Scroll untuk baca artikel
Example floating
Example floating
Example 728x250
KolomOpiniPendidikan

Keteladanan Literasi: Guru Membaca, Murid Terinspirasi

×

Keteladanan Literasi: Guru Membaca, Murid Terinspirasi

Sebarkan artikel ini
Example 468x60

Oleh: Gunawan Trihantoro
(Sekretaris Komunitas Puisi Esai Jawa Tengah)

Pendidikan yang bermakna tidak sekadar mentransfer ilmu, melainkan menanamkan nilai melalui keteladanan konkret. Guru sebagai role model memiliki kekuatan untuk membentuk budaya literasi melalui aksi nyata, bukan sekadar teori.

Example 300x600

Penelitian Bandura (1977) membuktikan bahwa manusia belajar melalui observasi terhadap figur otoritatif. Ketika guru secara konsisten terlihat membaca dengan penuh makna, murid akan menginternalisasi perilaku ini sebagai sesuatu yang bernilai.

Era digital yang sarat distraksi justru memantik urgensi keteladanan literasi. Guru yang aktif berbagi refleksi bacaan – baik karya sastra maupun referensi ilmiah – menciptakan budaya diskusi yang hidup di kelas.

Lingkungan sekolah perlu mendukung melalui kebijakan structural, perpustakaan yang nyaman, jam baca terjadwal, dan akses terhadap koleksi mutakhir. Yang utama, guru harus menjadi bagian aktif dari ekosistem ini, bukan sekadar pengawas.

Membaca sebagai fondasi kecakapan abad 21 hanya bermakna ketika dipraktikkan sebagai kebiasaan kritis. Guru yang memfasilitasi diskusi berbasis teks mengajarkan murid untuk membedah ide, bukan sekadar menelan informasi mentah.

Komitmen pribadi guru menjadi kunci, dengan terus memperkaya diri melalui bacaan berkualitas dan terlibat dalam komunitas literasi. Data UNESCO (2021) menunjukkan, sekolah dengan guru pembaca aktif memiliki indeks literasi murid 40% lebih tinggi.

Dampaknya bersifat multidimensi, dari peningkatan kompetensi akademik hingga pembentukan karakter pembelajar sepanjang hayat. Murid yang terpapar keteladanan literasi akan memandang membaca sebagai kebutuhan alamiah, bukan beban kurikuler.

Guru juga berperan sebagai kurator yang memperkenalkan khazanah bacaan plural, dari sastra lokal hingga karya filosofis global. Inilah cara membangun kecerdasan budaya sekaligus kepekaan sosial melalui literasi.

Pada skala makro, praktik keteladanan ini berkontribusi pada terciptanya masyarakat epistemic, di mana pengetahuan menjadi dasar penyelesaian masalah. Setiap guru yang membangun budaya baca sesungguhnya sedang menanam benih kemajuan peradaban.

Untuk optimalisasi diperlukan sinergi tripartit: (1) komitmen individu guru, (2) dukungan kebijakan sekolah, dan (3) keterlibatan komunitas. Program pelatihan berkelanjutan dan penyediaan sumber bacaan harus menjadi prioritas.

Esensi keteladanan literasi terletak pada kemampuan menyulut api keingintahuan. Ketika guru menjadikan buku sebagai sahabat dialog, murid akan menemukan makna intrinsik dalam setiap halaman yang dibaca.

Inilah transformasi pendidikan sejati, saat keteladanan guru tidak hanya menciptakan pembaca pasif, melainkan pemikir kritis yang kelak akan meneruskan estafet literasi ke generasi berikutnya. Sebuah warisan abadi yang bermula dari kesederhanaan seorang guru yang membuka buku (untuk membaca) di depan murid-muridnya. (*)

Example 300250
Example 120x600

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *