Oleh: Gunawan Trihantoro
(Sekretaris Forum Kreator Era AI Jawa Tengah)
Generasi Z tumbuh bersama internet, media sosial, dan informasi yang nyaris tak berbatas.
Di era ini, suara mereka tidak bisa lagi dianggap angin lalu.
Mereka bukan generasi pasif yang menunggu digerakkan.
Justru mereka aktif bersuara lewat cara-cara yang khas dan kreatif.
Dulu, politik dianggap milik orang tua dan elite.
Sekarang, politik bisa hadir dalam bentuk meme, story, dan konten TikTok.
Gen Z memang tidak suka formalitas berlebihan.
Tapi bukan berarti mereka tidak peduli terhadap kondisi sosial-politik.
Sebaliknya, mereka sangat kritis dan sensitif terhadap isu-isu kemanusiaan.
Lingkungan, pendidikan, kesetaraan, dan hak asasi jadi topik yang sering mereka angkat.
Namun sayangnya, ruang-ruang pendidikan politik masih sangat terbatas.
Materi cenderung kaku, tidak komunikatif, dan tidak sesuai zaman.
Padahal, kalau diformat dengan pendekatan digital yang interaktif,
politik bisa menjadi menarik dan bahkan menyenangkan untuk dipelajari.
Bayangkan ada platform edukasi politik berbasis kecerdasan buatan.
Namanya bisa “Gen Z Suara Kita”, yang fokus mendekatkan mereka pada isu politik.
Di dalamnya, pengguna bisa ngobrol dengan chatbot soal hak-hak sipil.
Atau ikut simulasi jadi pembuat kebijakan dan melihat dampaknya.
Pendekatan seperti ini bukan hanya edukatif, tapi juga memberdayakan.
Gen Z tidak lagi menjadi objek, tapi subjek aktif dalam demokrasi.
Platform ini juga bisa menyajikan konten yang sesuai minat personal.
Misalnya, jika tertarik isu pendidikan, maka kontennya menyesuaikan secara otomatis.
Hal ini membuat pembelajaran jadi lebih relevan dan mudah diserap.
Tak ada lagi kesan bahwa politik itu rumit dan membosankan.
Di era digital ini, kecepatan dan visualisasi sangat berperan.
Infografis, video pendek, dan simulasi lebih disukai ketimbang bacaan panjang.
Inilah kesempatan emas bagi edukator dan pegiat demokrasi.
Untuk menyajikan konten politik yang dekat dan akrab bagi Gen Z.
Namun lebih dari sekadar edukasi, kita juga perlu ruang aman.
Ruang di mana Gen Z bisa berbicara tanpa takut dibungkam atau dibully.
Kebebasan berpendapat harus dijaga agar suara mereka berkembang.
Demokrasi tidak akan sehat tanpa partisipasi generasi penerus.
Jangan lagi anggap Gen Z tidak peduli hanya karena caranya berbeda.
Mereka bukan golongan diam, mereka hanya mengekspresikan diri dengan cara baru.
Kekuatan Gen Z adalah kolaborasi dan keberanian berbicara.
Mereka berani menyentuh isu sensitif yang kadang dihindari generasi sebelumnya.
Dengan pendekatan yang tepat, Gen Z bisa jadi penggerak sosial yang kuat.
Bukan hanya pemilih pasif, tapi pelaku aktif dalam perubahan kebijakan.
Mereka adalah masa depan demokrasi yang harus dirawat sejak hari ini.
Karena suara mereka akan membentuk arah bangsa ke depan.
“Gen Z Suara Kita” bukan sekadar program, tapi ruang ekspresi dan refleksi.
Sarana untuk mengenal demokrasi, memahami hak, dan melatih keberanian berpikir kritis.
Mari kita hadirkan lebih banyak ruang seperti ini di sekolah, komunitas, dan digital.
Karena ketika Gen Z bersuara, seharusnya yang lain belajar mendengarkan. (*)