Scroll untuk baca artikel
Example floating
Example floating
Example 728x250
Ekonomi

Eksistensi Zakat: Antara Idealitas Negara dan Realitas Korupsi

×

Eksistensi Zakat: Antara Idealitas Negara dan Realitas Korupsi

Sebarkan artikel ini
Example 468x60

Oleh: Wa Ode Alyana Putri Amsya

Mahasiswa Perbankan Syariah UIN Walisongo Semarang, Ketua Umum HMI Komisariat FEBI Periode 2024-2025

Example 300x600

Zakat adalah salah satu rukun Islam kedua yang wajib diamalkan oleh setiap muslim. Hal tersebut berdasarkan perintah Allah yang terdapat dalam Al-Qur’an dan Sunnah. Zakat disebut secara langsung setelah shalat sebanyak delapan puluh delapan dua kali di dalam Al-Qur’an. Ini menjadikan zakat sebagai konsensus (Ijma’ ulama’) yang tidak boleh dilanggar.

Allah SWT berfirman:

وَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ وَآتُوا الزَّكَاةَ وَارْكَعُوا مَعَ الرَّاكِعِينَ

Artinya: “Dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku’lah bersama dengan orang-orang yang ruku.” (QS. Al-Baqarah: 43)

Secara normatif zakat merupakan suatu kewajiban bagi setiap muslim yang bersifat mutlak. Selain itu, zakat merupakan salah satu rukun Islam seperti yang sudah disebutkan di awal, karena itu zakat juga adalah salah satu landasan keimanan seorang muslim. Selain sebagai landasan keiminan zakat, sebagai ukuran kualitas keislaman yang merupakan bentuk aplikatif kepedulian seorang muslim kepada muslim yang lain. Disebut sebagai indikator keislaman karena dalam teori ekonomi Islam diterangkan bahwa dengan zakatlah, kekayaan dapat terdistribusi ke setiap lapisan masyarakat, sehingga yang merasakan kestabilan ekonomi tidak hanya golongan menengah ke atas.

Di Indonesia, zakat dikelola oleh badan khusus yang disebut dengan Badan-Badan Amil Zakat yang diselenggarakan di masjid-masjid maupun badan-badan lainnya. Sehingga dalam hal pendistribusian, masing-masing badan penyelenggara memiliki visi-misi dalam menyalurkan zakat yang telah dihimpun. Demikian karena eksistensi zakat diharapakan menjadi salah satu langkah strategis untuk memberantas kemiskinan dan menghapus kesenjangan antara golongan kaya dan golongan miskin.

Berbeda di zaman Rasulullah, yang pada masa itu institusi zakat mulai dari penghimpunan hingga pendistribusian, dilakukan langsung oleh negara. Jika dikomparasikan dengan zaman sekarang maka bisa disimpulkan bahwa manajemen zakat sebetulnya belum maksimal dalam memberantas kemiskinan atau minimal mencukupi kebutuhan konsumtif umat muslim, artinya belum sesuai dengan teori idealitas yang ada dalam ekonomi Islam. Nyatanya masih ada jutaan umat Islam di Indonesia yang kerap merasakan pahitnya kemiskinan bahkan tidak sedikit pula dari mereka yang terpaksa mengakhiri hidup karena sudah tidak sanggup menghadapi pelik dan rumitnya masalah ekonomi. Berdasarkan data yang dihimpun oleh Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa pada maret 2025 terdapat setidaknya 23,85 juta orang yang terjebak dalam kemiskinan. Data per maret 2025 diketahui bahwa jumlah umat Islam ada 86,94 %. Artinya dari data yang dihimpun oleh BPS mengenai populasi kemiskinan di Indonesia, didominasi oleh orang Islam berdasarkan proporsi logis jumlah penduduk.

Realita ini selanjutnya meninggalkan kebingungan, sebenarnya bagaimana konsep penyaluran zakat yang dilakukan oleh badan-badan terkait selama ini. Tidak punya alasan konkrit untuk benar-benar menyalahkan konsep distribusi oleh badan terkait. Bisa saja dana yang tersalurkan pada muslim yang membutuhkan memang sudah tepat sasaran dan sesuai konsep, hanya saja karena zakat tidak menjadi tanggung jawab negara melainkan badan amil zakat. Sehingga sebagian umat muslim di Indonesia yang sebenarnya mampu membayar zakat, tidak merasa ditekan oleh aturan yang mewajibkan mereka agar mengalokasikan sebagian hartanya untuk orang-orang yang tidak mampu melalui zakat. Maka dari kemungkinan ini, diperlukan peran negara secara langsung agar turut andil dalam menghimpun, mengelola, dan mendistribusikan zakat.

Harus ada kebijakan yang ketat bagi orang yang telah memiliki kekayaan di tingkat atau kriteria tertentu untuk menyisihkan sebagian hartanya kepada lembaga zakat yang selanjutnya didistribusikan ke seluruh lapisan masyarakat muslim yang tidak mampu. Pemerintah diharapkan dapat memberikan penekanan serius kepada warganya yang beragama Islam untuk membayar zakat. Selanjutnya untuk memenuhi kebutuhan konsumtif, pemerintah juga bisa menyisihkan dana zakat ke sektor-sektor yang bersifat produktif. Dana produktif itulah yang selanjutnya didistribusikan untuk masyarakat muslim yang ingin menjalankan suatu usaha tertentu namun terhalang oleh modal. Meski pengelolaan zakat, memerlukan peran negara, akan tetapi masih ada dilematis dalam hal transparansi dan akuntabilitas, mengingat masih banyak kasus penyalahgunaan wewenang dan korupsi yang dilakukan oleh berbagai sektor pemerintahan.

Example 300250
Example 120x600

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *