Scroll untuk baca artikel
Example floating
Example floating
Example 728x250
Kolom

Hari Buku di Era Artificial Intelligence

×

Hari Buku di Era Artificial Intelligence

Sebarkan artikel ini
Example 468x60

Oleh: Gunawan Trihantoro
Ketua Satupena Kabupaten Blora dan Sekretaris Kreator Era AI Jawa Tengah

Hari Buku bukan sekadar perayaan tahunan bagi para pencinta literasi. Ia adalah momen refleksi terhadap makna membaca dan menulis dalam kehidupan manusia yang terus berubah, termasuk di era kecerdasan buatan (AI) seperti sekarang.

Example 300x600

Perkembangan AI telah mengubah cara kita berinteraksi dengan informasi. Buku yang dahulu identik dengan kertas dan tinta, kini hadir dalam format digital, bahkan bisa “dibaca” oleh mesin untuk disarikan atau diringkas dalam hitungan detik.

Teknologi memang menghadirkan efisiensi luar biasa. Namun, di tengah kecanggihan itu, muncul pertanyaan mendasar: apakah peran buku masih relevan saat informasi bisa didapat dengan cepat dari chatbot atau mesin pencari berbasis AI?

Jawabannya: justru semakin penting. Buku tidak sekadar menyajikan data, melainkan menyulam narasi, mendalami konteks, dan menggugah kesadaran pembacanya. Buku melatih kesabaran, fokus, dan empati yang tak bisa dibentuk sekejap oleh interaksi digital.

AI bisa membantu mempercepat pencarian referensi, menyarikan isi buku, atau bahkan menulis draf awal. Tapi kemampuan menganalisis makna, memahami nuansa, dan merasakan nilai-nilai di balik kata -itulah ranah manusia yang tak tergantikan.

Kita hidup di zaman ketika banyak yang lebih suka membaca caption daripada bab. Buku dipandang terlalu panjang, lambat, dan melelahkan. Padahal, justru dalam proses membaca buku, kita dilatih membangun daya tahan intelektual dan emosi.

Hari Buku di era AI adalah panggilan untuk menyeimbangkan teknologi dengan kemanusiaan. Gunakan AI sebagai alat bantu, bukan pengganti. Biarkan buku tetap menjadi sahabat setia dalam proses pendewasaan pikiran dan hati.

Generasi muda mesti diajak untuk melihat buku sebagai jendela dunia yang tak pernah usang. Bahkan buku yang ditulis ratusan tahun lalu masih mampu menjawab kegelisahan zaman hari ini, karena makna tak terikat waktu.

AI bisa memindai ribuan buku, tapi hanya manusia yang bisa merasakan getar makna dari setiap kalimat yang ditulis dengan jiwa. Itulah mengapa literasi tetap menjadi pondasi utama dalam membangun peradaban, bahkan di tengah revolusi digital.

Momentum Hari Buku adalah kesempatan untuk membangkitkan semangat membaca dan menulis. Perpustakaan digital, buku audio, dan platform daring harus dimanfaatkan untuk menjangkau lebih banyak orang, tanpa menghilangkan esensi dari sebuah karya tulis.

Pendidikan literasi hari ini tak bisa lagi hanya mengajarkan cara mengeja dan membaca. Ia harus membentuk kemampuan berpikir kritis, memilah informasi, dan memahami nilai-nilai luhur dari sebuah teks. Inilah tantangan literasi di era AI.

Buku bukan sekadar media informasi, tapi medium transformasi. Banyak tokoh besar dunia yang terinspirasi dari satu buku yang mengubah hidup mereka. Buku tetap menjadi bahan bakar bagi imajinasi, inovasi, dan kemanusiaan.

Di tengah hiruk-pikuk konten viral dan banjir informasi, buku mengajarkan untuk berhenti sejenak, merenung, dan memahami makna terdalam dari kehidupan. Ia adalah penyeimbang antara kecepatan dan kedalaman.

Sebagai bangsa yang ingin maju, kita tak boleh melupakan buku. Pendidikan yang kuat bertumpu pada budaya baca yang kokoh. AI bisa mempercepat, tapi hanya buku yang bisa meneguhkan fondasi nilai dan kebijaksanaan.

Hari Buku bukan tentang romantisme masa lalu, melainkan tentang harapan masa depan. Mari terus membaca, menulis, dan memaknai, agar kita tidak kehilangan arah di tengah arus kemajuan yang begitu deras.

Karena di balik setiap buku, tersimpan kekuatan untuk mengubah dunia, dan itu dimulai dari halaman pertama yang kita baca hari ini. (*)

Example 300250
Example 120x600

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Kolom

Oleh Gunawan TrihantoroSantri dari KH. Hasan Basri Di…