Oleh: Dewi Robiah, M.Ag., Pengajar di Pesantren-Sekolah Alam Planet NUFO Rembang.
Dalam kehidupan sehari-hari, seorang ibu sering kali dihadapkan pada tuntutan untuk selalu mengutamakan keluarga. Akibatnya, banyak ibu yang mengabaikan kebutuhannya sendiri demi anak-anak. Padahal, mencintai diri sendiri atau self-love bukanlah sikap egois, melainkan kunci untuk memberikan energi positif serta menjaga kesehatan mental anak.
Menurut Dr. Kristin Neff, self-love membantu ibu mengelola stres dan menerima ketidaksempurnaan dirinya. Ketika seorang ibu merasa cukup secara emosional, ia lebih mampu memberikan pola asuh yang sehat. Penelitian dalam Journal of Child and Family Studies (2019) menunjukkan bahwa ibu yang memiliki tingkat self-compassion tinggi lebih responsif terhadap anak dan lebih jarang mengalami kelelahan emosional.
Psikolog anak Dr. Laura Markham menambahkan bahwa kebahagiaan ibu berpengaruh langsung terhadap suasana di rumah. Seorang ibu yang mencintai dirinya sendiri akan lebih sabar dan penuh kasih, menciptakan lingkungan yang aman bagi perkembangan anak. Penelitian dalam Developmental Psychology (2020) juga menunjukkan bahwa anak yang tumbuh dengan ibu yang stabil secara emosional memiliki regulasi emosi yang lebih baik dan lebih percaya diri dalam berinteraksi sosial.
Sering kali, self-love dianggap sebagai sikap egois. Namun, ada perbedaan mendasar antara self-love dan selfish. Self-love adalah bentuk kepedulian terhadap diri sendiri dengan tetap mempertimbangkan kesejahteraan orang lain, sedangkan selfish berarti hanya mementingkan diri sendiri tanpa peduli pada kebutuhan orang lain. Dr. Shefali Tsabary menjelaskan bahwa seorang ibu yang berlatih self-love akan tetap peduli terhadap keluarganya, tetapi dengan batasan yang sehat agar tidak kelelahan. Sebaliknya, seorang ibu yang egois cenderung mengabaikan tanggung jawabnya dan menempatkan kebutuhannya di atas segalanya tanpa mempertimbangkan dampaknya bagi anak-anak.
Self-love bagi ibu tidak harus berupa sesuatu yang besar atau mahal. Justru, hal-hal kecil yang dilakukan secara rutin dapat memberikan dampak besar bagi kesejahteraan emosional. Contohnya, meluangkan waktu untuk merawat diri saat anak tidur, seperti sekadar memakai masker wajah atau mandi dengan tenang. Bahkan, sesederhana menikmati secangkir kopi di pagi hari tanpa gangguan, membaca buku favorit, atau melihat ponsel untuk menonton video hiburan juga bisa menjadi bentuk self-love. Hal-hal ini mungkin tampak sepele, tetapi dapat membantu ibu merasa lebih rileks dan mengisi kembali energinya.
Agar konsep self-love lebih dipahami dan diterapkan, peran pemerintah dan masyarakat sangat diperlukan. Pemerintah dapat mendukung dengan menyediakan kebijakan yang berpihak pada kesejahteraan ibu, seperti cuti melahirkan yang lebih fleksibel, akses ke layanan kesehatan mental, serta program edukasi tentang pentingnya kesehatan emosional ibu. Selain itu, masyarakat juga memiliki peran dalam mengubah stigma bahwa seorang ibu harus selalu berkorban tanpa batas. Dukungan dari keluarga, lingkungan sekitar, serta komunitas dapat membantu ibu merasa lebih dihargai dan tidak merasa bersalah ketika meluangkan waktu untuk dirinya sendiri.
Meluangkan waktu untuk diri sendiri bukan berarti mengabaikan keluarga, melainkan cara untuk menjaga keseimbangan emosi agar dapat memberikan yang terbaik bagi anak-anak. Maka, sudah saatnya kita mengubah pandangan bahwa ibu harus selalu berkorban tanpa batas. Dengan mencintai dirinya sendiri, seorang ibu dapat menjadi lebih bahagia, penuh energi positif, dan memberikan pengasuhan yang lebih baik bagi anak-anaknya. Walláhu a’lam bi al-shawwáb.