Scroll untuk baca artikel
Example floating
Example floating
Example 728x250
Kolom

Langkah Sang Bungsu

×

Langkah Sang Bungsu

Sebarkan artikel ini
Example 468x60

Lintasan Cahaya KH. Hasan Basri (2)

Example 300x600

Oleh Gunawan Trihantoro
Santri dari KH. Hasan Basri

Dalam setiap langkah anak shaleh, jejak ayahnya tetap hidup.
Begitu pula dengan perjalanan Dodih Abdul Qodir Zaelani, S.Ag., Cht., (Gus Dodih) putra bungsu KH. Hasan Basri.

Pesan sang ayah sederhana, tetapi penuh makna: “Amalkan ilmu dan mengajar ngaji.”
Itulah warisan terbaik yang dititipkan, bukan harta, melainkan cahaya.

Sebagai bentuk nyata dari amanah itu, Dodih mendirikan Rumah Quran Daarul Ma’arif di Majalengka.
Rumah yang tak sekadar tempat tinggal, melainkan juga menjadi tempat tilawah, tadabbur, dan tahsin.

Didirikan sejak tahun 2017, Rumah Quran ini tumbuh menjadi pusat pendidikan Al-Qur’an masyarakat Desa Karayunan.
Alamatnya di Blok Raksadipa RT 02/04, Kecamatan Cigasong, menjadi saksi hadirnya cahaya di tengah perkampungan.

Santrinya mencapai seratus orang, dan kini sekitar enam puluh tetap rutin belajar.
Rentang usia mereka beragam, dari pra-TK hingga remaja, juga ibu-ibu yang haus ilmu.

Jadwalnya rapi dan disiplin.
Siang untuk anak-anak, sore untuk remaja, malam hari untuk para ibu yang merindukan ketenangan batin.

Pukul 14:30–15:30, terdengar suara kecil mengaji dari bibir mungil para santri cilik.
Dilanjutkan pukul 16:00–17:00, suara remaja memecah keheningan sore.

Dan malam hari, dari pukul 18:30 hingga 20:30, rumah itu menjadi tempat berteduh jiwa para perempuan.
Ngaji tak hanya untuk memahami huruf, tapi juga merawat ruh.

Dodih tak sendiri dalam perjuangan ini.
Sang istri, Diani Maelani, S.Ag., M.Pd, adalah mitra dakwah sekaligus pendamping setia.

Keduanya dikaruniai dua anak: Nabila Fauziah Zaeni, S.Pd, dan Muhammad Akasyah Hasan Zaeni.
Mereka tumbuh di tengah lantunan ayat suci, dibesarkan dalam rumah yang tak henti memuliakan Kalamullah.

Bagi Dodih, mendirikan Rumah Quran bukan sekadar menjalankan pesan ayah.
Tapi juga bentuk tanggung jawab sebagai generasi penerus untuk menerangi zaman.

Darah ulama yang mengalir dalam dirinya bukan menjadi alasan untuk jumawa.
Justru menjadi amanah yang harus dijaga, dijalani, dan diwariskan kembali.

KH. Hasan Basri tak pernah meninggalkan warisan berupa bangunan besar.
Tapi ia menanamkan nilai-nilai yang terus tumbuh dalam jiwa anak-anaknya, terutama sang bungsu ini.

Di tengah dunia yang kian pragmatis, Rumah Quran Daarul Ma’arif adalah oase.
Ia menawarkan makna ketika dunia sibuk mengejar angka dan citra.

Banyak dari kita yang lupa bahwa rumah bukan hanya tempat beristirahat,
tetapi juga tempat beribadah, belajar, dan membentuk generasi yang berakhlak.

Dalam kesederhanaannya, Rumah Quran ini melahirkan para penghafal, pembaca, dan pecinta Al-Qur’an.
Mereka bukan sekadar santri, tetapi duta-duta langit yang menghidupkan bumi dengan ayat-ayat suci.

Langkah Dodih bukan langkah kecil, meski dimulai dari rumah biasa.
Ia adalah bukti bahwa perjuangan besar sering kali dimulai dari ruang sempit yang dipenuhi tekad tulus.

Dan di balik itu semua, bayangan sang ayah selalu hadir.
KH. Hasan Basri yang diam-diam memerhatikan, dari dunia sana atau dalam kenangan yang tak pernah hilang.

Kini, di Majalengka, pesan sang kyai tak sekadar dihafal, tapi dijalani.
Rumah Quran Daarul Ma’arif menjadi bukti bahwa cahaya ilmu tak pernah padam, jika diteruskan dengan cinta.

Semoga dari rumah itu, lahir generasi yang mencintai Al-Qur’an seperti sang bungsu mencintai pesan ayahnya.
Dan semoga langit selalu memayungi langkah para guru ngaji yang memilih jalan sunyi, namun penuh arti.
(bersambung)

Example 300250
Example 120x600

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *