Scroll untuk baca artikel
Example floating
Example floating
Example 728x250
Mimbar Mahasiswa

Kampus sebagai Pabrik Gelar atau Pembentuk Karakter?

×

Kampus sebagai Pabrik Gelar atau Pembentuk Karakter?

Sebarkan artikel ini
Example 468x60

Oleh: Siti Na’imatur Rohmah, Mahasiswa Ilmu Alquran dan Tafsir UIN Sunan Kudus.

Perguruan tinggi di Indonesia saat ini berada dalam situasi yang ironis. Di satu sisi, kita bangga dengan lulusan ber-IPK tinggi, publikasi internasional, serta berbagai prestasi akademik. Namun di sisi lain, kita sering mengabaikan realitas bahwa di balik fasilitas megah dan laboratorium modern, masih banyak mahasiswa yang mengalami trauma karena pelecehan, dosen yang menyalahgunakan kekuasaan, dan budaya kekerasan yang dianggap wajar. Kita berhasil menghasilkan lulusan yang unggul secara akademik, tetapi lemah secara moral sebuah kerugian besar yang dampaknya akan diwariskan kepada bangsa dalam jangka panjang.

Example 300x600

Masalah mendasar ada pada tiga aspek utama. Pertama: ketidakseimbangan kuasa yang sangat tajam antara dosen dan mahasiswa. Di lingkungan akademik, dosen memegang kendali penuh atas masa depan pendidikan mahasiswa mulai dari penilaian perkuliahan, bimbingan tugas akhir, sampai rekomendasi dan akses ke jaringan akademik maupun profesional. Ketimpangan struktur ini membuka ruang bagi penyalahgunaan oleh oknum yang tidak beretika.

Kedua, kurangnya sistem akuntabilitas yang sungguh-sungguh dan berpihak pada korban. Banyak kampus memang punya kode etik atau aturan internal, tetapi regulasi itu seringkali hanya menjadi “kertas mati” jarang ditegakkan secara nyata. Ketika korban berani melapor, mereka justru kerap menghadapi intimidasi, tuduhan “victim blaming”, atau bahkan ancaman dikucilkan secara akademik dan sosial. Sementara itu, pelaku karena posisi mereka yang kuat atau memiliki koneksi luas sering lolos dengan sanksi ringan, atau bahkan tidak medapatkan sanksi sama sekali.

Ketiga, kultur permisif yang telah mengakar. Pelecehan dan kekerasan di kampus sering dianggap sebagai “urusan pribadi”, “kesalahpahaman”, atau bahkan “bagian dari proses belajar”. Mahasiswa yang menjadi korban sering disalahkan atas cara berpakaian, waktu bertemu, atau sikap yang dianggap “mengundang”. Kultur ini tidak hanya melindungi pelaku, tetapi juga melanggengkan siklus kekerasan dari satu generasi ke generasi berikutnya.

Kampus Sebagai alat Pengembangan Karakter mahasiswa

Menurut pandangan seorang ilmuwan Jerman, Friedrich Wilhelm Foerster, fungsi utama pendidikan adalah membentuk karakter setiap peserta didikLebih jauh, pendidikan karakter menurut Foerster bisa dijadikan strategi untuk menyeimbangkan laju perubahan zaman sehingga melahirkan generasi yang tidak hanya kompeten secara intelektual, tetapi juga berkarakter dan memiliki identitas yang kuat.

Pembentukan individu yang kokoh bisa menumbuhkan sikap positif tanpa harus menyimpang dari norma-norma yang berlaku. Ketika pendidikan karakter berakar pada aqidah dan akhlak baik — diterapkan secara konsisten, generasi muda bisa tumbuh menjadi manusia berintegritas, beretika, dan bermoral. Dengan modal karakter dan identitas yang kuat, mereka akan lebih siap membangun masyarakat dan ikut mengantarkan bangsa menuju masa depan yang lebih baik.

Pendidikan karakter di perguruan tinggi idealnya menjadi sarana untuk menanamkan nilai-nilai positif kepada mahasiswa sehingga mereka tidak hanya pintar secara akademis, tetapi juga bertanggung jawab dan bermanfaat bagi sekitar. Dengan sistem pembelajaran yang dirancang baik-baik lewat kurikulum, aktivitas kampus, maupun interaksi sosial kampus bisa membantu membentuk karakter yang kokoh pada tiap individu. Hal ini memungkinkan mahasiswa mengembangkan potensi mereka secara optimal, sambil tetap berpegang pada norma dan moral yang sehat.

Menurut keterangan dari Ma’soem University, menciptakan suasana pendidikan yang kondusif dan sistem belajar yang efektif memang dijadikan prioritas utama untuk mendukung pendidikan karakter generasi muda saat ini. Dengan lingkungan belajar yang mendukung serta kurikulum dan pendekatan pendidikan yang baik kampus berupaya menumbuhkan karakter kuat pada setiap mahasiswa: melalui kedisiplinan, kepercayaan diri, kemandirian, ditambah dengan nilai-nilai aqidah dan akhlak. Dengan demikian, Ma’soem University berharap bahwa prestasi akademik dan perilaku terpuji bisa berjalan beriringan menghasilkan lulusan yang tidak hanya pintar secara akademik, tetapi juga matang secara moral dan siap memberi kontribusi positif bagi masyarakat.

Nilai-nilai pendidikan itu perlu diperkenalkan kepada setiap peserta didik agar mereka tumbuh menjadi lulusan yang sesuai dengan moto Yayasan Al Ma’soem Bandung yaitu “Cageur, Bageur, Pinter”. Berdasarkan temuan dalam kajian karakter pendidikan (misalnya seperti dalam tinjauan oleh Berkowitz dalam Asmani (2011), institusi pendidikan yang menerapkan pendidikan karakter secara konsisten menunjukkan bahwa peserta didik mengalami peningkatan motivasi untuk meraih prestasi dan berkembang secara optimal.

Dengan demikian, pendidikan karakter di sekolah menjadi sangat penting: ia membantu menumbuhkan potensi terbaik para peserta didik tidak hanya di bidang akademik, tetapi juga sikap moral, kepribadian, dan tanggung jawab sosial sehingga mereka bisa menjadi generasi yang utuh dan berkontribusi positif bagi masyarakat.

Example 300250
Example 120x600

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *