Oleh: Muhammad Aufal Fresky, Penulis buku Empat Titik Lima Dimensi, Magister Administrasi Bisnis Universitas Brawijaya
Pemimpin, di segala lini dan tingkatan, diharapkan menjadi pembawa angin segar bagi rakyat. Seperti halnya, kepela desa, bupati, wali kota, gubernur, dan bahkan presiden sekali pun, pastinya diharapkan menjadi problem solver. Dalam hal ini, memang sudah seharusnya pemimpin mampu membangkitkan optimisme dalam diri kita. Terutama terkait bagaimana cita-cita besar yang dicanangkan bisa diraih. Sebab, sudah terlalu sering, kita mendengar dan melihat sendiri kelakuan sebagian pemimpin kita yang tidak amanah alias menyalahgunakan otoritas yang dimilikinya. Buktinya, sudah tidak terhitung jumlahnya, pemimpin kita yang terjerat kasus korupsi dengan segala variannya. Ini tentu membuat dada kita semakin sesak.
Bagaimana tidak, figur yang kita berikan mandat justru hanya mempermainkan jabatannya untuk memperkaya diri. Yang ada dalam hati dan alam pikirannya hanyalah bagaimana menuruti hasrat berkuasanya. Padahal, kita semua, sekali lagi, sangat membutuhkan pemimpin yang tranformasional yakni pemimpin yang bertanggung jawab, menginspirasi, mampu menggerakkan, dan menjadi teladan. Bukan sebatas pandai beretorika di waktu kampanye. Bukan sekadar pintar bersilat lidah dan mengumbar janji manis yang kadang tidak masuk akal. Lagian, rakyat sudah mulai paham akan hal itu.
Percayalah, mereka bersikap seperti itu, hanya karena ada maunya. Yaitu mendulang suara sebanyak-banyakya. Ketika terpilih, semua dilupakan. Kepemimpinan semacam itu benar-benar melukai nurani publik. Lambat laut, kepercayaan kita bisa sirna. Dalam hal ini, kita semua, terus berharap, mencari, memilah, dan memilih, agar yang duduk di kursi kekuasaan adalah orang-orang yang memiliki integritas, kapasitas, dan amanah tentunya. Sebab, kita semua menginginkan kepemimpinan transformasional. Lebih-lebih tantangan ke depan yang akan dihadapi kian banyak dan kompleks.
Kepemimpinan transormasional ini adalah gaya kepemimpinan yang mampu menginspirasi orang-orang untuk mencapai tujuan bersama. Bukan sekadar mempengaruhi, mengarahkan, dan membimbing. Lebih tepatnya lagi, kemampuan mengelola organisasi secara efektif dan efisien untuk mencapai target yang telah ditetapkan sebelumnya. Dalam hal ini, pemimpin transormasional mesti memiliki kemampuan dalam mengaplikasikan visi besarnya dan sekaligus menginspirasi pengikutnya. Sehingga dibutuhan keteladanan dari sosok leader. Sebab, hal itu akan meningkatkan kepercayaan orang-orang yang dipimpinnya. Termasuk juga, seorang pemimpin dituntut untuk memiliki sifat dan sikap seperti halnya seorang kesatria. Yakni, berani berjuang dan berkoban untuk kemaslahatan orang banyak.
Kepemimpinan transformasional sangat dibutuhkan untuk menjawab dinamika dan tantangan zaman. Cara-cara dan pola-pola lama dalam gaya kepemimpinan bisa saja tidak relevan di zaman sekarang. Apalagi, kita hidup di negara demokrasi yang mana setiap dari kita memiliki hak dan kesempatan untuk beraspirasi dan mengkritik kebijakan pemimpin yang keluar dari rambu-rambu konstitusi. Kita juga bisa melayangkan protes lewat lisan dan tulisan ketika ada program kerja yang tidak sesuai dengan kebutuhan rakyat. Sebab, sejatinya rakyat adalah pemegang kedaulatan tertinggi. Rakyat lah yang harusnya dilayani sepenuh hati. Bukan dijadikan seolah-olah babu dan pemimpin bertindak seperti majikan. Ini tentu salah kaprah dan tidak sesuai dengan konsep kepemimpinan transformasional. Karena, pemimpin yang transformasional itu sebenarnya sudah selesai dengan dirinya sendiri. Yang ada dalam batinnya hanya bagaimana agar rakyat bisa sejahtera dan bahagia. Hari-harinya disibukkan untuk memberikan pelayanan terbaik kepada rakyat.
Selain itu, dalam gaya kepemimpinan tranformasional, seorang pemimpin bisa mengubah tantangan menjadi peluang. Sehingga lahirlah beragam gagasan dan terobosan baru, kreatif, dan inovatif untuk memecahkan masalah yang sedang dihadapi. Dia juga memiliki radar kepekaaan dalam membaca situasi dan kondisi rakyat. Sehingga empati dan simpatinya terhadap penderitaaan rakyat tidak perlu dipertanyakan agi. Dia benar-benar mendharmabaktikan dirinya untuk negeri. Ketahanan mental, keteguhan hati, kekokohan tekad dalam melayani publik tidak perlu diragukan. Janji-janjinya kepada rakyat juga ditunaikan dengan optimal.
Terkait kepemimpinan tranformasional, mengutip pendapat Bass dan Avolio (1990) dalam Muchji dan Priyono (2004), ada 4 unsur yang mendasarinya. Yaitu: 1) Charisma. Kharisma pada pemimpin transformasional didapatkan dari pandangan pengikut, sehingga seorang pemimpin yang berkharisma akan mempunyai banyak pengaruh dan dapat menggerakkan serta dapat mengilhami bawahannya dengan suatu visi yang dapat diselesaikan melalui usaha keras 2) Inspiration. Pemimpin yang inspirasional dapat mengartikulasikan tujuan bersama serta dapat menentukan suatu pengertian mengenai apa yang dirasa penting serta apa yang dirasakan benar. Sehingga pemimpin dapat mempertinggi arti serta meningkatkan harapan yang positif mengenai apa yang perlu dilakukan.
3) Intellectual stimulation. Para pemimpin membantu bawahannya untuk dapat memikirkan mengenai masalah-masalah lama dengan cara baru. 4. Individualized consideration. Seorang pemimpin harus mampu untuk memperlakukan bawahannya secara berbeda-beda namun adil, yaitu mampu memperhatikan satu persatu bawahannya dan tidak hanya mengenali kebutuhannya serta meningkatkan perspektif bawahan, namun juga memberikan prasarana dalam rangka pencapaian tujuan secara efektif serta memberi pekerjaan yang memberikan tantangan yang lebih.
Saya pribadi berpandangan, dalam kepemimpinan tranformasional, pemimpin memiliki kemampuan adaptasi yang tinggi. Mampu memandang persoalan dari berbagai sisi. Selain itu, pikirannya juga terbuka. Artinya, bisa menerima beragam kritik dan saran dari orang lain. Bersikap legowo menerima ketika ada bawahanhya secara terang-terangan menawarkan gagasan yang lebih progresif dan brilian terkait pemecahan masalah misalnya. Ditambah lagi, pemimpin transformasional mampu mendefinisikan, mengkomunikasikan, dan mengartikulasikan visi organisasi kepada bawahan. Sehingga bisa menekan seminimal mungin terjadinya kesalahpahaman anggota yang dipimpinnya. Ini sangat membantu dalam mempercepat jalannya roda organsiasi. Dalam hal ini, pemimpin transformasional bertindak sebagai konseptor, aktor, dan katalisator kamajuan organisasi. Ini juga berlaku dalam konteks kepemimpinan nasional, daerah, dan sebagainya.
Akhirnya, untuk menutup catatan ini, saya berharap betul, di negeri ini, semakin banyak bermunculan pemipin-pemimpin transformasional. Yakni pemimpin yang setia pada idealisme, nilai-nilai luhur, berjiwa patriot, visioner, amanah, dan berintegritas. Kita mendambakan kehadiran sosok pemimpin yang berkomitmen untuk mengentaskan ragam problematika; seperti halnya kemiskinan, penganggutan, krisis karakter, narkoba, judol, dan sebagainya. Yakilah, secercah harapan itu masih ada. Tunas-tunas muda pemimpin bangsa akan bermekaran. Tentu saja, kita semua siap menyambut Indonesia yang lebih maju dan gilang gemilang di segala sisinya dengan kehadiran pemimpin transormasional.