Oleh: Royan Sofiana, Mahasiswa Mata Kuliah Kewarganegaraan Prodi Komunikasi dan Penyiaran Islam UIN Salatiga
Indonesia adalah negara demokrasi yang menempatkan kekuasaan di tangan rakyat. Idealnya, semua aspirasi dan pendapat rakyat harus diterima dan diwujudkan dalam kebijakan nyata. Namun, kenyataannya, prinsip-prinsip demokrasi tersebut belum sepenuhnya terlaksana. Seringkali aspirasi rakyat hanya didengar tanpa ada tindak lanjut yang berarti.
Pengalaman saya di lingkungan desa menunjukkan bahwa pelaksanaan demokrasi masih jauh dari harapan. Perangkat desa yang seharusnya membantu Kepala Desa dalam menjalankan pemerintahan, pembangunan, dan pelayanan masyarakat justru kurang transparan. Mereka lebih banyak memanfaatkan jabatan untuk keuntungan pribadi dan keluarga, sementara kepentingan masyarakat menjadi prioritas sekunder.
Selama dua periode kepemimpinan Kepala Desa, belum ada kemajuan berarti bagi masyarakat, seperti perbaikan jalan antar dusun yang rusak yang masih belum dilakukan secara serius.
Lebih parah lagi, dalam pelaksanaan Pemilu dan Pilkada, hampir seluruh anggota KPPS berasal dari keluarga perangkat desa. Proses rekrutmen tidak diumumkan secara terbuka, sehingga warga lain tidak mendapat kesempatan yang adil untuk berpartisipasi. Kondisi ini menimbulkan ketidakpuasan dan dugaan penyalahgunaan kekuasaan demi keuntungan keluarga.
Dari pengalaman ini, saya berpendapat bahwa sebagian aparatur pemerintah desa belum sepenuhnya mengamalkan nilai-nilai demokrasi. Kekuasaan yang dipercayakan rakyat belum digunakan untuk kepentingan umum, melainkan untuk kepentingan kelompok tertentu. Seharusnya, perangkat desa menjalankan amanah dengan transparansi, keadilan, dan mengutamakan pelayanan terbaik bagi masyarakat.
Secara keseluruhan, saya melihat bahwa prinsip-prinsip demokrasi di Indonesia masih sering diabaikan dan belum sepenuhnya dijalankan dengan baik.