Oleh: Gunawan Trihantoro
Ketua Satupena Kabupaten Blora dan Sekretaris Kreator Era AI Jawa Tengah
Setiap tanggal 1 Juni, bangsa Indonesia memperingati Hari Lahir Pancasila, sebuah momentum historis yang meneguhkan dasar ideologis kehidupan berbangsa. Tahun 2025 ini, peringatan tersebut mengusung tema Memperkokoh Ideologi Pancasila Menuju Indonesia Raya, sebuah ajakan reflektif yang relevan di tengah arus deras kemajuan teknologi, khususnya artificial intelligence (AI).
Pancasila bukan sekadar warisan sejarah, tetapi landasan nilai yang tak lekang oleh zaman. Di era digital yang bergerak cepat, kita tidak hanya dituntut untuk adaptif secara teknologi, tetapi juga kokoh secara ideologis. Tantangan abad ini bukan hanya soal kemampuan memproduksi dan mengelola data, melainkan bagaimana kita tetap menjaga jati diri kebangsaan di tengah kecanggihan teknologi.
Sila pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa, menjadi fondasi spiritual yang sangat relevan dalam dunia yang makin mekanistik. Ketika algoritma dan robot mulai menggantikan banyak fungsi manusia, kita diingatkan bahwa teknologi sejatinya harus berpijak pada nilai-nilai ketuhanan. Kecerdasan buatan boleh canggih, tetapi nurani manusia tetap harus menjadi pusat dari setiap proses pengambilan keputusan.
Sila kedua, Kemanusiaan yang adil dan beradab, mengajak kita untuk tidak kehilangan sisi kemanusiaan di tengah revolusi digital. Kemanusiaan tidak boleh digantikan oleh kalkulasi dingin algoritma. Kita membutuhkan kecerdasan yang berpihak, bukan hanya pada efisiensi dan kecepatan, tetapi juga pada keadilan, empati, dan nilai-nilai luhur kemanusiaan.
Sementara sila ketiga, Persatuan Indonesia, menghadirkan tantangan tersendiri dalam era media sosial dan disrupsi informasi. Polarisasi dan perpecahan sering kali lahir dari ruang digital. Maka, membumikan semangat persatuan melalui literasi digital, dialog antarwarga, serta etika bermedia menjadi bagian dari upaya memperkokoh pilar bangsa di ruang virtual.
Sila keempat, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, mengingatkan kita bahwa demokrasi tidak bisa didelegasikan kepada sistem otomatis. Kecanggihan AI memang mampu mengolah data, tetapi keputusan yang bijak tetap harus dilandaskan pada hikmah, musyawarah, dan kesadaran kolektif sebagai bangsa.
Dan sila kelima, Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, menjadi parameter utama agar kemajuan teknologi tidak memperlebar ketimpangan. Pemerataan akses digital, pendidikan teknologi untuk semua, serta perlindungan terhadap kelompok rentan adalah bentuk nyata dari implementasi sila kelima di era AI. Keadilan tidak hanya berarti akses, tetapi juga kemampuan untuk memanfaatkan teknologi secara bermartabat.
Merayakan Hari Lahir Pancasila di era artificial intelligence bukan sekadar ritual kenegaraan, melainkan ajakan untuk memperkuat jati diri bangsa dalam menghadapi masa depan. Pancasila adalah kompas moral kita, dan kecanggihan teknologi seharusnya tunduk pada nilai-nilai yang telah terbukti menyatukan negeri ini dalam keberagaman.
Generasi muda, sebagai aktor utama dunia digital, harus menjadi penjaga dan penggerak nilai-nilai Pancasila. Bukan hanya sebagai hafalan di buku, tetapi sebagai panduan hidup di dunia nyata dan maya. Mereka adalah wajah Indonesia masa depan, dan tugas kita bersama memastikan mereka tumbuh sebagai pribadi yang berkarakter, kreatif, dan berkeadaban.
Indonesia Raya yang kita cita-citakan tidak semata tentang revolusi teknologi, melainkan tentang bangsa yang unggul secara nilai dan berdaya secara spiritual. Di tengah dunia yang makin dikuasai mesin, Pancasila mengingatkan kita untuk tetap menjadi manusia yang beriman, berakal, dan berperikemanusiaan.
Selamat Hari Lahir Pancasila. Mari terus memperkokoh ideologi bangsa dalam setiap tarikan napas digital yang kita embuskan. Indonesia Maju, Indonesia Beradab, Indonesia yang Pancasilais di era apa pun, termasuk di era artificial intelligence. (*)