Scroll untuk baca artikel
Example floating
Example floating
Example 728x250
Mimbar Mahasiswa

Tantangan Demokrasi: Penolakan Kremasi di Desa Ngaran II

×

Tantangan Demokrasi: Penolakan Kremasi di Desa Ngaran II

Sebarkan artikel ini
Example 468x60

Oleh: Aida Tsuraya Muazzah, Mahasiswa UIN Salatiga

Demokrasi merupakan bentuk pemerintahan di mana kekuasaan tertinggi berada di tangan rakyat, dimana rakyat bebas berpendapat dan menyuarakan aspirasinya. Demokrasi sebagai sistem yang memastikan bahwa keputusan-keputusan penting yang mempengaruhi kehidupan bersama dibuat oleh rakyat. Demokrasi bisa dilakukan secara langsung maupun perwakilan.

Example 300x600

Pengalaman di Desa daerah tempat tinggal saya, pelaksanaan prinsip demokrasi sudah dapat diterima dengan baik. Contohnya yang saat ini terjadi di Daerah tempat tinggal saya yaitu tentang adanya penolakan pembangunan tempat kremasi. Warga melakukan aksi penolakan dikarenakan kremasi tersebut dapat mengganggu keharmonisan dan juga norma yang berlaku di lingkungan masyarakat, dari yang disampaikan oleh kepala dusun alasan penolakan lebih mengarah pada pertimbangan jumlah umat atau komunitas yang lebih besar, serta dampak sosial terhadap warga yang terlibat. Meskipun ada upaya untuk menghormati keberagaman, ada pula keprihatinan mengenai bagaimana keputusan individu bisa berdampak pada masyarakat secara luas, terutama dalam hal tradisi atau praktik keagamaan yang sensitif.

Warga menolak kremasi juga bukan karena intoleransi tetapi karena niat kremasi ini hanya untuk personal atau untuk orang pribadi bukan untuk umat banyak, kenapa kremasi pribadi harus mengorbankan orang banyak atau warga dari dusun tersebut. Pada pertemuan pertama antara tokoh masyarakat yang digelar dalam pertemuan tersebut, sudah disepakati penolakan rencana kremasi, kemudian penolakan warga perihal kremasi diteruskan kepada walubi pusat dengan tembusan Walubi Jawa Tengah.

Di situ baru muncul bahwa kremasi itu hanya untuk kremasi personal bukan untuk seluruh umat Buddha, akhirnya perkembangan ini disepakati ramai-ramai untuk menolak remasi itu. Intinya bawa tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh pemuda dan seluruh masyarakat yang hadir malam itu menyepakati bahwa tidak ada ngaben versi umat Budha dan kremasi, kesepakatan itu sudah disepakati dengan membuat surat yang diketahui sudah ditandatangani oleh seluruh ketua RT, kepala desa dan juga bapak camat. Intinya kita menolak wacana tempat ngaben versi umat Buddha dan kremasi.

Kremasi akan dilakukan di daerah persawahan dengan pemilik lahan dari istri yang akan dikremasi, persawahan tersebut terletak di belakang vihara di dusun tersebut, persawahan tersebut digarap oleh warga yang bertempat tinggal di lingkungan tersebut, pihak tim wacana kremasi melakukan diskriminasi dengan pengancaman kepada para penggarap sawah dengan tidak memperbolehkan mereka menggarap sawah tersebut. Bahkan vihara tersebut, warga tidak mengetahui perizinan pembangunan vihara itu, dikarenakan perizinan awal tempat vihara itu perizinannya adalah pembangunan tempat penginapan, namun seiring berjalannya waktu tempat tersebut berubah menjadi vihara.

Warga melakukan aksi penolakan dengan pemasangan banner yang sudah disepakati oleh seluruh warga terutama pemuda pada dusun tersebut, dan dari informasi yang didapat pemasangan banner sudah disepakati oleh pemimpin warga atau camat. Selang satu malam pemasangan banner tersebut, secara tiba-tiba camat menyuruh warga untuk mencopot banner dengan alasan itu merupakan tindakan yang tidak menggunakan perasaan. Sudah beberapa kali diadakan pertemuan antara warga, pihak keamanan dari polsek dan juga TNI, dan juga pimpinan kecamatan, tetapi hingga saat ini belum ada keputusan tentang adanya penolakan kremasi di daerah tersebut.

Penolakan warga didasari kekhawatiran terhadap dampak lingkungan, kesehatan, beserta kenyamanan sosial. Warga juga mempertanyakan resiko munculnya asap dan bau menyengat dari proses pembakaran tersebut, yang dikhawatirkan bisa menimbulkan ketidaknyamanan hingga gangguan psikologis terutama bagi anak-anak dan lansia. Kabupaten telah mengupayakan mediasi yang melibatkan kepala dusun, tokoh masyarakat, serta perwakilan dari walubi atau perwakilan dari umat Budha Indonesia. Namun hingga kini, belum tercapai titik temu antara pihak keluarga dan masyarakat.

Penolakan kremasi Murdaya Poo di Dusun Ngaran II Borobudur mencerminkan proses demokrasi yang kompleks, di mana warga memiliki hak untuk menyampaikan penolakan mereka terhadap rencana kremasi di lahan tersebut. Aparat dan pemimpin daerah berupaya melakukan mediasi dan mencari solusi yang dapat diterima oleh semua pihak, namun hingga saat ini belum ada kesepakatan yang tercapai. Proses ini mencerminkan aspek demokrasi yang baik dalam hal kebebasan berekspresi dan partisipasi masyarakat dalam pengambilan keputusan, namun juga menunjukkan tantangan dalam mencapai konsensus dalam isu yang sensitif.

Example 300250
Example 120x600

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *