Oleh: Dewi Robiah, M.Ag., Pengajar di Pesantren-Sekolah Alam Planet NUFO Rembang.
Era modern menghadirkan beragam informasi tanpa batas yang bisa diakses siapapun dan di manapun. Banyak kemudahan dan kenyamanan yang ditawarkan, sekaligus memberikan tekanan hidup yang semakin tinggi. Manusia mulai terjebak dalam pusaran kecemasan berlebihan di tengah tingginya tekanan hidup. Dunia yang terus bergerak cepat, ekspektasi sosial yang mencekik, serta arus informasi yang tak terbendung sering kali membebani pikiran hingga memunculkan gangguan kecemasan atau anxiety disorder. Kondisi ini bukan sekadar rasa khawatir biasa, melainkan sebuah keadaan psikologis yang dapat melumpuhkan mental dan fisik seseorang, menghambat kehidupan sosial, dan bahkan berujung pada kehancuran diri.
Kecemasan yang berlebihan membuat seseorang terus-menerus berpikir negatif, merasa terancam oleh sesuatu yang belum tentu terjadi, dan sulit menikmati hidup. Orang yang mengalaminya bisa mengalami serangan panik, jantung berdebar, sesak napas, sulit tidur, bahkan merasa seperti akan mati. Jika tidak ditangani dengan baik, gangguan ini bisa berkembang menjadi depresi yang lebih dalam, membuat seseorang kehilangan harapan, dan dalam beberapa kasus, mendorongnya untuk mengakhiri hidup.
Namun, Islam telah memberikan pedoman yang jelas agar manusia tidak terjebak dalam kecemasan berlebihan. Al-Qur’an mengajarkan keseimbangan dalam menghadapi kehidupan dan pentingnya menjaga ketenangan hati. Dalam QS. Al-Baqarah: 286, Allah berfirman, “Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya…” Ayat ini menegaskan bahwa setiap ujian yang datang dalam hidup manusia telah disesuaikan dengan kemampuan mereka, sehingga tidak ada alasan untuk merasa putus asa atau takut berlebihan.
Selain itu, dalam QS. Ar-Ra’d: 28, Allah berfirman, “Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram.” Ini menunjukkan bahwa mengelola kecemasan bukan hanya tentang menenangkan pikiran, tetapi juga membangun hubungan spiritual yang kuat. Pikiran positif dapat tumbuh ketika seseorang memiliki keyakinan bahwa setiap masalah yang dihadapi pasti memiliki jalan keluar. Dalam QS. Al-Insyirah: 5-6, Allah menjanjikan bahwa, “Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.” Janji ini seharusnya menjadi pegangan bagi setiap individu yang tengah berjuang melawan kecemasan agar tidak larut dalam ketakutan dan kepanikan yang berlebihan.
Mengatasi anxiety disorder bukan hanya tanggung jawab individu, tetapi juga menjadi tugas bersama masyarakat dan negara. Masyarakat perlu lebih sadar akan pentingnya kesehatan mental dan berhenti menganggap gangguan kecemasan sebagai bentuk kelemahan. Dukungan sosial dari keluarga, teman, dan lingkungan sangat berperan dalam membantu seseorang yang sedang berjuang melawan kecemasan. Tidak jarang, orang yang mengalami anxiety disorder merasa sendirian karena takut dihakimi atau tidak dipahami oleh orang-orang di sekitarnya. Oleh karena itu, membangun lingkungan yang suportif, penuh empati, dan terbuka terhadap isu kesehatan mental sangatlah penting.
Sementara itu, negara juga memiliki peran besar dalam menangani gangguan kecemasan secara lebih luas. Pemerintah harus meningkatkan akses terhadap layanan kesehatan mental yang terjangkau, menyediakan tenaga profesional yang cukup, serta mengedukasi masyarakat agar lebih memahami pentingnya menjaga kesehatan mental. Program pencegahan seperti kampanye tentang stres, kecemasan, dan cara mengatasinya harus lebih digencarkan, terutama di sekolah dan tempat kerja.
Kecemasan memang bagian dari hidup, tetapi jika dibiarkan tanpa kendali, ia bisa menjadi musuh yang perlahan membunuh. Menjaga pikiran tetap sehat, berpikir positif, dan mendekatkan diri kepada Allah adalah langkah penting untuk menghadapi tekanan hidup. Dengan dukungan dari lingkungan sekitar dan kebijakan negara yang berpihak pada kesehatan mental, kita bisa menciptakan masyarakat yang lebih sehat secara psikologis dan lebih kuat dalam menghadapi tantangan kehidupan.