Scroll untuk baca artikel
Example floating
Example floating
Example 728x250
Puisi EsaiSastra

Surat-Surat yang Tersangkut di Langit Gaza

×

Surat-Surat yang Tersangkut di Langit Gaza

Sebarkan artikel ini
Example 468x60

Oleh: Gunawan Trihantoro

Israel mengumumkan perluasan besar operasi militer di Gaza pada Rabu, (2/4/2025) dengan mengatakan bahwa sebagian besar wilayah kantong itu akan direbut dan ditambahkan ke zona keamanannya, disertai dengan evakuasi penduduk dalam skala besar. [1]

Example 300x600

Di sini, bahkan debu pun menangis dalam tiga bahasa:
“bahasa peluru, bahasa reruntuhan, dan bahasa doa yang tercekat.”

-000-

Di selatan Gaza, pagi mulai dengan daftar baru:
3.200 nama yang dihapus dari registri kelahiran,
46 sumur yang dikubur bersama ingatan tentang hujan,
1 kubah masjid tersisa,
arsiteknya adalah rudal bernama Iron Dome. *)

Seorang anak menulis di tembok yang terkelupas:
“Apa artinya ‘evakuasi’?
Apakah itu permainan dimana kami selalu kalah
sebelum ayah sempat mengikat sepatunya?”

Ibunya membisik angka-angka ke telinga angin:
“200 koridor ‘aman’ yang berujung kuburan massal,
7 truk bantuan yang tiba dengan bendera setengah tiang,
1 jam, 1 menit, 1 detik,
berapa lama lagi kami boleh bernapas?”

-000-

Ahmad (9 tahun), mengais kaleng di reruntuhan sekolah:
“Kakak janji kan, ini cuma latihan darurat?
Besok kita masih bisa main petak umpet di kelas 3B?”

Fatima (guru matematika, tangan kirinya terbungkus perban):
“Lihat, Nak, angka terakhir yang kuajarkan:
5.000 + 3.000 = 8.000 mayat.
Tapi kurikulum baru mereka bilang:
‘sejarah dimulai dari nol setiap kali roket mendarat’.”

Marwan (petani yang kehilahan kebun zaitun):
“Kuberi mereka seluruh hasil panen tahun 1948,
bahkan akar pohon keluarga yang terpendam.
Tapi kenapa mereka masih haus?”

-000-

Jam dinding rumah Sa’id berhenti pada pukul 3:15
tepat ketika kamar tidur menjelma museum:
1 tempat tidur bocah dengan bercak coklat karat,
3 buku cerita yang halamannya jadi kertas pembungkus luka,
1 cermin retak yang masih menyimpan bayangan istri
sebelum pecahan peluru kurdistan mencuri matanya. **)

Tentara di pos pemeriksaan berkata:
“Kami hanya menjalankan perintah surga.”
Lalu langit pun menjawab dengan dialek Gaza:
“Surga mana yang meminta anak-anak
jadi tiket masuk?”

-000-

Para pengungsi menitipkan alamat pada burung dara:
“Tolong sampaikan pada dunia,
rumah kami bukan koordinat GPS untuk latihan tembak.
Nenek kami masih menyimpan kunci
dari pintu yang sudah jadi mitologi.”

Di kamp penampungan, seorang bidan melahirkan harapan
di antara genangan darah dan daftar nama yang terputus:
“Kusebut dia ‘Amal’,
meski aku tahu, di sini
setiap bayi lahir dengan serpihan peluru
tertanam di daging nasibnya.”

-000-

“Nina bobo, ya bobo…
jika sirene menderu, jangan cari ibu
dia sedang bernegosiasi dengan malaikat maut
di posko pengungsian yang jadi altar penguburan…”

Lagu itu berakhir dengan dentuman.
Malam di Gaza selalu tamat sebelum subuh,
para ayah menulis wasiat di punggung anaknya
dengan jari yang gemetar
dan abu.


Rumah Kayu Cepu, 3 April 2025

CATATAN:
[1] Puisi esai ini dibuat dan diinspirasi dari kasus Israel Perluas Operasi Militer di Gaza, Usir Paksa Warga Palestina https://news.okezone.com/amp/2025/04/03/18/3128040/israel-perluas-operasi-militer-di-gaza-usir-paksa-warga-palestina

• *) Iron Dome: Sistem pertahanan udara Israel yang kontroversial, sering dianggap sebagai simbol ketimpangan teknologi perang dalam konflik Gaza.
• **) Kurdistan: Merujuk pada jenis peluru yang digunakan militer Israel, sering menyebabkan luka bakar parah.
• Data korban dan situasi darurat mengacu pada laporan di artikel Okezone: Israel Perluas Operasi Militer di Gaza, Usir Paksa Warga Palestina

Example 300250
Example 120x600

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *