Scroll untuk baca artikel
Example floating
Example floating
Example 728x250
Mimbar Mahasiswa

Tren FOMO Membaca di Kalangan Anak Muda Gen Z

×

Tren FOMO Membaca di Kalangan Anak Muda Gen Z

Sebarkan artikel ini
Example 468x60

Oleh: Nindya Amara Putri, Mahasiswa Prodi Pendidikan Fisika Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta

Revolusi digital menyebabkan distribusi informasi berlangsung dengan sangat cepat. Dalam waktu singkat, sebuah isu dapat menjadi viral dan jadi bahan perbincangan di berbagai platform. Situasi ini mendorong banyak individu, khususnya Gen Z, untuk ikut serta dalam setiap tren yang muncul. Hasrat untuk selalu “terupdate” inilah yang melahirkan fenomena Fear of Missing Out atau FOMO.
FOMO adalah ketakutan untuk tidak sejalan dengan orang lain atau takut tertinggal dari orang lain. Fenomena ini muncul dalam berbagai aspek, dan salah satu yang paling mencolok di kalangan anak muda saat ini ialah FOMO membaca. Media sosial sarat dengan konten dari individu yang membaca buku di beragam lokasi—perpustakaan, kelas, taman, hingga transportasi umum. Fenomena ini mengundang banyak respon positif karena membaca dianggap sebagai aktivitas yang layak diikuti. Siapa pun, tanpa memandang jenis kelamin atau usia, semua memiliki peluang yang sama untuk memulai aktivitas literasi. Berbagai genre layak untuk diapresiasi; yang terpenting adalah mengembangkan rutinitas membaca.
Di tengah rendahnya tingkat literasi di Indonesia, tren ini sesungguhnya memberikan harapan baru. FOMO membaca mendorong semakin banyak anak muda untuk mulai membuka buku, bahkan jika motivasinya awalnya hanya mengikuti tren. Media sosial pada akhirnya berfungsi sebagai arena yang menginspirasi minat baca, memperkenalkan buku-buku baru, dan menjadikan aktivitas membaca tampak menarik.
Namun, seperti halnya dengan tren lainnya, rasa takut ketinggalan dalam membaca juga memiliki konsekuensi negatif. Banyak individu merasakan kecemasan jika mereka belum membaca atau tidak memiliki buku yang sedang populer. Rasa cemas ini menjadikan aktivitas membaca berubah menjadi sebuah beban, bukan lagi sesuatu yang dinikmati. Alih-alih membaca karena dorongan intelektual atau kesenangan pribadi, mereka melakukannya karena khawatir tertinggal dari orang lain.
Pada akhirnya, rasa takut ketinggalan dalam membaca bisa menjadi langkah awal yang baik untuk memperkuat budaya literasi. Namun, penting untuk diingat bahwa membaca bukanlah sebuah lomba. Setiap individu memiliki kecepatan dan pilihan tersendiri. Yang paling penting bukanlah seberapa cepat kita mengikuti tren, tetapi bagaimana membaca dapat memberikan pemahaman, ketenangan, dan pertumbuhan pribadi.

Example 300250
Example 120x600

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *