Scroll untuk baca artikel
Example floating
Example floating
Example 728x250
Opini

Fatherless: Pengaruh Kehilangan Figur Ayah terhadap Perkembangan Sosial Remaja

×

Fatherless: Pengaruh Kehilangan Figur Ayah terhadap Perkembangan Sosial Remaja

Sebarkan artikel ini
Khairunnisa Puteri Vallerina
Example 468x60

Oleh: Khairunnisa Puteri Vallerina, Mahasiswa Komunikasi dan Penyiaran Islam Universitas Islam Negeri Salatiga

Rumah yang terlihat utuh, bukan berarti terdapat kehangatan didalamya, mungkin sepatah kalimat yang bisa menggambarkan bagaimana keluarga yang terlihat cemara namun tidak berjalan semestinya. Fenomena Fatherless belakangan ini ramai diperbincangkan oleh kalangan remaja, ketika ia memiliki keluarga yang utuh namun terbiasa untuk tidak mengandalkan peran ayah dalam kehidupannya. Bukan karna tidak mau, bukan karna tidak butuh namun kondisi yang mengharuskan untuk ia berjalan sendirian.

Example 300x600

Komisi Perlindungan Anak Indonesia mengemukakan, keterlibatan ayah dalam pengasuhan anak diIndonesia masih rendah, dimana kualitas dan kuantitas waktu ayah dalam berkomunikasi dengan anak rata-rata hanya sejam perharinya (Asy’ari & Ariyanto, 2019). Fatherless sejatinya tentang hilangnya sosok ayah dalam kehidupan anaknya atau bisa dispesifikkan hadir secara biologis namun tidak memenuhi kebutuhan psikologis dari si anak. Fungsi ayah lambat laun semakin sempit cakupannya, yakni sekedar memberi nafkah sementara fungsi mendidik dan transfer nilai seakan terabaikan begitu saja. Hal itu yang membuat anak kehilangan sebagian figur ayah. Tanpa disadari fungsi mendidik tersebut akan memberi dampak yang besar terhadap anaknya.

Abaikan Peran, Apakah Karna Patriarki?

Dalam perspektif Islam, ayah berperan aktif dalam pengasuhan anak, dari mendidik, mengarahkan, melindungi sampai memenuhi kebutuhan. Surah Luqman [31] ayat 13 sampai 19 menjelaskan ayah harus menjadi teladan bagi anak dan mengajarkan kepada anak tentang nilai – nilai moral dan agama. Namun realita yang terjadi, keterlibatan ayah dalam mendidik anak dinilai sebagai kegagalan ibu dalam rumah tangga, padahal peran keduanya harus seimbang dan melengkapi untuk membina keluarga. Budaya patriarki di Indonesia masih kuat dan bisa dikatakan dominan diterapkan. Posisi menempatkan laki- laki pemegang kekuasaan tertinggi dan pencari nafkah membuat ia lalai, sehingga beranggapan hanya ibu lah yang bertugas mengurus anak karna ayah tidak ingin dianggap “remeh” karna mengurus urusan rumah. Paradigma ayah yang dipengaruhi patriarki, bahwa laki- laki hanya disibukkan bekerja tanpa memperdulikan pengasuhan anak. Lantas, bagaimana kehidupan seorang anak tanpa peran psikologis ayahnya?

Secara mendasar, ketiadaan figur ayah dapat menyebabkan kurangnya model peran yang penting, terutama dalam hal pembelajaran tentang hubungan interpersonal dan pengelolaan emosi remaja. Remaja yang tumbuh tanpa ayah seringkali kesulitan dalam membangun kepercayaan dalam hubungan sosial mereka, karena tidak memiliki contoh konkret tentang bagaimana menjalin hubungan yang sehat dengan orang lain. Ketiadaan ayah juga dapat mempengaruhi perkembangan identitas dan harga diri remaja. Mereka mungkin menghadapi perasaan penolakan, abandonment issues, atau kesulitan dalam memahami nilai diri mereka sendiri. Hal ini dapat menimbulkan masalah dalam membentuk dan mempertahankan hubungan pertemanan yang sehat, serta dapat mempengaruhi kemampuan mereka untuk membangun hubungan romantis yang sehat di masa depan.

Dalam persahabatan yang telah ia percayai, remaja dengan pengalaman Fatherless akan sangat mengandalkan teman- teman mereka untuk dukungan emosional. Mereka akan kesulitan menentukan batasan yang sehat sehingga menciptakan pola persahabatan tidak seimbang dimana mereka selalu dipihak yang ketergantungan terhadap orang lain. Ketergantungan ini mempengaruhi seseorang dalam mengambil keputusan mandiri. Mereka akan selalu mencari persetujuan dari orang yang ia percayai, bahkan untuk hal- hal yang harusnya bisa mereka putuskan sendiri. Hal ini dapat menghambat perkembangan kemampuan problem-solving dan kemandirian dalam jangka panjang.

Akan lebih baik jika anak yang kurang beruntung dalam segi kasih sayang ayah tetap semangat untuk melanjutkan hidup. Tetap berusaha membanggakan kedua orangtua apapun yang terjadi. Tetap semangat untuk mencari ilmu dan jangan biasakan untuk ketergantungan kepada orang lain. Karna pada akhirnya yang bisa diandalkan hanyalah diri sendiri, bukan orang tua apalagi oranglain.

Referensi

Asyâ, H., & Ariyanto, A. (2019). Gambaran keterlibatan ayah dalam pengasuhan anak (Paternal Involvement) di Jabodetabek. Intuisi: Jurnal Psikologi Ilmiah, 11(1), 37–44.

Example 300250
Example 120x600

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *