Oleh: Alinda Aurelia, Mahasiswa Komunikasi dan Penyiaran Islam UIN Salatiga Angkatan 2023
Berkomunikasi adalah kemampuan dasar manusia untuk menyampaikan apa yang ada di pikiran, perasaan, atau ide kepada orang lain. Tapi kenyataannya, tidak semua orang merasa nyaman untuk berbicara. Ada banyak orang yang memilih diam, walaupun sebenarnya mereka punya pendapat atau ide yang bagus. Fenomena ini dikenal sebagai komunikasi yang tertahan, dan sering kali terjadi karena konflik di dalam diri seseorang.
Salah satu alasan utama kenapa orang memilih diam adalah takut tidak didengar. Rasa takut ini biasanya muncul dari pengalaman buruk sebelumnya, misalnya ketika seseorang pernah berbicara tapi pendapatnya diabaikan atau tidak dianggap penting. Pengalaman seperti ini bisa membuat seseorang berpikir, “Ah, percuma juga ngomong, nggak ada yang peduli.”
Akhirnya, mereka lebih memilih diam untuk menghindari rasa kecewa kalau pendapatnya lagi-lagi tidak dihargai.
Selain itu, banyak orang juga memilih diam karena takut salah bicara. Mereka khawatir kalau apa yang mereka sampaikan membuat salah paham atau menyinggung orang lain. Kadang, ini terjadi karena mereka merasa tidak pandai dalam merangkai kata-kata, atau bingung memilih kata yang tepat. Misalnya, seseorang mungkin berpikir, “Kalau aku ngomong, nanti mereka salah paham,” atau “Nanti malah kelihatan nggak sopan.” Hal ini biasanya diperparah kalau seseorang tidak terbiasa berbicara di depan orang banyak, atau tidak tahu cara menyampaikan pendapat dengan baik.
Masalah ini juga sering kali berkaitan dengan rasa percaya diri yang rendah. Orang yang kurang percaya diri biasanya ragu apakah pendapat mereka cukup bagus atau penting untuk didengar. Bahkan ketika mereka tahu banyak tentang suatu topik, mereka tetap merasa, “Ah, siapa aku ini? Kayaknya pendapatku nggak penting.” Dalam kelompok, mereka sering merasa kalah sebelum mencoba, karena berpikir, “Ideku nggak sehebat mereka,” atau “Aku nggak cukup pintar untuk ngomong di sini.”
Fenomena komunikasi yang tertahan bisa dijelaskan lebih lanjut lewat Teori Spiral of Silence yang dikembangkan oleh Elisabeth Noelle-Neumann. Teori ini menggambarkan bagaimana seseorang sering memilih untuk diam ketika mereka merasa pendapatnya berbeda dari mayoritas, atau takut pendapatnya akan ditolak oleh orang-orang di sekitarnya.
Menurut teori ini, orang cenderung terus memperhatikan lingkungan sosialnya melalui sesuatu yang disebut quasi-statistical sense. Ini adalah kemampuan seseorang untuk memperkirakan apakah pendapatnya sesuai dengan pandangan umum atau malah bertentangan.
Ketika seseorang merasa pendapatnya tidak populer atau berbeda dari kebanyakan orang, mereka cenderung menahan diri untuk berbicara demi menghindari konflik atau rasa malu. Misalnya, dalam sebuah diskusi kelompok, ada seseorang yang sebenarnya punya pendapat berbeda dari mayoritas. Tapi, dia memilih untuk diam karena khawatir akan dianggap “aneh” atau “kurang pintar.”
Ketika dia diam, pendapat mayoritas jadi terlihat makin kuat, meskipun sebenarnya mungkin ada orang lain yang juga punya pendapat serupa tapi tidak berani bicara. Akibatnya, terbentuk semacam lingkaran atau spiral, di mana suara-suara minoritas semakin tenggelam, dan orang-orang yang setuju dengan pendapat tersebut jadi makin enggan untuk mengungkapkannya.
Sebenarnya, masalah ini bisa diatasi. Pertama, dari sisi individu, hal yang penting adalah membangun rasa percaya diri. Latihan berbicara di depan orang lain, misalnya, bisa membantu seseorang merasa lebih nyaman saat mengungkapkan pendapat. Belajar cara menyusun kata-kata juga penting, supaya mereka lebih percaya diri kalau apa yang mereka sampaikan akan jelas dan tidak disalahpahami. Mulai dari hal kecil, seperti ngobrol dengan teman dekat atau ikut diskusi dalam kelompok kecil, juga bisa jadi cara yang efektif untuk melatih keberanian berbicara.
Dari sisi lingkungan, penting juga untuk menciptakan suasana yang aman dan mendukung. Dalam diskusi, pemimpin kelompok atau orang yang lebih senior harus memastikan bahwa semua orang punya kesempatan untuk berbicara tanpa takut dihakimi. Menghargai pendapat orang lain, meskipun pendapat itu tidak selalu dipakai, juga bisa membantu seseorang merasa lebih dihargai dan termotivasi untuk berbicara lagi di masa depan.
Jadi, komunikasi yang tertahan adalah masalah yang cukup kompleks karena melibatkan banyak hal, seperti rasa takut, kurangnya percaya diri, dan pengalaman buruk di masa lalu. Tapi kalau ada usaha dari individu dan dukungan dari lingkungan, hambatan ini bisa diatasi. Intinya, komunikasi yang baik bukan cuma soal berbicara, tapi juga soal keberanian untuk menyuarakan apa yang ada di hati tanpa takut akan penilaian. Dengan begitu, kita bisa menciptakan komunikasi yang lebih terbuka, bebas, dan berarti.