Scroll untuk baca artikel
Example floating
Example floating
Example 728x250
Cerpen

Sembuh

×

Sembuh

Sebarkan artikel ini
Example 468x60

Oleh: Siti Efrilia, Mahasiswa UIN Salatiga

“Kayaknya bapak udah sembuh deh, Bu,” kata ayahku dengan semangat, ia duduk dan memakan martabak pembelian kakak sulungku dengan lahap. Ibu yang baru saja masuk ke kamar langsung tersenyum mendengar ucapan dari ayah. Ia letakkan satu gelas teh hangat ke meja di samping ranjang, untuk persediaan kalau-kalau ayah haus di tengah malam. Bapakku mengidap kanker liver stadium 4.

“Amin pak, semoga beneran sembuh,” Kata Ibu. Aku ikut tersenyum.

Bapak dan Ibu mungkin berpikir bahwa aku sudah tidur sehingga tidak mendengar obrolan mereka, padahal aku hanya memejamkan mata dan memiringkan tubuhku menghadap ke tembok, mencari cara agar bisa cepat tidur. Umurku masih 10 tahun kala itu, jadi rasanya masih sah-sah saja kalau tidur dengan orangtua. Apalagi kamar di rumahku juga terbatas. Satu untuk kakak sulung dan kakak ketigaku yang berjenis kelamin laki-laki, satu untuk kakak keduaku yang berjenis kelamin perempuan, dan satu lagi untuk kamar Bapak Ibu serta aku sebagai anak bungsu.

Di pagi harinya, samar-samar kudengarkan ibu yang pamit kepada bapakku untuk pergi membeli bubur, hari itu hari kamis, aku tidak sekolah karena semua guru-guru di sekolahku sedang melakukan musyawarah besar. Kakakku semuanya berangkat bekerja, aku masih sayup-sayup membuka mata tapi rasa kantuk masih mendominasi sehingga aku kembali terpejam sebentar supaya kantuknya cepat hilang.

Kutengokkan badanku untuk melihat bapakku yang kini sedang berdiam melihat ke atas plafon rumah, tak biasa ketika aku bangun bapak hanya diam. Biasanya ia langsung menyapaku dengan senyum lemahnya.

Kugoyangkan bahunya pelan, tapi dia tidak merespon. Berkali-kali sampai kini berubah tidak lagi pelan ketika bapakku benar-benar tidak merespon. Aku bangun, melihat bapakku yang masih tetap diam dengan matanya yang terus menatap ke langit-langit rumah. Aku panik, takut terjadi sesuatu kepada bapakku.

Kupanggil nama bapak berkali-kali, tapi ia sama sekali tidak menjawab.

Aku berlari keluar kamar, berteriak memanggil kakakku yang belum berangkat bekerja dan ibuku yang sepertinya belum pulang dari membeli bubur. Teriakan panikku membuat tetangga mendengar dan segera mereka masuk ke rumahku dengan wajah panik.

Kami semua melangkah dengan segera ke kamar, melihat ayah yang matanya kini sudah memerah dan terus menatap kearah langit-langit rumah. Kakakku menangis, membuatku ikut menangis diikuti tetangga yang mulai membacakan surah yasin. Yang kutahu adalah, saat ini ayah sedang mengalami sakaratul maut.

Ibu datang sambil menenteng bubur yang dibungkus dan dimasukkan dalam sekantung plastik putih bening. Ia dengan tidak sabar dan berlari menghampiri kami, melepaskan sekeresek buburnya.

Beberapa saat kemudian napas bapakku tersengal dan setelah itu tidak lagi bernapas, tetanggaku menutup mata bapakku, teriakan ibu yang memanggil bapakku sambil menangis membuatku tak kuasa ikut menahan sesak di dada.

Example 300x600

Hari itu, duniaku terguncang. Bapak yang biasanya pagi-pagi sudah memanasi motornya untuk mengantarku sekolah kini sudah tidak ada.Benar ucapan bapak pada malam sebelumnya, bapak benar-benar sembuh, ia tak merasakan sakit lagi.

Pelukan menenangkan dari saudara jauhku tidak bisa meredakan rasa panas yang menjalar di dada, air mata dan ingus bahkan dengan tidak sopannya mengalir begitu deras. Tatapan orang-orang yang ikut merasakan apa yang keluargaku rasakan semakin mengiris hatiku. Duniaku tidak sama lagi.

Ucapan sabar dari orang-orang yang bertakziah juga seperti angin lalu yang berdengung sekedar simpati. Mereka menceritakan kebaikan bapakku ketika masih hidup, bagaimana ramahnya bapakku yang selalu menyapa para tetangga, juga bagaimana mereka tidak menyangka bapakku yang kemarin masih melontarkan lelucon kini sudah diambil nyawanya.

Di luar sana, masih bisa kulihat remaja-remaja yang memotong bunga sambil tertawa entah sedang membahas apa. Disitu aku sadar, kehilangan bapak yang tengah kurasakan, hanya membuat diriku dan keluargaku yang dunianya berhenti. Di luar, dunia orang-orang masih berputar.

Malam harinya, sambil berkumpul dengan kakak-kakakku, aku memakan bubur yang sedikit basi, yang biasanya dimakan untuk sarapan oleh bapakku dengan air mata yang dengan sengaja diijinkan untuk menetes membasahi pipi.


Example 300250
Example 120x600

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Cerpen

Tangannya kesemutan diikat dibelakang, kakinya tertekuk dengan darah…

Cerpen

Oleh: Anak Pagi Siang hari di tengah ketangguhan…

Cerpen

Di sebuah desa kecil, terdapat hutan yang terkenal…

Cerpen

Oleh: Algazella Sukmasari, S.P.d., Pengajar di Pesantren-Sekolah Alam…

Cerpen

Oleh: Ida Ariyani, M. Sos., Guru Literasi Pesantren-Sekolah…