Oleh: Zahra’ Nurul Aziizah, Mahasiswa semester 3 Program Studi Komunikasi dan Penyiaran Islam UIN Salatiga
Di era digital yang semakin canggih seperti saat ini keseimbangan antara pekerjaan dan kehidupan pribadi semakin sulit dicapai, hal ini berbanding terbalik dengan prinsip worklife balance yang dimana peran antara pekerjaan dan kehidupan mampu dibagi secara adil. Namun, apakah work-life balance itu benar-benar mungkin dicapai, atau hanya sekedar mitos? disini penulis akan mencoba membantu menjawab pertanyaan tersebut.
Ada beberapa penyebab worklife balance sulit diraih. Pertama, Kemajuan teknologi pada dunia kerja. Penggunaan teknologi di dalam pekerjaan mengubah dunia pekerjaan menjadi fleksibel (bisa dilakukan dimana saja dan kapan saja), seperti yang diterapkan oleh perusahaan-perusahaan besar di zaman sekarang.
Teknologi memudahkan kita dalam mengirimkan pesan melalui email, berkomunikasi dengan klien menggunakan whatsapp, melakukan rapat virtual dan melakukan koordinasi dari mana saja. Namun hal ini dapat mengganggu istirahat dan kehidupan sosial, sehingga sulit mencapai worklife balance sebagaimana yang kita inginkan.
Kedua, FOMO (fear of missing out). Fenomena fomo tidak ada habisnya, seringkali kita temui orang-orang di sekitar kita atau teman-teman ingin mengikuti tren atau sesuatu yang sedang viral di media sosial, terutama pada milenial dan gen z, mereka memiliki keinginan menjadi seorang entrepreneur, startup ataupun staf kantor atau dalam bahasa gaul disebut “budak korporat”. Pekerjaan-pekerjaan tersebut seringkali membuat seseorang terikat hingga rela lembur sampai larut malam.
Ketiga, tuntutan pekerjaan yang available. Dalam beberapa kasus, ada segelintir pekerjaan yang memang memiliki tuntunan yang mengharuskan seseorang untuk harus membawa laptop kemanapun atau memegang ponsel miliknya setiap saat, untuk selalu mengecek jangan sampai ada info/ pesan yang terlewat. Faktanya, tanpa diminta mereka sudah menjadi available 24/7, 24 jam selama 7 hari secara sukarela. Hingga akhirnya mengeluhkan stress dan kelelahan disebabkan oleh pekerjaan yang menghantui mereka.
Lantas, apakah work-life balance itu sesuatu yang mustahil dicapai? Tentu saja tidak. Ada berbagai panduan yang dapat membantu kita untuk lebih fokus pada pekerjaan sekaligus memberi ruang untuk kehidupan pribadi. Namun, di era digital yang segala sesuatunya bergantung pada teknologi, penting untuk disadari bahwa pendekatan yang kita ambil mungkin akan sedikit berbeda dibandingkan sebelumnya.
Sedikit tips meraih worklife balance. Pertama, bekerja sewajarnya. Dalam beberapa situasi, pekerjaan sering mengharuskan kita untuk terlibat secara penuh dengan banyak tugas yang harus diselesaikan secara bersamaan. Kondisi ini dapat menguras waktu luang yang seharusnya kita nikmati. Untuk menghindari terjebak dalam rutinitas pekerjaan, sangat penting untuk bisa menentukan prioritas. Misalnya, jika Anda memiliki tugas yang lebih mendesak, prioritaskan tugas tersebut terlebih dahulu, dan luangkan waktu untuk berlibur singkat bersama keluarga atau untuk diri sendiri sebelum melanjutkan ke tugas lainnya.
Hal ini dapat membantu mengurangi stres yang berlebihan di tempat kerja.Kedua, Jangan ikut-ikutan. Sebagai manusia, kita sering kali merasa tergoda untuk mengikuti tren yang ada, termasuk dalam dunia kerja. Namun, tidak semua tren memberikan dampak positif bagi kita. Oleh karena itu, penting untuk memilih pekerjaan yang sesuai dengan kapasitas dan keterampilan yang kita miliki.
Meskipun pekerjaan yang terlihat monoton, seperti buruh pabrik, teller bank, atau sales, mungkin kurang menarik, mereka menawarkan keuntungan berupa jam kerja yang teratur, sehingga kita memiliki lebih banyak waktu luang. Tanamkan prinsip untuk tidak terjebak dalam rasa takut ketinggalan (FOMO) agar kita dapat mencapai keseimbangan yang diinginkan dalam hidup.
Ketiga, gunakan teknologi dengan bijak. Lingkungan kerja yang fleksibel memungkinkan kita untuk selalu terhubung dengan teknologi, mendorong kita untuk membawa gadget ke mana pun kita pergi. Meskipun fleksibilitas ini menawarkan banyak keuntungan, ada kalanya hal ini bisa menjadi bumerang jika tidak dikelola dengan bijak. Oleh karena itu, penting untuk menetapkan batasan digital, seperti tidak memeriksa email pekerjaan atau aplikasi pesan setelah jam tertentu
.Dengan cara ini, kita dapat mengurangi penggunaan perangkat digital selama waktu pribadi dan benar-benar memberi diri kita kesempatan untuk beristirahat.Keempat, Kelola stress dengan baik. Stres dalam dunia kerja adalah hal yang tak terhindarkan. Namun dengan kebijaksanaan, kita dapat mengelola stres tersebut melalui berbagai aktivitas positif. Misalnya berolahraga, mengejar hobi, atau menikmati makanan favorit bisa sangat membantu dalam meredakan ketegangan. Selain itu, jangan ragu untuk mengambil cuti atau merencanakan liburan.
Memberi diri kita waktu untuk beristirahat dan menenangkan pikiran adalah langkah penting agar kita dapat kembali bekerja dengan lebih produktif. Mengambil hak cuti yang kita miliki merupakan bentuk penghargaan bagi diri sendiri, jadi manfaatkanlah kesempatan itu!Kesimpulannya, apakah di era digital seperti saat ini work-life balance merupakan mitos atau realitas sangat bergantung pada persepsi masing-masing individu.
Sebuah keseimbangan antara pekerjaan dan kehidupan pribadi dapat dicapai melalui langkah-langkah yang tepat dan pilihan hidup yang bijak. Kemampuan untuk membagi waktu dengan bekerja sewajarnya, tidak terpengaruh oleh tekanan sosial atau rasa takut ketinggalan (fomo), menggunakan teknologi secara bijak, serta mampu mengelola stres melalui berbagai aktivitas positif. Dengan menerapkan usaha-usaha tersebut, kita berhak mendapatkan kualitas hidup yang berarti, sehingga work-life balance dapat dirasakan sebagai suatu realitas.