Tangerang Selatan, PikiranBangsa.co — Selama ini, dakwah kerap dipahami sebagai aktivitas yang hidup di mimbar dan majelis. Ia hadir lewat suara, intonasi, dan perjumpaan langsung. Namun di tengah zaman yang ditandai oleh linimasa media sosial, notifikasi berita, dan budaya membaca cepat, dakwah membutuhkan medium lain agar tetap bertahan dan menjangkau lebih luas. Tulisan menjadi salah satu jawabannya.
Kesadaran inilah yang mendorong ID Humanity Dompet Dhuafa melalui Corps Dai Dompet Dhuafa (Cordofa) menggelar Capacity Building bagi Dai Pembina Mualaf Indonesia (PEMULIA) di Kota Tangerang Selatan, Senin (24/11/2025) hingga Jumat (28/11/2025). Kegiatan ini mengusung tema “Membangun Kompetensi, Menebar Inspirasi”, dengan melibatkan 26 dai dari berbagai wilayah pembinaan mualaf di Indonesia.
Pelatihan ini tidak sekadar menambah keterampilan teknis, tetapi juga mengubah cara pandang para dai terhadap dakwah itu sendiri. Bahwa dakwah bukan hanya soal menyampaikan, melainkan juga tentang mencatat, merekam, dan mewariskan pengalaman. Dalam konteks inilah kepenulisan menjadi penting sebagai medium dakwah sekaligus arsip sosial.
Dalam pelaksanaannya, para peserta dibekali materi teknik menulis berita dan penyusunan kerangka usaha mikro. Dua materi yang sekilas berbeda, namun saling melengkapi dalam kerja dakwah. Keterampilan menulis membantu dai mengemas kisah-kisah pembinaan mualaf secara faktual dan inspiratif, sementara pemahaman usaha mikro menjadi bekal untuk mendampingi kemandirian ekonomi komunitas binaan.
Direktur Program Sosial, Kemanusiaan, dan Dakwah Dompet Dhuafa, Ahmad Shonhaji, menegaskan bahwa kemampuan menulis bagi dai bukan sekadar pelengkap, melainkan kebutuhan zaman. Ia menilai, banyak kisah perjuangan dakwah yang berhenti sebagai pengalaman personal, padahal memiliki nilai inspirasi yang besar jika dituliskan.
“Kita ingin para dai tidak hanya kuat di lapangan, tetapi juga mampu menuangkan napak tilas dakwahnya dalam tulisan. Kisah perjuangan itu penting untuk didokumentasikan. Dari catatan-catatan itulah nantinya lahir buku yang bukan hanya dibaca, tetapi menginspirasi dan menguatkan banyak orang,” ungkapnya.
Bagi Dompet Dhuafa, kisah para dai pembina mualaf menyimpan dimensi kemanusiaan yang mendalam—tentang proses hijrah, pencarian makna, hingga tantangan sosial yang dihadapi para mualaf di lingkungan masing-masing. Tanpa ditulis, kisah-kisah ini berisiko hilang bersama waktu.
Senada dengan hal tersebut, Kepala Cordofa Ahmad Pranggono menyampaikan bahwa pelatihan ini diarahkan pada capaian yang konkret. Setiap dai diharapkan mampu menghasilkan tulisan yang lahir dari realitas dakwahnya sendiri, bukan sekadar teori.
“Target minimalnya, setiap dai mampu menuliskan sepuluh kisah inspiratif dari wilayah dakwahnya. Tulisan-tulisan ini nantinya akan kita himpun dan terbitkan sebagai dokumentasi dakwah, agar jejak para dai PEMULIA tidak terputus dan bisa menjadi rujukan bagi umat di masa mendatang,” ujarnya.
Lebih dari sekadar luaran berupa tulisan, Capacity Building ini menjadi ruang refleksi bagi para dai untuk melihat kembali peran mereka sebagai saksi perubahan sosial. Dengan menulis, dakwah tidak berhenti pada satu perjumpaan, tetapi terus hidup, berpindah dari satu pembaca ke pembaca lain, dari satu generasi ke generasi berikutnya.
Di titik inilah dakwah menemukan bentuk barunya: tidak hanya terdengar, tetapi juga terbaca; tidak hanya hadir sesaat, tetapi menetap dalam ingatan kolektif.
Pewarta: Adipatra Kenaro Wicaksana


















