WAWANCARA EKSKLUSIF PIKIRANBANGSA.CO DENGAN MENKO PANGAN ZULHAS
Pikiranbangsa.co:
Pak Zulhas, dalam berbagai kesempatan Bapak menyuarakan keprihatinan terhadap fenomena demokrasi transaksional di Indonesia. Bisa dijelaskan apa yang sebenarnya dimaksud dengan demokrasi transaksional dan mengapa hal ini menjadi perhatian serius bagi Bapak?
Zulhas:
Demokrasi transaksional adalah praktik politik yang menjadikan kekuasaan sebagai komoditas yang bisa diperjualbelikan. Bentuknya bisa berupa politik uang dalam pemilu, lobi-lobi pragmatis di parlemen, hingga kebijakan yang lebih mengutamakan kepentingan segelintir elite dibandingkan kepentingan rakyat banyak.
Ini sangat berbahaya bagi demokrasi kita. Kalau politik dijalankan secara transaksional, yang terpilih bukan mereka yang punya gagasan dan integritas terbaik, melainkan mereka yang punya uang paling banyak. Akibatnya, kebijakan yang dibuat pun lebih menguntungkan pemodal dibanding rakyat biasa. Inilah yang membuat banyak orang kehilangan kepercayaan terhadap politik dan demokrasi.
Bayangkan jika seorang pemimpin terpilih karena membeli suara, bukan karena visi dan programnya. Setelah terpilih, fokusnya bukan lagi melayani rakyat, tapi mengembalikan modal dan mengamankan kepentingan pihak-pihak yang telah membantunya naik ke kursi kekuasaan. Ini yang membuat kebijakan publik sering tidak berpihak kepada masyarakat luas.
Pikiranbangsa.co:
Dampak negatif dari politik transaksional ini tentu sangat luas. Bisa dijelaskan beberapa dampak konkret yang paling merusak?
Zulhas:
Dampaknya sangat besar dan berbahaya. Ada beberapa hal yang paling terasa:
- Merosotnya Kualitas Kepemimpinan
Pemimpin yang lahir dari transaksi politik cenderung tidak memiliki komitmen kuat terhadap rakyat. Mereka lebih peduli pada kepentingan pemodal dan kelompoknya sendiri. Hal ini membuat kebijakan yang dihasilkan tidak berbasis kepentingan rakyat, melainkan berdasarkan siapa yang paling banyak memberi dukungan finansial. - Korupsi yang Mengakar
Jika politik dijalankan dengan transaksi, maka korupsi menjadi konsekuensi yang hampir pasti. Para pejabat yang menang dengan politik uang akan mencari cara untuk mengembalikan modal mereka, sering kali dengan menyalahgunakan anggaran negara atau menerima suap dalam pengambilan kebijakan. - Melemahnya Kepercayaan Publik terhadap Demokrasi
Masyarakat semakin skeptis terhadap politik. Mereka melihat bahwa proses demokrasi tidak benar-benar mencerminkan suara rakyat, melainkan hanya permainan elite yang memiliki kekuatan finansial. Ini bisa berbahaya karena jika kepercayaan terhadap demokrasi runtuh, maka stabilitas negara pun bisa terganggu. - Pembangunan yang Tidak Berkelanjutan
Pemimpin yang terpilih melalui transaksi politik sering kali tidak punya visi jangka panjang. Fokusnya adalah keuntungan jangka pendek, baik untuk dirinya sendiri maupun bagi kelompok yang mendukungnya. Akibatnya, pembangunan seringkali berjalan tanpa arah yang jelas dan tidak berkelanjutan.
Pikiranbangsa.co:
Kalau begitu, bagaimana cara kita menangkal praktik demokrasi transaksional ini?
Zulhas:
Menangkal demokrasi transaksional butuh kerja bersama. Ada beberapa langkah yang bisa kita ambil:
- Pendidikan Politik untuk Masyarakat
Masyarakat harus diberi pemahaman bahwa suara mereka bukan untuk dijual. Jika mereka menerima politik uang, mereka sebenarnya sedang menggadaikan masa depan sendiri. Kita harus terus mengedukasi masyarakat bahwa pemimpin yang baik itu dipilih berdasarkan kapasitas dan integritasnya, bukan berdasarkan siapa yang membayar paling banyak. - Penegakan Hukum yang Tegas
Aparat penegak hukum harus benar-benar serius memberantas praktik politik uang. Jika ada yang ketahuan membeli suara, harus ada sanksi tegas, baik bagi yang memberi maupun yang menerima. Tanpa penegakan hukum yang jelas, sulit untuk menghapus politik transaksional dari sistem kita. - Reformasi Sistem Politik
Salah satu penyebab utama politik transaksional adalah mahalnya biaya politik di Indonesia. Ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold), misalnya, mendorong partai politik untuk berkoalisi secara pragmatis, yang sering kali berujung pada transaksi politik. Kita perlu meninjau ulang sistem ini agar lebih demokratis dan tidak membuka celah bagi politik uang. - Partai Politik yang Lebih Profesional dan Berintegritas
Partai politik harus lebih selektif dalam merekrut kader. Jangan hanya melihat kekuatan finansial calon pemimpin, tetapi juga rekam jejak, kapasitas, dan komitmen mereka terhadap kepentingan publik. Kalau partai politik masih mengutamakan “yang punya modal besar”, maka demokrasi transaksional akan sulit diberantas. - Peran Media dan LSM dalam Mengawasi Proses Politik
Media dan lembaga swadaya masyarakat (LSM) harus aktif mengawal proses demokrasi. Mereka harus menjadi mata dan telinga masyarakat dalam mengungkap praktik politik uang dan transaksi kekuasaan. Transparansi adalah kunci untuk mencegah terjadinya penyimpangan dalam sistem politik kita.
Pikiranbangsa.co:
Pak Zulhas, seberapa besar peran generasi muda dalam upaya memberantas demokrasi transaksional?
Zulhas:
Generasi muda adalah ujung tombak perubahan. Saya selalu menekankan bahwa anak muda harus aktif dalam politik, bukan hanya sebagai pemilih, tetapi juga sebagai agen perubahan.
Jangan mau hanya menjadi objek politik, tapi jadilah subjek yang menentukan arah politik bangsa ini. Gunakan media sosial untuk menyebarkan informasi yang benar, dorong diskusi yang sehat, dan jangan mudah terprovokasi oleh narasi yang menyesatkan.
Lebih penting lagi, saya ingin melihat lebih banyak anak muda masuk ke dunia politik dengan niat yang benar. Jika kita ingin mengubah sistem, maka kita harus masuk ke dalamnya dan memperbaikinya dari dalam. Jangan biarkan politik hanya diisi oleh mereka yang memiliki kepentingan pribadi atau kelompok.
Pikiranbangsa.co:
Terakhir, apa harapan Bapak untuk masa depan politik di Indonesia?
Zulhas:
Saya ingin melihat Indonesia memiliki sistem politik yang bersih, demokratis, dan benar-benar berpihak kepada rakyat. Kita harus terus memperbaiki sistem kita agar tidak mudah dimanfaatkan oleh segelintir orang untuk kepentingan pribadi.
Saya berharap ke depan, pemimpin-pemimpin yang terpilih adalah mereka yang benar-benar memiliki komitmen untuk melayani rakyat, bukan mereka yang hanya ingin mencari keuntungan dari kekuasaan.
Dan yang paling penting, saya ingin melihat Indonesia tetap bersatu. Politik boleh berbeda, pilihan boleh berbeda, tapi kita semua adalah satu bangsa. Jangan sampai perbedaan politik membuat kita kehilangan rasa persaudaraan dan kebangsaan.
Pikiranbangsa.co:
Terima kasih banyak, Pak Zulhas, atas waktu dan wawasan yang Bapak berikan. Semoga pesan ini bisa menjadi inspirasi bagi masyarakat Indonesia.
Zulhas:
Sama-sama. Mari kita terus berjuang untuk demokrasi yang lebih baik dan Indonesia yang lebih maju.