Oleh: Hasan Saifulloh, Mahasiswa UIN Salatiga
Di tengah krisis lingkungan global yang semakin nyata, demokrasi memegang peranan penting dalam menentukan arah pembangunan dan kebijakan lingkungan suatu negara. Demokrasi tidak hanya berarti sistem pemerintahan yang memberi ruang partisipasi rakyat dalam pemilihan umum, tetapi juga melibatkan partisipasi aktif masyarakat dalam setiap aspek kehidupan publik, termasuk perlindungan terhadap lingkungan hidup. Hubungan antara demokrasi dan lingkungan hidup merupakan keniscayaan, sebab tanpa keterlibatan aktif masyarakat, pembangunan yang berkelanjutan akan sulit terwujud.
Dalam sistem demokrasi, kebijakan lingkungan seharusnya lahir dari proses dialog antara pemerintah dan rakyat. Sayangnya, dalam praktiknya, pembangunan sering kali mengabaikan aspek lingkungan karena tekanan kepentingan ekonomi dan politik. Kesadaran akan pentingnya pelestarian lingkungan hidup sebenarnya telah tertuang dalam berbagai regulasi di Indonesia, seperti Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, serta berbagai konvensi internasional yang telah diratifikasi oleh Indonesia. Salah satu bentuk nyata dari partisipasi demokratis dalam menjaga lingkungan adalah melalui gerakan masyarakat sipil.
Banyak komunitas, organisasi non-pemerintah, dan kelompok lokal yang aktif memperjuangkan isu lingkungan. Mereka tidak hanya melakukan aksi protes, tetapi juga mengedukasi masyarakat, melakukan reboisasi, membersihkan lingkungan, serta terlibat dalam penyusunan kebijakan daerah. Gerakan ini menunjukkan bahwa masyarakat mampu menjadi aktor utama dalam menjaga keberlanjutan lingkungan, bukan hanya objek pembangunan semata. Pendidikan lingkungan juga menjadi salah satu aspek penting dalam membangun kesadaran ekologis masyarakat.
Dalam konteks ini, sekolah, perguruan tinggi, dan lembaga pendidikan memiliki tanggung jawab moral untuk menanamkan nilai cinta alam dan tanggung jawab terhadap lingkungan sejak dini. Pendidikan yang baik akan melahirkan warga negara yang tidak hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga bijaksana dalam memperlakukan lingkungan. Dalam sistem demokrasi, masyarakat juga memiliki hak untuk mengawasi dan mengkritisi kebijakan pemerintah yang tidak berpihak pada lingkungan. Partisipasi masyarakat dalam pemilu sangat menentukan arah kebijakan lingkungan di masa depan.
Pemilih yang cerdas akan mempertimbangkan rekam jejak calon pemimpin terkait kepedulian terhadap isu lingkungan. Pemilih yang bijak akan menuntut janji-janji kampanye dan menagih komitmen para pemimpin terhadap perlindungan alam. Selain melalui jalur politik, masyarakat juga dapat berperan melalui praktik keseharian yang ramah lingkungan sebagai bentuk nyata dari demokrasi partisipatif, seperti mengurangi penggunaan plastik, mendaur ulang sampah, menggunakan transportasi ramah lingkungan, dan mendukung produk-produk lokal yang berkelanjutan.
Di berbagai daerah di Indonesia, masyarakat adat justru menjadi pelopor dalam menjaga kelestarian lingkungan. Demokrasi yang sehat harus mampu mengakomodasi kearifan lokal sebagai bagian dari sistem perlindungan lingkungan nasional. Pembangunan yang berpihak pada rakyat seharusnya tidak hanya mengejar pertumbuhan ekonomi, tetapi juga memperhatikan daya dukung dan daya tampung lingkungan. Namun demikian, tantangan dalam mewujudkan partisipasi masyarakat masih besar. Rendahnya literasi lingkungan dan maraknya kriminalisasi terhadap aktivis lingkungan menjadi hambatan serius. Pemerintah dan aparat penegak hukum harus menjamin kebebasan bersuara serta melindungi para pejuang lingkungan sebagai bagian dari hak asasi manusia. Tanpa perlindungan hukum yang memadai, partisipasi masyarakat dalam menjaga lingkungan akan selalu terancam.
Oleh karena itu, diperlukan sinergi antara pemerintah, masyarakat sipil, sektor swasta, dan media dalam menciptakan budaya demokrasi yang berpihak pada lingkungan. Media massa harus memainkan peran strategis dalam mengedukasi publik dan mengawal isu-isu lingkungan secara objektif dan kritis. Sementara itu, masyarakat sebagai pemilik kedaulatan perlu terus memperkuat kapasitas dan solidaritas dalam menjaga kelestarian alam.
Dalam konteks global, keterkaitan antara demokrasi dan lingkungan hidup menjadi perhatian berbagai organisasi internasional. Prinsip-prinsip demokrasi seperti transparansi, akuntabilitas, dan partisipasi publik merupakan fondasi dari tata kelola lingkungan yang baik. Sebaliknya, negara dengan sistem otoriter sering kali mengesampingkan hak-hak masyarakat atas lingkungan yang sehat demi keuntungan politik atau ekonomi kelompok tertentu.
Indonesia sebagai negara demokrasi terbesar ketiga di dunia memiliki potensi besar untuk mengedepankan pembangunan yang berwawasan lingkungan. Salah satu bentuk implementasi partisipasi lingkungan berbasis demokrasi yang patut dicontoh adalah pengelolaan hutan berbasis masyarakat atau community-based forest management. Pendekatan ini membuktikan bahwa demokrasi dapat berjalan harmonis dengan pelestarian lingkungan jika dijalankan dengan itikad baik dan didukung oleh regulasi yang kuat.
Media sosial kini juga menjadi arena penting dalam demokrasi lingkungan. Penting untuk disadari bahwa demokrasi bukan hanya soal suara terbanyak, tetapi juga soal perlindungan terhadap kelompok minoritas, termasuk komunitas yang terdampak langsung oleh kerusakan lingkungan. Dalam hal ini, prinsip keadilan lingkungan menjadi bagian penting dari praktik demokrasi yang inklusif. Keadilan lingkungan menuntut adanya pengakuan, partisipasi, dan distribusi manfaat serta beban secara adil.














