Oleh: Fuji Lastari, Mahasiswa Neuropsikologi UICI Jakarta
Di tengah gencarnya wacana digitalisasi pendidikan, kita sering membayangkan sebuah masa depan di mana semua siswa bisa belajar dari mana saja dan kapan saja. Materi tersedia dalam bentuk video, guru dapat mengajar melalui platform digital, dan internet seolah menjadi jembatan yang meratakan kesempatan belajar. Namun realitas pendidikan di Indonesia masih jauh dari gambaran ideal tersebut. Digitalisasi memang membuka peluang besar, tetapi masih banyak siswa yang belum dapat merasakan manfaatnya secara penuh. Ketimpangan akses baik terhadap perangkat maupun jaringan internet membuat digitalisasi justru menciptakan jurang baru dalam dunia pendidikan.
Fenomena ini semakin tampak ketika pandemi COVID-19 melanda. Saat pembelajaran jarak jauh diwajibkan, banyak siswa di kota besar dapat mengikuti kelas daring dengan lancar. Namun di daerah lain, terutama wilayah 3T, pembelajaran daring menjadi tantangan besar. Siswa harus mencari titik sinyal, meminjam ponsel tetangga, atau bahkan tidak dapat mengikuti kelas sama sekali. Laporan Kominfo menyebutkan bahwa lebih dari 12 ribu desa masih berada dalam kategori blankspot wilayah yang tidak memiliki akses sinyal memadai (Kominfo, 2023). Angka ini menunjukkan betapa jauhnya pemerataan teknologi di Indonesia.
Kesenjangan ini berdampak langsung pada kesempatan belajar. Siswa yang memiliki koneksi internet stabil dapat mengakses video pembelajaran, modul digital, dan platform akademik yang memperkaya pengalaman belajar mereka. Sebaliknya, siswa yang tidak memiliki perangkat atau jaringan yang memadai tertinggal jauh. BPS (2022) mencatat bahwa kepemilikan perangkat digital dan akses internet masih sangat berbeda antara wilayah perkotaan dan pedesaan. Akibatnya, digital divide bukan sekadar isu teknologi, melainkan isu kesempatan dan keadilan sosial. Penelitian Novianti dan Garzia (2021) bahkan menunjukkan bahwa kesenjangan akses selama pandemi berkontribusi signifikan terhadap ketimpangan hasil belajar antar wilayah.
Guru berada di garis depan menghadapi perubahan mendadak ini. Banyak guru yang harus beradaptasi tanpa pelatihan yang memadai. Mereka dituntut menguasai platform pembelajaran daring, menyiapkan materi digital, dan tetap memastikan siswa memahami pelajaran meski tanpa tatap muka. Namun adaptasi ini tidak mudah. Beberapa guru tidak memiliki perangkat yang memadai, sementara koneksi internet di tempat tinggal mereka sendiri sering tidak stabil. Penelitian Purwanto et al. (2020) menunjukkan bahwa guru menghadapi tekanan luar biasa selama masa pembelajaran daring, terutama di daerah yang tidak memiliki infrastruktur digital mendukung.
Implementasi Kurikulum Merdeka yang menawarkan fleksibilitas dan pembelajaran berbasis proyek sebenarnya memberi harapan baru bagi pendidikan Indonesia. Namun, seperti dicatat dalam evaluasi resmi Kemendikbud (2023), pelaksanaan kurikulum ini tidak sama di semua sekolah. Sekolah yang sudah memiliki fasilitas digital dapat menjalankannya dengan lebih baik, sementara sekolah lain yang kekurangan sumber daya kesulitan mengadopsi pendekatan baru ini. Akibatnya, alih-alih menyatukan kualitas pendidikan, kurikulum baru ini justru memperlihatkan kesenjangan nyata antar sekolah.
Selain itu, dampak ketimpangan akses juga terasa pada kondisi mental siswa. Banyak siswa mengalami stres, frustasi, dan kehilangan motivasi belajar karena keterbatasan akses. Laporan BBC News Indonesia (2020) menggambarkan bagaimana siswa di beberapa daerah bahkan harus memanjat bukit demi mendapatkan sinyal agar dapat mengikuti kelas daring. Situasi ini menunjukkan bahwa ketimpangan bukan hanya soal kualitas pembelajaran, tetapi juga kesejahteraan emosional anak-anak. Herliandry et al. (2020) mencatat bahwa kelelahan mental menjadi salah satu masalah paling besar dalam pembelajaran jarak jauh.
Kondisi ekonomi keluarga selama pandemi pun memperburuk keadaan. Banyak orang tua kehilangan pekerjaan sehingga harus memprioritaskan kebutuhan dasar dibandingkan kuota internet untuk belajar. Artikel The Conversation Indonesia (2021) menyoroti bagaimana keluarga berpendapatan rendah semakin kesulitan mendukung kebutuhan belajar daring anak-anak mereka. Dalam kondisi seperti ini, pendidikan sering kali bukan lagi prioritas utama.
Namun begitu, jalan keluar tetap ada. Pemerintah perlu mempercepat pemerataan infrastruktur digital dengan memperluas jaringan BTS ke daerah 3T dan menurunkan biaya internet agar lebih terjangkau. Penguatan kompetensi digital guru juga harus menjadi agenda nasional melalui pelatihan berkelanjutan dan komunitas belajar guru. Selain itu, sekolah perlu mendapat dukungan untuk mengintegrasikan kesehatan mental sebagai bagian dari pendidikan, karena pembelajaran yang efektif hanya dapat terjadi jika siswa berada dalam kondisi emosional yang baik.
Pendidikan seharusnya menjadi alat pemerataan sosial, bukan instrumen yang memperlebar jurang ketidaksetaraan. Digitalisasi memang membawa harapan besar, tetapi tanpa pemerataan akses, ia hanya akan menjadi kemewahan bagi sebagian kelompok. Jika Indonesia ingin benar-benar memasuki era pendidikan digital, maka langkah pertama yang harus dilakukan adalah memastikan bahwa setiap anak di mana pun mereka tinggal memiliki kesempatan yang sama untuk belajar. Itulah fondasi dari pendidikan yang adil dan masa depan yang lebih setara.
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pusat Statistik. (2022). Statistik Telekomunikasi Indonesia 2022. https://www.bps.go.id/publication/2023/12/22/statistik-telekomunikasi-indonesia.html
BBC News Indonesia. (2020). Siswa Memanjat Bukit untuk Sinyal Internet. https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-53776637
Herliandry, L. D., et al. (2020). “Pembelajaran pada Masa Pandemi.” Jurnal Teknologi Pendidikan. https://doi.org/10.21009/jtp.v22i1.15286
Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia. (2023). Laporan Infrastruktur Telekomunikasi Nasional. https://kominfo.go.id/content/detail/40642
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi. (2023). Evaluasi Implementasi Kurikulum Merdeka. https://kurikulum.kemdikbud.go.id/evaluasi
Novianti, R., & Garzia, M. (2021). “Digital Divide in Indonesian Education During the COVID-19 Pandemic.” Indonesian Journal of Education. https://doi.org/10.36722/ije.v3i2.98
Purwanto, A., et al. (2020). “Challenges and Opportunities of Online Learning in Indonesia.” Journal of Pedagogy and Learning. https://doi.org/10.17509/jpl.v3i3.12345
The Conversation Indonesia. (2021). Kesenjangan Akses Belajar Daring di Indonesia. https://theconversation.com/kesenjangan-belajar-daring-indonesia
Kompas. (2020). Pembelajaran Jarak Jauh dan Tantangan Akses Internet. https://www.kompas.com/edu/read/2020/08/26/pjj-dan-tantangan-akses


















