Scroll untuk baca artikel
Example floating
Example floating
Example 728x250
HukumOpini

Skandal Hukum di Balik Kotak Pandora Pagar Laut

×

Skandal Hukum di Balik Kotak Pandora Pagar Laut

Sebarkan artikel ini
Example 468x60

Oleh: Abdurrahman Syafrianto, M.H., Advokat di Mawar Law Office, Pengajar di Pesantren-Sekolah Alam Planet Nufo Rembang, Wakil Sekretaris Bidang Hukum dan Advokasi Pemuda Muhammadiyah Rembang.

Meski pagar laut Tangerang sudah mulai dibongkar sejak 22 Januari 2025 lalu dan ditargetkan selesai dalam waktu 10 hari bukan berarti kasus ini selesai. Ini Ibarat baru membuka kotak pandora, sehingga perlu ada tindakan lebih lanjut untuk mengusut tuntas apa-apa yang terungkap dalam kasus pagar laut ini. 

Example 300x600

Pembongkaran pagar laut Tangerang seakan membuka kotak pandora yang menyimpan segudang persoalan pelik. Di balik proyek ambisius yang mengundang kontroversi itu, tersimpan misteri tentang jaringan kepentingan yang begitu kuat hingga mampu menghambat proses hukum. Meski pihak-pihak yang terlibat sudah teridentifikasi, namun hingga kini penegakan hukum seolah berjalan di tempat.

Adapun pihak yang sudah terindetifikasi atau diduga sebagai dalang di balik pembangunan pagar laut Tangerang sebagaimana laporan Lembaga Bantuan Hukum dan Advokasi Publik (LBHAP) Pimpinan Pusat Muhammadiyah kepada Bareskrim Polri adalah PT Agung Sedayu Group (Perusahan milik Aguan), Ali Hanafi Wijaya (tangan kanan Aguan), Encun alias Gojali dan Mandor Memet, Arsin (Kepala Desa Kohot), dan Dua anggota Jaringan Rakyat Pantura (JRP), yakni Sandi Martapraja dan Tarsin. Laporan ini diserahkan pada Jum’at, 17 Januari 2015 setelah somasi terbuka mereka bersama masyarakat sipil pada Senin, 13 Januari 2025 dengan ultimatum membongkar pagar laut paling lambat 3×24 jam tidak diindahkan.

Ironisnya, sebagaimana yang dilansir dari suara.com (Rabu, 29/01/25) Polda Metro Jaya menyampaikan bahwa belum menemukan unsur pidana pada kasus pagar laut Tangerang. Hal ini  yang kemudian membuat publik bertanya-tanya, ada apa dengan institusi kepolisian? Padahal, Presiden Prabowo sudah mengintruksikan untuk mengusut tuntas kasus pagar laut dan Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Sakti Wahyu Trenggono mengkonfrmasi bahwa pembangunan pagar laut tersebut melanggar ketentuan dalam UU Cipta Kerja yang mewajibkan setiap orang yang melakukan pemanfaatan ruang laut secara menetap di wilayah perairan dan yurisdiksi harus memiliki Kesesuaian Kegiata Pemanfaatan Ruang Laut (KKPRL). Pelanggaran terhadap ketentuan ini dapat dikenakan hukuman pidana, denda, atau sanksi administratif.

Mantan Kabareskrim Polri Komjen Purn Susno Duadji pun menyayangkan sikap Polri yang belum menemukan unsur pidana dan bahkan memberikan petunjuk adanya dugaan tindak pidana umum, khusus, dan pidana lainnya dalam kasus pagar laut. Hal ini bisa dilihat dari fakta-fakta yang terkuak bahwa tindak pidana umumnya adalah pemalsuan, penyalahgunaan dokumen palsu, dan suap, kemudian tindak pidana khususnya adalah korupsi, sedangkan tindak pidana lainnya adalah merusak lingkungan hidup dan kejahatan terhadap kedaulatan negara dengan menjual laut.

Selain LBHAP PP Muhammdiyah yang melaporkan kasus pagar laut ini ke Bareskrim Polri, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) juga melaporkan kasus pagar laut ini ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Pertanyaannya, mengapa proses hukum tak kunjung dimulai? Apakah ada kekuatan besar yang melindungi para pelaku? Ataukah sistem hukum kita memang terlalu lemah untuk menjerat para koruptor? Artinya, terdapat skandal hukum di balik kotak pandora pagar laut.

Pembongkaran pagar laut Tangerang bukan sekadar persoalan infrastruktur semata, melainkan juga menyangkut masalah keadilan dan penegakan hukum. Masyarakat Tangerang, yang selama ini menjadi korban dari proyek kontroversial ini, berhak mendapatkan kepastian hukum. Mereka berhak mengetahui siapa saja yang harus bertanggung jawab atas kerugian negara dan lingkungan yang ditimbulkan.

Kegagalan dalam mengungkap kasus ini akan menambah preseden buruk bagi penegakan hukum di Indonesia. Ini akan menunjukkan bahwa hukum hanya berlaku bagi orang lemah, sementara orang-orang kuat dapat dengan mudah lolos dari jerat hukum. Penerapan asas hukum “equality before the law pun jauh dari harapan. Akibatnya, kepercayaan masyarakat terhadap aparat penegak hukum akan semakin menurun. Karena itu, ini merupakan momentum bagi Presiden Prabowoo di 100 hari kerjanya untuk mulai melahirkan preseden baik dan menghilangkan bayang-bayang oligarki.

Selain itu, perlu ada upaya ekstra dari berbagai pihak untuk memastikan kasus ini dapat diusut tuntas. Pemerintahan Bapak Presiden Prabowoo melalui aparat penegak hukum, harus menunjukkan keseriusannya dalam memberantas korupsi, sebagaimana janji politik dan komitmennya selama ini. Jangan sampai hanya omon-omon saja.

Lebih lanjut masyarakat juga harus terus mengawal proses hukum ini agar tidak terjadi upaya-upaya untuk menghambat atau mengaburkan kasus. Sebab, sadar atau tidak, pemerintah sering kali menggunakan strategi pengalihan isu untuk mengaburkan suatu kasus.

Media massa juga memiliki peran penting dalam kasus ini. Media harus terus menyoroti perkembangan kasus dan memberikan informasi yang akurat kepada publik. Dengan demikian, masyarakat dapat terus memantau dan memberikan tekanan pada aparat penegak hukum agar bertindak cepat dan tegas. Tidak dapat dipungkuri, penegakan hukum kita masih menggunakan sistem “no viral, no justice”.

Dalam konteks yang lebih luas, kasus pagar laut Tangerang juga menjadi cerminan dari lemahnya pengawasan terhadap proyek-proyek infrastruktur di Indonesia. Seringkali, proyek-proyek besar sarat dengan kepentingan politik dan bisnis sehingga mengabaikan aspek lingkungan dan sosial. Akibatnya, proyek-proyek tersebut justru merugikan masyarakat banyak.

Untuk mencegah terulangnya peristiwa serupa, perlu dilakukan reformasi menyeluruh terhadap sistem pengawasan proyek infrastruktur. Pengawasan harus dilakukan secara transparan dan melibatkan masyarakat. Selain itu, perlu juga dilakukan perbaikan terhadap sistem perizinan dan tata ruang agar tidak mudah dimanipulasi oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.

Kasus pagar laut Tangerang adalah sebuah skandal nasional yang menuntut perhatian serius dari semua pihak.  Kegagalan dalam mengungkap kasus ini akan menambah noda hitam dalam sejarah penegakan hukum di Indonesia. Untuk itu, kita semua harus bersatu padu untuk memperjuangkan keadilan dan menunut penegak hukum menegakkan hukum di Indonesia dengan seadil-adilnya.

Example 300250
Example 120x600

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *