Oleh: Samsul Bahri, Mahasiswa Program Studi Komunikasi dan Penyiaran Islam 2023
Kalau boleh, aku ingin mengajukan sebuah pertanyaan: apa manusia itu benar-benar setara? Saat ini, masyarakat tiada hentinya menuntut kesetaraan. Seorang bijak berkata, “Surga menciptakan seluruh manusia dengan setara.” Tapi masih ada maksud lain dibalik itu. Yaitu, kita semua memang setara saat lahir, namun perlahan terbentuklah pembeda. Perbedaan itu dapat dilihat dari mereka yang baik akademiknya, dan mereka yang tidak. Intinya, manusia adalah makhluk yang diberi kemampuan untuk menggunakan akal budinya. “Kesetaraan” itu mungkin hanya sebuah konsep palsu, tapi “ketidaksetaraan” juga masih terlalu sulit untuk dapat kita terima.
“Kesetaraan”Setiap manusia, tanpa memandang ras, agama, atau latar belakang, memiliki hak yang sama untuk hidup, berkembang, dan dihormati. Ini tercermin dalam Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia, yang mengakui bahwa martabat dan hak semua orang adalah sama. Kita semua lahir dengan kebutuhan yang sama: makan, tempat tinggal, rasa aman, dan harapan yang serupa—untuk dicintai, dihargai, dan diberikan kesempatan yang adil. Kebutuhan universal ini menunjukkan bahwa pada dasarnya, manusia memiliki dasar yang sama untuk hidup.
Dalam pandangan moral dan spiritual, manusia berasal dari sumber yang sama, mencerminkan nilai kesetaraan yang universal. Misalnya, dalam ajaran Islam, salah satu ayat Al-Qur’an menyebutkan bahwa manusia diciptakan dari tanah yang sama dan kembali ke tanah yang sama pula (Q.S. Thaha; 55), ini menekankan kesetaraan manusia di hadapan Tuhan. Ketika kita mengesampingkan perbedaan yang tampak di permukaan, jelas terlihat bahwa kita berbagi inti kemanusiaan yang sama: kemampuan untuk bermimpi, bekerja keras, dan memberikan makna pada hidup.
Setiap individu juga memiliki potensi untuk berkembang dan berkontribusi pada masyarakat. Kesempatan yang sama dapat membuktikan bahwa perbedaan dalam hasil lebih bergantung pada lingkungan dan akses, bukan pada nilai intrinsik manusia itu sendiri. Bukankah itu cukup untuk menyimpulkan bahwa pada dasarnya manusia itu setara?
“Ketidaksetaraan”Jika dilihat dari realitas, sulit untuk menyatakan bahwa manusia benar-benar setara. Dari awal kelahiran, perbedaan sudah terlihat, baik dalam aspek fisik, mental, maupun lingkungan tempat seseorang dibesarkan. Ada yang lahir dalam keluarga kaya dengan akses pendidikan terbaik, sementara yang lain harus berjuang hanya untuk bertahan hidup. Perbedaan ini menciptakan ketidaksetaraan yang sulit untuk diabaikan.
Secara alami, manusia juga memiliki kelebihan dan kekurangan yang berbeda. Tidak semua orang dianugerahi fisik yang kuat, kecerdasan luar biasa, atau bakat tertentu. Perbedaan ini membuat manusia tidak berada pada titik awal yang sama dalam menghadapi kehidupan. Mereka yang lebih kuat atau lebih cerdas sering kali memiliki peluang yang lebih besar untuk sukses dibandingkan yang lain.
Lingkungan juga memainkan peran besar. Seseorang yang tumbuh di negara maju memiliki akses ke teknologi, pendidikan, dan fasilitas kesehatan yang jauh lebih baik dibandingkan dengan seseorang di negara berkembang. Ini menciptakan kesenjangan yang tidak hanya sulit diatasi, tetapi juga terus diwariskan dari generasi ke generasi.Selain itu, realitas dunia menunjukkan bahwa manusia dibedakan berdasarkan status sosial dan ekonomi. Kekuasaan dan kekayaan sering kali menentukan bagaimana seseorang diperlakukan dalam masyarakat. Seorang pemimpin atau pengusaha kaya akan memiliki lebih banyak pengaruh dibandingkan seorang petani atau buruh, terlepas dari nilai moral atau etika mereka.Jadi,?Saat lahir, manusia memang dianggap setara dalam hal status dasar sebagai individu. Semua bayi, tanpa memandang latar belakang sosial, ekonomu, atau budaya, memiliki hak yang sama untuk hidup dan berkembang. Namun, seiring berjalannya waktu, kesetaraan ini seringkali terhalang oleh berbagai faktor, seperti kelas sosial, kondisi ekonomi, kesehatan mereka, dan hal-hal lainnya yang mempengaruhi perjalanan hidup mereka setelah lahir.Pada akhirnya, manusia hidup dalam dunia yang penuh kompetisi. Mereka yang memiliki kemampuan lebih unggul sering kali mendominasi yang lain. Hal ini menunjukkan bahwa konsep kesetaraan mungkin ideal, tetapi tidak selalu berlaku dalam kenyataan. Manusia tidak diciptakan setara dalam segala aspek, dan perbedaan ini membentuk dinamika kehidupan yang kita lihat hari ini.“Satu-satunya hal yang setara pada orang… adalah kematian.” Kematian pada manusia bisa dianggap setara karena, pada akhirnya, setiap individu, tanpa memandang status, kekayaan, atau latar belakang, akan mengalami kematian. Meskipun cara dan waktu kematiannya bisa berbeda-beda, semua manusia menghadapi takdir yang sama, yaitu kematian. Ini menciptakan kesetaraan dalam arti bahwa kematian adalah bagian dari kehidupan yang tak bisa dihindari oleh siapa pun.