Oleh: Muhamad Azka A Musthofa, Penikmat Kopi Pahit asal Semarang
Di sebuah desa kecil, hiduplah seorang anak muda bernama Nasrul. Dia lahir dalam keluarga sederhana; orang tuanya hanya bekerja serabutan, sedangkan dia sendiri masih duduk di bangku kelas 3 SMA. Nasrul adalah sosok pemuda yang penuh ambisi, tetapi sayangnya, ia terjebak dalam rasa gengsi yang tinggi.
Karena terpengaruh oleh teman-temannya yang memiliki motor bagus dengan modifikasi mewah — sesuatu yang mereka sebut standar “TikTok” — Nasrul ingin memiliki motor yang sama. Namun, dia sadar bahwa keluarganya tidak mampu membelikan motor baru. Keinginannya yang besar membuatnya bingung.
“Bagaimana ini, Bro? Motor ku juga pengen hedon kaya punya kalian lo,” keluh Nasrul saat berkumpul dengan teman-temannya.
“Pinjam uang aja, Srul. Nanti dibayar cicil pakai uang saku. Hitung-hitung nabung gitu,” saran salah satu temannya.
“Mau cari pinjaman di mana? Umur segini mana ada yang kasih pinjaman,” sahut Nasrul.
Salah satu temannya tersenyum simpul dan mengeluarkan ponselnya.
“Sekarang zamannya sudah canggih, Srul. Kamu tinggal ajukan pinjaman online, langsung cair. Tidak pakai ribet, cukup pakai KTP saja.” Nasrul terbelalak.
“Serius, Bro? Cepat cair?”
“Iya, paling lama dua jam. Tapi hati-hati, harus bayar tepat waktu, ya,” jawab temannya, setengah mengingatkan.
Tanpa pikir panjang, Nasrul mengikuti saran temannya. Ia mengunduh aplikasi pinjaman online, mengisi data, dan dalam hitungan menit, uang lima ratus ribu rupiah sudah masuk ke saldonya. Uang itu langsung digunakan untuk membeli suku cadang motor yang diidamkan.
Hari-Hari yang Menyesakkan
Seminggu berlalu, motor Nasrul sudah seperti yang diimpikan. Namun, ia justru jatuh ke dalam lingkaran baru: utang. Bunga pinjaman online itu ternyata sangat tinggi. Dari pinjaman lima ratus ribu rupiah, Nasrul harus mengembalikan tujuh ratus ribu rupiah dalam waktu tujuh hari. Karena belum bisa membayar tepat waktu, bunga semakin membengkak.
Suatu pagi, ponsel Nasrul berdering tanpa henti. Suara kasar dari penagih pinjaman online terdengar di telinganya.
“Saudara Nasrul, kapan mau bayar utang? Kalau tidak segera dibayar, kami akan sebar foto Saudara ke seluruh kontak!”
Nasrul gemetar. Tangannya bergetar memegang ponsel. Ia mencoba menjelaskan bahwa ia belum punya uang, tetapi penagih itu tidak peduli. Karena salah satu syaratnya adalah menambahkan kontak lain yang bisa dihubungi, Nasrul memasukkan nomor temannya dan ibunya.
Ibunya bertanya kepada Nasrul, “Ini kok ada yang telepon, katanya kamu punya utang?”
Nasrul menjawab, “Iya, Buk. Buat modif motor.”
Seketika, ibunya kaget dan langsung memarahi Nasrul. Nasrul hanya bisa menyesal dan menangis di pojok kamar karena ibunya marah dan mendiamkannya.
Lingkaran Utang
Untuk melunasi utang yang membengkak, Nasrul meminjam lagi dari aplikasi pinjaman online lain. Alih-alih menyelesaikan masalah, ia justru menambah beban. Utangnya beranak pinak, bunga terus menumpuk. Sementara itu, kepada ibunya, ia berbohong bahwa utangnya sudah lunas setelah menjual suku cadangnya.
Ketika ibunya akhirnya tahu, ia marah besar. “Kenapa kamu nggak jujur kepada ibu, Srul? Kenapa malah gali lubang tutup lubang begini?”
“Aku hanya ingin cepat dapat uang, Buk, buat modif motor agar bagus sama punya teman-teman,” jawab Nasrul sambil terisak.
Ibunya tak bisa berkata-kata lagi. Hanya ada rasa kecewa dan kebingungan di wajahnya. Ayah Nasrul yang sedang santai di ruang keluarga sontak keluar mendengar keributan di luar dan bertanya ada apa. Setelah mendengar cerita, ia menasihati Nasrul dengan kutipan dari Al-Qur’an: “Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; ‘Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih’” (QS. Ibrahim [14]: 7).
Sejak kejadian itu, Nasrul memutuskan untuk berbenah. Utangnya dilunasi oleh kedua orang tuanya dari uang tabungan yang sebenarnya disiapkan untuk masa depan Nasrul.
Kisah Nasrul mengingatkan kita semua untuk hidup sesuai kemampuan, bersyukur atas apa yang kita miliki, dan selalu berpikir bijak sebelum mengambil keputusan, terutama yang berkaitan dengan utang dan keuangan.
Rasa gengsi dan keinginan untuk terlihat sama seperti orang lain sering kali menjerumuskan seseorang ke dalam masalah. Tidak perlu memaksakan diri untuk memiliki sesuatu hanya demi pengakuan atau penilaian orang lain.Sebagaimana diingatkan dalam QS. Ibrahim [14]: 7, bersyukur atas nikmat yang telah diberikan Allah akan membawa keberkahan. Mengingkari nikmat dengan sikap boros atau tidak bijak justru mendatangkan masalah dan kesulitan. Selain itu, menutupi masalah dengan berbohong hanya akan memperparah situasi. Kejujuran terhadap keluarga atau orang terdekat dapat membantu menemukan solusi yang lebih baik.
Mari kita jadikan kisah Nasrul sebagai pengingat untuk selalu bijak dalam mengelola keuangan, menghindari jebakan manis pinjaman online, dan bersyukur atas apa yang telah kita miliki.