Oleh: Muhammad Zaki Pratama, Mahasiswa Mata Kuliah Kewarganegaraan KPI UIN Salatiga
Sebagai mahasiswa semester dua di Universitas Islam Negeri Salatiga, Program Studi Komunikasi dan Penyiaran Islam (KPI), saya menyadari bahwa demokrasi bukan sekadar teori dalam perkuliahan, tetapi juga harus diwujudkan secara nyata dalam kehidupan organisasi dan masyarakat. Melalui keterlibatan saya di Himpunan Mahasiswa Program Studi (HMPS) KPI, saya memperoleh pengalaman langsung mengenai bagaimana prinsip-prinsip demokrasi dapat berjalan dengan baik, namun juga bagaimana demokrasi bisa diabaikan dalam praktiknya.
Pengalaman pertama saya terjadi saat mengikuti rapat penyusunan program kerja HMPS KPI. Dalam rapat tersebut, saya mengusulkan kegiatan sosial berupa penggalangan donasi dan kunjungan ke panti asuhan. Meskipun saya masih mahasiswa baru, seluruh anggota organisasi memberikan kesempatan yang sama bagi saya untuk menyampaikan pendapat. Usulan tersebut didengarkan, dibahas bersama, dan akhirnya disepakati untuk dijalankan. Pengalaman ini membuat saya merasa dihargai dan membuktikan bahwa ketika demokrasi dijalankan dengan baik, suasana organisasi menjadi lebih nyaman dan inklusif.
Namun, pengalaman berbeda saya rasakan ketika mengikuti rapat pengesahan program kerja yang diselenggarakan oleh Senat Mahasiswa (SEMA) UIN Salatiga. Sejak awal, jalannya sidang kurang mencerminkan prinsip demokrasi. Pimpinan sidang yang berjumlah dua orang justru menyulitkan pengambilan keputusan ketika terjadi perbedaan pendapat. Beberapa masukan dan pertanyaan dari peserta, termasuk dari HMPS dan anggota SEMA sendiri, tidak direspons secara terbuka. Selain itu, sikap pimpinan sidang tampak tidak netral, lebih condong kepada satu pihak, sehingga forum menjadi tidak kondusif. Akibatnya, banyak peserta memilih meninggalkan ruangan, dan sidang pun tidak bisa dilanjutkan karena tidak memenuhi kuorum.
Dari dua pengalaman tersebut, saya belajar bahwa demokrasi bukan hanya soal voting atau formalitas dalam rapat, tetapi harus dilandasi oleh sikap keterbukaan, musyawarah, dan keadilan terhadap semua pendapat. Demokrasi yang sehat akan melahirkan keputusan bersama yang kuat dan diterima oleh semua pihak. Sebaliknya, demokrasi yang hanya dijalankan secara prosedural tanpa substansi akan menimbulkan ketidakpuasan dan konflik.
Sebagai mahasiswa, saya merasa penting untuk terus mengembangkan kesadaran dan komitmen terhadap nilai-nilai demokrasi. Tidak hanya dalam organisasi, tetapi juga dalam kehidupan sosial dan bermasyarakat. Sebab, masa depan demokrasi Indonesia bergantung pada generasi muda yang mau berpikir kritis, bersuara, dan bertindak dengan adil serta bertanggung jawab.