Pikiranbangsa.co – Salatiga, Suasana kampus UIN Salatiga memanas pada Kamis (27/11/2025) setelah pelaksanaan Pemilihan Umum Raya (Pemira) yang seharusnya menjadi pesta demokrasi mahasiswa berubah menjadi ajang kekecewaan. Ratusan mahasiswa turun menyuarakan tuntutan agar dilakukan pemungutan suara ulang (PSU), menyusul dugaan adanya kecurangan dan manipulasi data dalam proses pemilihan.
Kisruh bermula ketika sejumlah mahasiswa menemukan adanya perubahan foto dan nama salah satu kandidat presiden mahasiswa pada surat suara. Foto yang seharusnya asli, diduga telah diganti dengan hasil editan berbasis kecerdasan buatan (AI), sementara nama kandidat juga tidak sesuai dengan data resmi pendaftaran. Temuan itu memicu gelombang protes di berbagai fakultas.
“Ini bukan hanya soal foto yang diganti. Ini soal kejujuran dan kehormatan demokrasi mahasiswa,” ujar Yusron, mahasiswa semester tujuh yang turut mengawal jalannya aksi.
Selain kasus perubahan identitas calon, mahasiswa juga menyoroti Daftar Pemilih Tetap (DPT) yang dinilai tidak mewakili seluruh mahasiswa aktif. DPT yang digunakan KPUM hanya mencakup mahasiswa yang mendaftarkan diri, bukan keseluruhan civitas kampus. “Bagaimana mungkin Pemira disebut demokratis kalau banyak mahasiswa tidak punya hak suara?” tambah salah satu peserta aksi.
Kinerja Bawaslu Mahasiswa pun menjadi sorotan. Lembaga yang semestinya berperan sebagai pengawas dianggap tidak tegas dan lamban dalam merespons dugaan pelanggaran. Sementara itu, Ketua KPUM menegaskan bahwa seluruh tahapan telah sesuai dengan aturan Pemira yang berlaku, meski pernyataan tersebut tidak meredakan kekecewaan mahasiswa.
Hingga berita ini diturunkan, gelombang aspirasi masih terus mengalir. Mahasiswa mendesak rektorat dan panitia Pemira segera membuka hasil verifikasi terbuka serta meninjau ulang seluruh proses pemilihan. Mereka menegaskan, perjuangan ini bukan sekadar soal siapa yang akan menjabat, melainkan soal menjaga martabat demokrasi di lingkungan akademik.


















