Oleh: Feri Febriyanto, Mahasiswa Komunikasi dan Penyiaran Islam UIN Salatiga
Sebagai mahasiswa, saya memahami bahwa demokrasi merupakan prinsip yang menekankan kesetaraan, transparansi, serta partisipasi aktif setiap individu dalam proses pengambilan keputusan. Demokrasi sejati tidak hanya menjamin hak untuk menyuarakan pendapat, tetapi juga memastikan bahwa setiap suara dihargai dan berkontribusi dalam menentukan arah bersama.
Namun, dalam kenyataan yang saya alami baik di lingkungan kampus maupun masyarakat, demokrasi sering kali dipraktikkan sebatas prosedur formal, tanpa benar-benar menghargai esensinya.
Pengalaman pertama saya terjadi di kampus, saat pembuatan film pendek sebagai tugas kelompok. Proses pemungutan suara dilakukan untuk menentukan tema film, dengan harapan suara mayoritas akan menjadi dasar keputusan. Namun, meskipun hasil voting menunjukkan pilihan yang jelas dari mayoritas anggota, tema tersebut akhirnya diabaikan. Keputusan justru diambil oleh segelintir orang yang menginginkan tema yang dianggap lebih “populer” dan “kreatif” sesuai tren. Hal ini menunjukkan bahwa proses demokratis hanya dijadikan formalitas, sedangkan keputusan sebenarnya telah ditentukan sebelumnya. Fenomena ini mencerminkan penyimpangan dari nilai-nilai demokrasi yang sejati.
Pengalaman kedua terjadi di lingkungan masyarakat, tepatnya dalam pemilihan ketua RT. Voting dilakukan dalam rapat terbatas yang hanya melibatkan kalangan bapak-bapak. Kelompok lain seperti ibu-ibu dan remaja, termasuk saya, tidak diberi ruang untuk berpartisipasi. Akibatnya, ketua RT yang terpilih adalah seseorang yang jarang terlibat dalam kegiatan warga seperti kerja bakti atau rapat lingkungan. Ia terpilih semata karena popularitasnya, bukan karena kontribusinya. Ini menegaskan bahwa demokrasi yang hanya melibatkan sebagian pihak dan mengabaikan kualitas calon pemimpin tidak mencerminkan demokrasi yang sesungguhnya.
Dari kedua pengalaman tersebut, saya menyadari bahwa demokrasi yang hanya dijalankan sebagai prosedur kosong sangat rentan dimanipulasi dan dapat menghasilkan keputusan yang tidak mewakili kepentingan bersama. Demokrasi yang ideal adalah yang membuka ruang partisipasi seluas-luasnya, menghargai setiap suara, dan mengutamakan kualitas serta integritas dalam pengambilan keputusan. Tanpa komitmen terhadap prinsip-prinsip ini, demokrasi berpotensi menjadi alat untuk melegitimasi kepentingan segelintir orang, yang pada akhirnya merugikan masyarakat secara keseluruhan.