Oleh: Nayla Rizki Putri Hananta, Mahasiswa Prodi Pendidikan Fisika Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta
Waktu memihak, tirai kelam tersingkap perlahan
Tanganmu menyambut, bukan lagi mimpi atau bayangan
Aku memelukmu, seperti bumi memeluk gerhana,
Puncak telah kudaki, tak ada lagi jerit atau rencana.
Namun, di keheningan kita yang kini bernama “kita”
Terasa sunyi yang lebih mematikan dari pusara.
Kau hadir, sebuah cangkang indah yang kosong,
Matamu adalah samudra, namun hanya memantulkan kekosongan
Tanganmu kini dalam genggamanku, hangat, seolah nyata,
Dunia seakan berhenti, mengabadikan kita dalam sebuah cerita.
Namun, ada yang beku, seolah musim semi tak pernah datang,
Pelukan ini terasa hampa, seperti memeluk sebuah ilalang.
Kau ada di sisiku, tapi seolah terpisah oleh kaca tebal,
Suara tawaku memantul kembali, tanpamu yang ikut menyahut vokal.
Aku menyentuh kulitmu, mencari denyut yang sejalan dengan cintaku,
Tapi yang kutemukan hanyalah ketenangan artifisial, yang membunuh harapanku.


















