Oleh: Winda Mufidatul Magfiroh, Mahasiswa UIN Salatiga
Salah satu pengalaman pribadi yang berkesan dalam hidup saya yaitu ketika sayamengikuti organisasi karang taruna di desa saya. Karang taruna ini adalah langkah awal saya untuk mengetahui seberapa persen desa saya melakukan sifat demokrasi. Karang taruna inibergerak di bidang sosial, keagamaan, dan seni. Karang taruna di desa saya mengadakanmusyawarah rutin setiap satu bulan sekali.
Dalam musyawarah tersebut, setiap remaja yang hadir akan diberikan kesempatanuntuk menyampaikan pendapat, kritik, maupun ide untuk kegiatan yang akan dilaksanakantanpa memandang status dia atau kedekatan dengan pengurus karang taruna ini. Waktu itu sayadan teman saya memberanikan diri untuk mengusulkan pendapat saya tentang lomba 17 Agustus, alangkah baiknya lomba-lomba tersebut tidak hanya yang bersifat hiburan, tetapi jugabersifat pendidikan, seperti lomba cara berwudhu dengan benar, hafalan surat pendek, LCCQ (Lomba Cerdas Cermat Qur’an), sholat subuh dan PILDACIL (Pidato Da’i Kecil).
Pendapat tersebut didengar dan kemudian didiskusikan bersama, meskipun ada yang tidak disetujui. Namun, proses itulah yang membuat saya merasa dihargai dan dianggap. Hal ini adalah bentuknyata akan adanya prinsip-prinsip demokrasi di desa saya yang cukup terbuka terhadappendapat ke semua pihak.Di bidang sosial sendiri kami juga mengelola dana untuk keperluan kegiatan sosial,seperti mengurus santunan anak yatim di setiap tanggal 10 Muharram, mengadakan kerja bakti tahun dua kali, dan penggalangan dana bagi keluarga yang sedang tertimpa musibah.
Setiap mengadakan atau merencanakan kegiatan sosial selalu dimusyawarahkan terlebih dahulu. Semua keputusan pasti diambil bersama, dan tidak pernah sekali pun diputuskan secara sepihakoleh ketua atau pengurus inti saja. Di bidang keagamaan, karang taruna juga berperan aktifdalam melaksanakan kegiatan, seperti Peringatan Hari Besar Islam (PHBI), misalnya Maulid Nabi, Nuzulul Qur’an, Isra’ Mi’raj, Lailatul Qadar, dan lain-lain.
Dalam proses perencanaankegiatan ini, semua keputusan diambil melalui musyawarah, mulai dari remaja, pemuda,hingga tokoh Masyarakat. Hal ini dilakukan agar setiap keputusan yang diambil mencerminkankesepakatan bersama. Dari situ saya belajar bahwa nilai-nilai demokrasi bukan hanya soalmemilih pemimpin saja, akan tetapi juga tentang bagaimana ikut serta dalam berpartisipasimerancang kegiatan keagamaan secara terbuka dan semangat kebersamaan.
Adapun dari bidang seni dan budaya, nilai demokrasi terlihat dalam pelaksanaan karnaval desa yangdiselenggarakan setiap bulan Agustus lebih tepatnya setelah upacara 17 Agustus. Seluruhwarga ikut berpartisipasi dalam menyelenggarakan karnaval, baik sebagai peserta maupunpanitia. Selain itu, pada momen-momen tertentu seperti peringatan hari besar mengadakankesenian tradisional Seperti jantilan, kobro, dan leak kesenian ini ditampilkan sebagai bentukpelestarian budaya local. Hal tersebut dilakukan secara musyawarah Bersama yang menjadiinti praktik demokrasi di Tengah Masyarakat.
Meski demikian, saya masih mengamati bahwa prinsip demokrasi di karang tarunadesa saya tidak selalu berjalan sempurna. Terkadang masih ada anggota yang ragu untukmenyuarakan pendapatnya, karena kurang percaya diri dengan argumennya atau takut tidakdianggap. Hal ini menjadi tantangan dalam membangun sifat demokrasi agar semua anggotamerasa suaranya benar-benar dihargai.Dari pengalaman saya mengikuti organisasi karang taruna, saya belajar bahwademokrasi bukan hanya sekedar sistem pemerintahan, tapi juga tercermin cara kita hidup danbergotong royong dalam semangat kebersamaan.
Demokrasi tumbuh ketika setiap orang merasa dihargai, ketika keputusan diambil bersama, bukan untuk kepentingan pribadi maupunkelompok tertentu. Pengalaman ini mengajarkan saya bahwa nilai demokrasi bisa dimulai darilingkungan sekitar, dan peran generasi muda sangatlah penting untuk menjaga kebersamaansemangat demokrasi agar tetap berkembang.
