Oleh: Layli Asyiqotir Rohmah, Mahasiswa Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kudus
Bullying merupakan salah satu fenomena sosial-psikologis yang terus menjadi perhatian dalam studi pendidikan dan perkembangan remaja. Bullying didefinisikan sebagai tindakan agresi yang dilakukan secara intentional dan berulang oleh individu atau kelompok yang memiliki dominasi fisik, verbal, maupun sosial terhadap korban. Ketidakseimbangan kekuatan(power imbalance) ini menjadikan bullying bukan sekadar konflik biasa, melainkan bentuk kekerasan sistematis yang dapat menyebabkan gangguan emosional jangka panjang.
Dalam perspektif psikologi perkembangan, pelaku bullying sering menunjukkan kecenderungan rendahnya empati dan kebutuhan kuat untuk memperoleh validasi sosial melalui dominasi. Sementara itu, korban biasanya mengalami tekanan psikologis yang mencakup kecemasan, depresi, serta penurunan kepercayaan diri. Bahkan sejumlah penelitian menunjukkan bahwa paparan bullying pada usia remaja berkorelasi dengan risiko masalah kesehatan mental hingga masa dewasa.
Di lingkungan sekolah, bullying kerap dipicu oleh dinamika kelompok sebaya (peer dynamics), di mana norma sosial yang permisif terhadap kekerasan membuat perilaku agresif dianggap wajar atau bahkan mendapatkan penguatan sosial. Selain itu, lemahnya sistem pelaporan dan kurangnya literasi emosional memperburuk situasi. Dalam konteks ini, sekolah tidak hanya berperan sebagai tempat terjadinya bullying, tetapi juga sebagai ruang strategis untuk intervensi.
Upaya pencegahan harus mengutamakan pendekatan yang holistik. Program pendidikan karakter, pelatihan literasi emosional, dan pembiasaan budaya sekolah yang inklusif dapat meminimalkan munculnya perilaku agresif. Di sisi lain, intervensi psikologis bagi korban maupun pelaku perlu dilakukan secara profesional untuk memutus siklus kekerasan.
Keterlibatan orang tua juga menjadi faktor krusial, mengingat pola asuh dan kondisi lingkungan keluarga sering berkontribusi pada pembentukan perilaku anak.
Melihat dampaknya yang multidimensional—yang mencakup aspek psikologis, akademik, dan sosial—bullying tidak dapat dipandang sebagai persoalan ringan. Ia merupakan ancaman terhadap kualitas perkembangan generasi muda serta iklim pendidikan yang sehat. Oleh karena itu, diperlukan kesadaran kolektif dan komitmen institusional untuk membangun lingkungan yang aman, suportif, dan bebas dari kekerasan dalam bentuk apa pun.


















