Scroll untuk baca artikel
Example floating
Example floating
Example 728x250
KolomOpini

Pemuda, Buku, dan Indonesia Maju

×

Pemuda, Buku, dan Indonesia Maju

Sebarkan artikel ini
Example 468x60

Oleh: Muhammad Aufal Fresky*)

Beberapa hari lalu, tepatnya Ahad (17/5), adalah bertepatan dengan Hari Buku Nasional (Harbuknas). Hampir setiap tahun kita memperingatinya. Tentu, keinginan dan harapan kita bukan sekadar perayaan tanpa makna. Sebab, ditilik dari catatan sejarahnya, Harbuknas merupakan upaya yang digagas oleh pemerintah, tepatnya tahun 2002 silam untuk mendongkrak minat baca masyarakat. Kini, 23 tahun sejak awal peluncuran Harbuknas, kita tentunya bertanya-tanya, sejauh mana peningkatan literasi masyarakat di negeri ini? Khususnya generasi muda yang nantinya digadang-gadang akan menjadi pewaris estafet kepemimpinan nasional di berbagai sektor kehidupan. Sebab, hambatan dan tantangan yang dihadapi pemuda hari ini jauh lebih beragam dan kompleks.

Example 300x600

Seperti halnya masifnya perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang kerap kali membuat sebagian besar dari kita lalai. Dalam sehari, berjam-jam bisa terbuang dengan sia-sia hanya untuk scrolling Tiktok, Instagram, Youtube, Facebook, dan sejenisnya. Memang, media sosial (medsos) menjadi alternatif hiburan yang menawarkan kesenangan sesaat dan instan. Disadari atau tidak, penyalahgunaan medsos secara berlebihan telah mencuri waktu produktif kita. Waktu yang seharusnya bisa dipergunakan untuk beragam hal yang produktif; seperti halnya membaca buku. Sayang seribu sayang sebelum kebiasaan membaca buku belum terbentuk, kita justru tenggelam di dunia maya tanpa tujuan yang jelas.

Selain itu, ketidaktahuan dan ketidakpahaman mengenai manfaat membaca menjadi salah satu faktor yang hemat saya juga mempengaruhi rendahnya minat baca pemuda. Mungkin, yang ada dalam pikirannya, membaca buku sebatas aktivitas yang membosankan dan tak memberikan timbal balik bagi kehidupannya. Padahal. segudang manfaat akan diperoleh bagi siapa saja yang membiasakan diri membaca buku. Di antaranya yaitu dengan membaca bisa mempertajam daya nalar, melatih kemampuan berpikir logis dan kritis, menambah ilmu dan pengetahuan, memperkaya wawasan, sarana rekreasi, menghilangkan kejumudan dalam berpikir, merangsang imajinasi, memperkuat memori, meningkatkan kecerdasan, memperkokoh kepribadian, dan masih banyak lagi tentunya.

Terkait minat membaca buku, kita juga sebenarnya bisa berkaca dan belajar dari tokoh bangsa di masa silam. Sebagian pendiri republik ini merupakan bibliofil atau pecinta buku. Salah satunya Bung Hatta, yang kegemarannya dalam melahap buku perlu diragukan lagi. Bahkan, membaca buku tidak bisa dipisahkan dalam aktivitas keseharian proklamator RI tersebut. Bahkan, dalam situasi dan kondisi yang terbatas dan penuh tekanan pun, Bung Hatta selalu menyempatkan menenggelamkan diri dan berenang-renang dalam lautan aksara.

Sejarawan J.J. Rizal dalam diskusi publik Literasi Kita, Masa Depan Bangsa, di Perpusnas RI, 31 Juli 2019, seperti yang  dilansir di laman Historia.id, menyebutkan, “Buat banyak orang penjara itu tempat buruk, tempat yang tidak ada enak-enaknya, tidak ada yang baik. Tapi buat Bung Hatta, penjara adalah ruang semedi, ruang pertapaan di mana orang bisa memperkuat watak, memperkuat iman, terutama jalannya adalah membaca.”

Tidak hanya itu, sewaktu diasingkan ke Banda Naira, Maluku, tidak kurang dari 16 peti buku yang diboyong Bung Hatta. Hal tersebut menjadi bukti nyata betapa tingginya minat membaca Bung Hatta. Baginya, membaca bukan sekadar aktivitas mengisi waktu luang. Lebih dari itu, merupakan kebutuhan untuk memenuhi dahaga intelektualnya. Penjara dan pengasingan tidak menjadi alasan baginya untuk terus menerus menggali ilmu. Dia menjadi pembelajar sepanjang hayat. Rasa-rasanya, spirit belajar dan konsistensinya dalam menelaah ilmu patut ditiru oleh generasi penerus. Apalagi, kita semua sedang bersiap-siap untuk menyongsong Indonesia Maju. Indonesia yang unggul dan mampu bersaing bahkan mengungguli negara-negara maju di dunia ini. Entah, itu di sektor politik, ekonomi, budaya, dan semacamnya.

Visi besar mewujudkan Indoensia Maju hanya akan menjadi angan -angan semu jika kualitas sumber daya manusia (SDM), khususnya pemudanya, masih begini-begini saja, stagnan, tidak ada perubahan yang berarti. Padahal, kualitas SDM pemuda menjadi salah satu faktor penentu bagaimana Indonesia Maju benar-benar terealisasi. Dan salah satu ikhitar untuk mengakselerasi peningkatan kualitas SDM pemuda adalah dengan meningkatkan minat baca pemuda di negeri ini. Sebab, sekali lagi, buku adalah gudang ilmu yang mana membaca adalah kunci utama untuk membukanya. Selain itu, lewat membaca, pemuda bisa menggali inspirasi dan menelusuri beragam pemikiran dan kebijaksanaan tokoh di masa lampau. Hal itu, tentunya menjadi modal penting untuk mengembangkan diri.

Selanjutnya, fakta mencengangnkan mengenai rendahnya minat membaca dikemukakan oleh survei GoodStats. Diketahui, bahwa dari lima orang yang ada di sekitar kita, hanya satu yang suka membaca buku setiap hari. Padahal, sebelumnya, Indonesia pernah mengukir prestasi yaitu memiliki gedung perpustakaan nasional tertinggi di dunia, yakni setinggi 126,3 meter dengan 27 lantai. Gedung tersebut berhasil memecahkan rekor Museum Rekor Dunia Indonesia (MURI). Namun, lagi-lagi, torehan tinta emas itu berbanding terbalik dengan minat membaca masyarakat yang tergolong rendah.

Saya pun kembali berpikir dan menerka-nerka, bagaimana strategi ampuh untuk meningkatkan minat baca masyarakat, khususnya pemuda? Bukankah selama ini penggerak literasi dan komunitas literasi dari Sabang hingga Merauke juga bergerak aktif? Bukankah di setiap kabupaten dan kota juga tersedia perpustakaan daerah? Kembali lagi, ini sebenarnya bukan sebatas persoalan fasilitas yang layak dan memadai. Namun lebih kepada bagaimana solusi yang ditawarkan bisa menembus akar persoalan. Percuma saja, pemerintah pusat, daerah, ataupun komunitas literasi menyediakan buku-buku bermutu dalam jumlah yang melimpah jika pemuda, khusunya dari pelosok desa, sukar untuk mengaksesnya.

Solusi yang bisa saya ajukan adalah dengan mengaktifkan kembali program perpustakaan keliling yang menyasar remaja/pemuda di desa. Pemerintah memang mesti proaktif. Bisa juga lewat kompetisi-kompetisi rutin seputar literasi untuk merangsang minat membaca pemuda. Selain itu, sinergi dan kolaborasi antara pemerintah dan berbagai komunitas literasi juga semakin digencarkan. Tidak hanya itu, keberpihakan pemerintah untuk mendongkrak industri perbukuan dan penerbitan juga perlu segera direalisasikan melalui aturan dan kebijakan yang terarah, sistematis, dan berkelanjutan. Terutama dalam rangka menyediakan buku-buku bermutu dengan harga pas di kantong pembaca. Hal itu bisa dilakukan dengan memberikan subsidi dan bantuan dalam penerbitan buku. Ditambah lagi, perang terhadap pembajakan buku harus semakin digalakkan. Hal itu untuk melindungi hak dan kepentingan penulis dan penerbit.

Kemudian, lembaga pendidikan juga perlu memberikan perhatian yang serius dan sungguh-sungguh untuk mendorong minat baca siswa. Tentunya, melalui terobosan dan inovasi yang bisa merangsang anak-anak sekolah gemar membaca. Bukan hanya sekadar dijejali tugas yang bertumpuk-tumpuk. Bisa juga lewat kompetisi literasi antar-siswa, apresiasi bagi siswa yang tulisannya dimuat di koran, gerakan membaca 10 menit sebelum pelajaran dimulai, dan semacamnya.

Intinya, bagaimana anak-anak bisa sadar betul akan pentingnya membaca dan mulai membiasakan membaca. Dari lingkungan keluarga, terutama orangtua juga perlu terus-menerus mengimbau dan mengingatkan anak-anaknya agar membaca buku. Tentu imbauan itu jauh lebih berdampak ketika para orangtua bisa memberikan keteladanan dalam membaca. Selanjutnya, agar terbiasa membaca buku, ada rumus 3K yang bisa mulai kita terapkan sedari sekarang. Yakni: Kesadaran, Kebiasaan, dan Konsistensi. Pertama harus sadar dulu, lalu dibiasakan, dan terakhir diistikamahkan.

Jika kemudian seluruh elemen bangsa, terutama pemudanya senang membaca atau bahkan gila membaca, maka bukan tidak mungkin kualitas SDM pemuda kita akan mengalami peningkatan yang signifikan. Ini tentunya menjadi modal penting untuk meningkatkan daya saing Indonesia di dunia. Bahkan, bukan hal yang mustahil, lambat laun, Indonesia akan menjadi mercusuar peradaban dunia. Indonesia Maju, Indonesia Emas, dan Indonesia gilang-gemilang, bukan sekadar mimpi. Ini bisa kita wujudkan melalu gerakan-gerakan kecil dan sederhana, Salah satunya, mulailah mengambil buku dan membacanya. Lakukanlah berulang-ulang. Paksalah jika terasa berat. Percayalah, kita bisa karena terbiasa. Maka, jangan sia-siakan kesempatan kita hari ini.

*) Penulis buku Empat Titik Lima Dimensi

Example 300250
Example 120x600

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Kolom

Oleh Gunawan TrihantoroSantri dari KH. Hasan Basri Di…