Scroll untuk baca artikel
Example floating
Example floating
Example 728x250
Kolom

Indonesia pada Kondisi Flawed Democracies, Indonesia Emas atau Cemas?

×

Indonesia pada Kondisi Flawed Democracies, Indonesia Emas atau Cemas?

Sebarkan artikel ini
Example 468x60

Oleh: Lukman Hakim Prasetyo, Ketua Gerakan Pemuda Keadilan Boyolali 2023-2024

Menurut data Economist Intelligence Unit (EIU), kinerja demokrasi Indonesia mengalami penurunan skor pada 2023 sebesar 6,53 poin. Skor Indeks Demokrasi Indonesia turun 2 poin dibandingkan tahun 2022 sebesar 6,71 poin. Dari skala 10-0, makin tinggi skor yang diperoleh, tandanya makin baik kondisi demokrasi suatu negara. Penurunan skor ini juga menyebabkan rangking Indonesia harus menurun menjadi posisi ke-56. Sesuai dari skala 1-200, semakin baik demokrasi suatu negara ditandai rangking yang semakin kecil. Sebaliknya, semakin besar rangkingnya, demokrasinya dinilai buruk atau otoriter. Dengan perolehan skor 6,53 poin, Indonesia menurut Economist Intelligence Unit (EIU), masuk dalam kategori demokrasi cacat (flawed democracies).

Example 300x600

Sesuai dengan data tersebut saya pribadi setuju bahwa Indonesia sekarang berada dalam posisi demokrasi yang cacat. Alasan saya setuju adalah kenyataan situasi dan kondisi Indonesia saat ini benar-benar menunjukkan kecacatannya dalam berdemokrasi. Banyak sekali faktor yang menyebabkan Indonesia bisa berada dalam musibah tersebut. Karena tidak mungkin EIU memberikan data tersebut kalau tidak melihat dari fakta yang ada, pasti disertai dengan bukti-bukti yang kuat sehingga Indonesia memang layak dan patut berada di posisi tersebut.

Saya menyadari betul cacatnya demokrasi Indonesia ini disebabkan oleh beberapa hal salah satunya adalah terbatasnya kebebasan berbicara atau berpendapat. Ahli Politik Fisipol UGM menyampaikan alasan Demokrasi Indonesia mengalami penurunan; “Secara umum demokrasi di indonesia dianggap menurun kualitasnya. Kalau kita lihat lagi secara lebih dalam, sebetulnya yang turun adalah komponen kebebasan sipil. Ini sendiri sebetulnya sendiri bukan tren di Indonesia, melainkan global. Ada namanya kualitas demokrasi dan perhitungannya yang kemudian disebut regresi demokrasi ini menjadi tantangan,” Dosen Fisipol UGM, Amalinda Savirani, S.IP., MA.,PhD.

Salah satu komponen dalam kualitas demokrasi adalah kebebasan sipil untuk berbicara dan berekspresi. Kebebasan berekspresi tidak hanya dipengaruhi oleh keberanian dan kebaikan masyarakat dalam menyampaikan aspirasinya, hal yang sangat berpengaruh terhadap kebebasan tersebut adalah keterkaitan tentang adanya hukum yang di tetapkan dan yang di terapkan. Kebebasan dalam menyampaikan pendapat dalam sebuah negara demokrasi seperti Indonesia ini merupakan hak setiap warga negara. Hak berpendapat ini dilindungi hukum yang tertuang dalam pasal 28E ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Maka seharusnya hal tersebut bisa berjalan dengan baik tanpa ada intervensi dari pemerintah yang ada. Justru hal tersebut menjadi sesuai yang positif karena membantu pemerintah dalam memastikan berjalannya roda pemerintahan agar berjalan dengan baik.

Berikut beberapa kasus tentang perampasan hak kebebasan berpendapat; Jakarta, CNN Indonesia – Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) menyoroti berbagai kasus pelanggaran hak berekspresi. Seperti kasus kriminalisasi terhadap petani Serikat Pekerja Tani Karawang (SEPETAK) lantaran menyuarakan haknya atas tanah yang diduga dilakukan oleh Polres Karawang. Kemudian kasus kriminalisasi terhadap aktivis pendiri Lokataru dan Eks Koordinator KontraS yakni Fatia Maulidiyanti dan Haris Azhar terkait kasus ‘Lord Luhut’. KontraS menilai keduanya dikriminalisasi karena dianggap merendahkan pribadi Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan. Dan masih banyak lagi.Sebab cacatnya demokrasi Indonesia selanjutnya adalah masih terjadinya praktik KKN (Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme).

Perlu kita sadari bersama bahwa hal tersebut adalah praktik-praktik yang melanggar hukum, merugikan kepentingan umum, dan menguntungkan kepentingan pribadi. Banyak sekali kasus-kasus yang ada di Indonesia ini mencerminkan sekali terjadinya praktik-praktik KKN tersebut. Sebagai Negara Demokrasi yang kekuasaan tertinggi di miliki oleh rakyat, praktik seperti itu sangat tidak bisa dibenarkan sekali. Karena pastinya tidak membawa kemaslahatan untuk rakyat, tidak memberi kemajuan Negara dan Bangsa, dan juga tidak menjadi pemerintahan sebagai pemerintah yang baik dan adil.

Contohnya seperti berita kasus ini: Jakarta, 18 September 2023. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan penahanan terhadap Tersangka MKW selaku Direktur Utama PT BGR Persero periode 2018 s.d 2021, dalam dugaan tindak pidana korupsi penyaluran bantuan sosial beras untuk keluarga penerima manfaat (KPM) program keluarga harapan (PKH) pada Kementerian Sosial (Kemensos) Tahun 2020. KPK telah menetapkan MKW bersama lima orang lainnya sebagai tersangka, yaitu BS selaku Direktur Komersial PT BGR Persero periode 2018 s.d 2021; AC selaku Vice President Operasional PT BGR Persero periode 2018 s.d 2021; IW Direktur Utama MEP sekaligus Tim Penasihat PT PTP; RR Tim Penasihat PT PTP; serta RC General Manager PT PTP sekaligus Direktur PT EGP (kpk.go.id).

Dan juga kasus mega korupsi yang diperkirakan berakibat pada kerugian keuangan negara sebesar Rp 271 triliun. Kasus mega korupsi tersebut bertajuk dugaan korupsi dalam tata niaga komoditas timah wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk untuk tahun 2015-2022. Dan masih banyak lagi.Dalam hal ini kita bisa melihat bahwa demokrasi kita ini tidak akan berjalan dengan baik manakala sistem pemerintahan belum baik atau melakukan hal-hal yang tidak sesuai dengan hukum yang ada. Bagaimana Negara ini bisa mencapai pada kualitas Negara maju ketika sistem nya masih belum bisa berjalan dengan baik seperti ini.

Selanjutnya terkait nepotisme yang ada di Indonesia ini, tidak bisa kita remehkan, karena ternyata malah semakin merajalela kemana-mana. Seperti hal nya kejadian pada Pemilu 2024 yang baru saja terlaksana kemarin, terutama pada pasangan calon 02 terjadi kecacatan karena calon wakil presiden pada paslon 02 tersebut melanggar konstitusi yang ada. Yang seharusnya awalnya seorang calon wakil presiden itu harus berumur 40 tahun terlebih dahulu, beliau yang belum mencapai batas minimal tersebut masih bisa resmi menjadi calon wakil presiden karena ternyata terjadi perubahan pada peraturan syarat calon wakil presiden agar bisa secara tidak langsung meloloskan beliau sebagai calon wakil presiden. Peraturan tersebut dirubah oleh oleh Mahkamah Konstitusi yang ternyata ketuanya adalah paman dari beliau sendiri (calon wakil presiden 02) dan juga adik ipar dari Presiden Jokowi sendiri yang juga bapak dari calon wakil presiden dari paslon 02.

Begitu miris ketika melihat kondisi ini, ketika seorang presiden ingin melanggengkan kekuasaannya dan memaksa harus bagaimana bisa terjadi sehingga pada akhirnya yang dilakukan adalah menghalalkan segala cara untuk bisa mencapai apa yang beliau inginkan. Praktik tersebut sangat menunjukkan sekali bahwa kekuasaan dilakukan bukan untuk memberikan kesejahteraan dan keadilan pada rakyat tetapi untuk memuaskan nafsu pribadi dan keluarga yang merugikan kepentingan umum.

Banyak hal yang harus kita perbaiki guna menjemput Indonesia pada kondisi demokrasi yang tidak cacat. Yang tentunya harus kita mulai pada diri kita sendiri. Salah satunya dengan membiasakan diri kita untuk tidak menyepelekan hal-hal kecil, pencurian-pencurian yang di rasa ringan, dan menyepelekan aturan yang mungkin tidak terlalu penting. Karena ketika kita mudah menggampangkan hal-hal kecil, lalu bagaimana dengan hal-hal besar nanti. Wallahu a’lam bi al-shawwab.

Example 300250
Example 120x600

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *