Oleh: Selviana Safitri, Mahasiswi Fakultas Dakwah Prodi Komunikasi dan Penyiaran Islam UIN Salatiga
Di era globalisasi sekarang, komunikasi antar budaya sangatlah penting.
Guo-Ming Chen dan William J. Sartosa mengatakan bahwa komunikasi antar
budaya adalah sebuah proses negosiasi atau pertukaran dari sistem simbolik yang membimbing perilaku manusia dan membatasi mereka dalam menjalankan fungsinya sebagai kelompok. Komunikasi antar budaya dikatakan penting karena dapat mengurangi konflik dan juga meningkatkan toleransi, karena ketidakpahaman terhadap perbedaan budaya sering kali memicu timbulnya konflik.
Namun beberapa waktu yang lalu, terdapat kasus yang sedang viral khususnya di media sosial yaitu gus Miftah dan seorang penjual es teh. Gus Miftah s endiri adalah seorang pendakwah yang sangat terkenal di berbagai kalangan tak terkecuali kalangan anak muda. Gus Miftah mempunyai gaya dakwah yang terkenal santai dan kekinian yang berhasil menarik perhatian semua kalangan. Namun sepertinya, salah satu dakwahnya yang disampaikan pada pengajian yang diselenggarakan di Magelang, Jawa Tengah tidak dapat diterima Masyarakat. Lantaran gaya komunikasinya tersebut dinilai kurang pantas oleh Masyarakat.
Dalam kasus tersebut Gus Miftah dikecam lantaran menghina penjual es teh di pengajian tersebut. Hal itu menjadi sangat viral dimedia sosial karena terdapat potongan video Gus Miftah yang mengolok-olok penjual es teh yang menjajakkan dagangannya dalam pengajian tersebut, Hal itu dianggap keterlaluan oleh Masyarakat setempat maupun pengguna media sosial.
“Es tehmu ijek okeh ora (es tehmu masih banyak enggak)? Masih? Yo kono didol (ya sana dijual), g***k. Dol en ndisik, ngko lak rung payu yo wes, takdir (Jual dulu, nanti kalau masih belum laku, ya sudah, takdir),” kata Gus Miftah pada penjual es teh dalam video yang beredar seperti ditulis dalam artikel Katadata.co.id pada Rabu(4/12).
Dalam fenomena seperti ini menurut saya terdapat dua sudut pandang yang berbeda, yaitu antara penggemar Gus Miftah yang sudah mengikuti berbagai dakwahnya dari awal atau sejak lama dan orang yang tidak menyukai dakwah Gus Miftah atau bisa dikatakan baru mengenal cara dakwah Gus Miftah. Bagi sebagian orang fenomena tersebut akan dianggap biasa saja, karena cara dakwah Gus Miftah memang terkenal blak-blakan. Namun bagi Sebagian orang lainnya tidak menganggap seperti itu, mereka menilai cara dakwahnya terlalu berlebihan.
Menurut sudut pandang saya kasus ini terdapat banyak dinamika emosiyang ditelan secara tidak seimbang, yaitu antara Gus Miftah, penjual es teh, dan juga Masyarakat yang ada dalam pengajian tersebut. Hal ini dapat dikatakan karena terdapat pengelolaan ekspresi, dan respon dalam komunikasi yang terjadi.
Hal itu bisa kita lihat dalam potongan video yang viral tersebut, dalam video yang beredar ekspresi Gus Miftah nampak sangat kurang enak untuk dipandang, bahkan rekan-rekan Gus Miftah ikut tertawa seperti berekspresi menunjukkan penghinaan terhadap penjual es teh tersebut, di sisi lain penjual es teh tersebut menunjukkan.
Dari kejadian ini, kita belajar tentang komunikasi yang perlu memahami latar belakang budaya, apalagi kalau sudah diupload ke media sosial dengan komunikan yang sangat beragam budaya, hal yang tidak dipikirkan bisa menjadi bumerang, dan itu dengan jelas ada pada kasus Miftah. Karena tidak mungkin seorang Miftah yang terkenal gara-gara media sosial, tidak memahami bahwa pengajiannya direkam dan pasti ajan diupload ke media sosial. Karena itu, seharusnya siapapun itu, terutama para penceramah perlu belajar komunikasi antarbudaya, supaya tidak ada lagi yang namanya kesalahpahaman dan mispersepsi komunikasi.