasa bahwa suara mahasiswa sebenarnya punya kekuatan besar dalam menjaga demokrasi? Kalau kita melihat ke belakang, sejarah telah mencatat bahwa mahasiswa selalu menjadi motor penggerak perubahan di Indonesia. Dari masa reformasi hingga era digital sekarang, peran mahasiswa tidak pernah surut. Namun, tantangan yang dihadapi saat ini jauh lebih kompleks daripada sekadar turun ke jalan. Kita membutuhkan nalar kritis untuk memastikan demokrasi tetap hidup, adil, dan berpihak pada rakyat.

Example 300x600

Nalar kritis adalah kemampuan berpikir rasional, objektif, dan analitis dalam menghadapi berbagai persoalan sosial maupun politik. Di tengah banjir informasi dan maraknya hoaks, mahasiswa tidak cukup hanya menjadi penonton. Kita harus mampu memilah informasi, memeriksa kebenaran, dan tidak mudah terpengaruh oleh narasi yang menyesatkan. Mahasiswa dengan nalar kritis akan terbiasa berdiskusi dengan sehat, menyampaikan pendapat yang berbeda secara elegan, serta menyalurkan aspirasi dengan cara yang konstruktif. Dalam konteks ini, demokrasi bukan hanya soal kebebasan berbicara, tetapi juga tanggung jawab intelektual dan moral untuk berpikir dan bertindak secara bijak.

Sejarah juga menunjukkan bahwa mahasiswa selalu hadir di garis depan dalam menjaga nilai-nilai demokrasi. Salah satu contoh nyata adalah keberanian mahasiswa UIN Sunan Kalijaga yang mengajukan uji materi Pasal 222 UU Pemilu ke Mahkamah Konstitusi. Tindakan ini memperlihatkan bahwa generasi muda mampu mempertanyakan dan menantang kebijakan yang dianggap merugikan hak politik masyarakat. Mahasiswa bukan sekadar kekuatan moral, tetapi juga agen perubahan yang dapat memengaruhi arah kebijakan publik. Kekuatan ini lahir dari tingkat literasi politik yang baik, kepedulian terhadap isu-isu sosial, keberanian mengkritik ketidakadilan, serta komitmen dalam membela nilai-nilai konstitusi dan keadilan.

Kampus seharusnya menjadi ruang utama untuk menumbuhkan nalar kritis dan semangat partisipasi demokrasi. Sayangnya, budaya “diam itu emas” dan dominasi dosen dalam ruang akademik masih sering membuat mahasiswa enggan bersuara. Padahal, diskusi terbuka, debat ilmiah, dan kolaborasi lintas jurusan adalah cara efektif untuk melatih keberanian dan ketajaman berpikir. Pembelajaran berbasis isu-isu publik yang kontroversial juga dapat menjadi metode yang baik untuk menumbuhkan keberanian berpendapat sekaligus kemampuan berpikir logis dan objektif. Mahasiswa yang terbiasa berpikir kritis akan lebih siap menghadapi perbedaan pendapat dan tidak mudah terseret dalam arus polarisasi politik yang dangkal.

Meski peran mahasiswa dalam menjaga demokrasi sangat penting, berbagai tantangan tetap ada. Apatisme politik, euforia politik yang dangkal, serta derasnya arus informasi tanpa filter masih menjadi hambatan besar. Karena itu, mahasiswa harus terus mengasah nalar kritis, meningkatkan literasi politik, dan peduli terhadap isu-isu sosial di sekitarnya.

Sudah saatnya kita mulai dari diri sendiri. Jadilah mahasiswa yang tidak hanya vokal, tetapi juga kritis dan bertanggung jawab. Demokrasi tidak akan tumbuh tanpa kesadaran dan partisipasi aktif dari generasi muda. Masa depan demokrasi ada di tangan kita—dan semuanya berawal dari keberanian untuk berpikir kritis serta bertindak dengan hati nurani.

Example 300250
Example 120x600

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *