Oleh: Muhammad Fariz Ardinanto, Mahasiswa UIN Salatiga
Sebagai manusia yang hidup di negara dengan sistem demokrasi, saya melihat bahwa penerapan prinsip-prinsip demokrasi dalam kehidupan sehari-hari masih kurang sesuai, khususnya di Indonesia yang dikenal sebagai negara religius. Demokrasi bukan sekadar pemilu atau suara mayoritas, melainkan juga mencakup penghormatan terhadap hak asasi manusia, kebebasan berpendapat, transparansi, dan keadilan hukum.
Sayangnya, prinsip-prinsip tersebut belum sepenuhnya tercermin dalam perilaku masyarakat maupun dalam kebijakan pemerintah. Misalnya, dalam konteks beragama, meskipun mayoritas masyarakat Indonesia beragama, menurut saya kondisi ini belum mencerminkan demokrasi yang sesungguhnya. Mengapa? Karena demokrasi sejatinya adalah kebebasan—termasuk kebebasan berkeyakinan dan berekspresi.
Salah satu contoh nyata dari penerapan prinsip demokrasi adalah ruang diskusi terbuka di media sosial. Di sana, masyarakat bebas menyampaikan kritik terhadap apa pun, termasuk terhadap pemerintah. Ini merupakan cerminan dari prinsip kebebasan berpendapat dan partisipasi warga negara dalam proses demokrasi.
Namun, sayangnya kritik tersebut tidak selalu diterima dengan baik. Tidak jarang, kritik dibalas dengan ancaman, pembungkaman, atau bahkan jeratan hukum seperti UU ITE. Akibatnya, masyarakat menjadi takut bersuara karena khawatir dianggap subversif. Ini menciptakan paradoks: secara hukum kita bebas berbicara, tetapi dalam praktik, kebebasan itu dibatasi. Demokrasi pun terasa semu.
Di tingkat masyarakat, seperti dalam pemilihan kepala desa atau organisasi kemasyarakatan, demokrasi tampaknya berjalan. Warga diberi hak untuk memilih dan menyampaikan aspirasi. Tetapi, sering kali yang terpilih bukan karena kapabilitas, melainkan karena kedekatan personal atau kepentingan kelompok tertentu. Ini menunjukkan bahwa demokrasi prosedural dijalankan, tetapi nilai-nilai dan etika demokrasi belum sepenuhnya dipahami dan diterapkan.
Dalam konteks pemerintahan, transparansi dan akuntabilitas merupakan prinsip utama demokrasi. Sayangnya, praktik korupsi yang masih merajalela menunjukkan bahwa prinsip ini sering diabaikan. Ketika pejabat publik menyalahgunakan wewenang demi kepentingan pribadi, mereka secara langsung merusak nilai-nilai demokrasi yang seharusnya berorientasi pada kepentingan rakyat. Masyarakat pun menjadi apatis karena merasa suaranya tidak membawa perubahan nyata.
Sebagai mahasiswa, saya percaya bahwa demokrasi bukanlah sistem yang berjalan otomatis. Ia harus terus diperjuangkan dan dikritisi. Demokrasi hanya bisa hidup jika warganya aktif, kritis, dan berani bersuara. Oleh karena itu, kita sebagai mahasiswa tidak boleh hanya mempelajari demokrasi sebagai teori semata. Kita harus sadar bahwa demokrasi adalah kebebasan yang harus dijaga dan dipertahankan. Salam kebebasan!