Oleh: Faza Azhari, Mahasiswa Program Studi Komunikasi dan Penyiaran Islam UIN Salatiga
Dalam masyarakat Indonesia telah muncul mengenai berbagai paham dalam ajaran agama Islam, hal ini ditunjukkan dengan adanya beberapa paham yang berkembang seperti Nahdlatul Ulama, Muhammadiyah, LDII, MTA, dan lain-lain. Dimana dari kesemua paham aliran tersebut memiliki dasar dan juga pandangannya masing-masing dalam Islam, seperti adanya qunut disetiap waktu sholat shubuh bagi warga Nahdlatul Ulama dan hal tersebut tidak ada di masyarakat Muhammadiyah, adanya larangan bagi warga LDII untuk menikah dengan lawan jenis yang bukan satu pemahaman, dan masih banyak lagi perbedaannya. Dimana hal itu acapkali menimbulkan problematik dan juga pro-kontra karena adanya keyakinan yang berbeda tersebut.
Problematik dan juga pro-kontra tersebut akan terus dapat berlanjut hingga yang ke tahap ranah keluarga, dimana bagi mereka yang dalam satu keluarga memiliki anggota keluarga yang berbeda paham akan mengganggap apa yang mereka lakukan itu salah dan hanya mencari kesalahannya. Namun hal tersebut tidak dapat disalahkan ataupun dibenarkan sendiri, hal tersebut adalah karena sifat Allah yang Maha Mengetahui apa yang dilakukan oleh makhluknya.
Jika dilihat dalam kacamata keluarga, perbedaan ini akan berdampak mengenai cara pandang dan juga komunikasi yang dilakukan oleh kedua belah pihak, mereka akan memandang orang yang berbeda tersebut sebagai orang yang tidak benar, selalu salah karena tidak sepaham, dan juga selalu merasa benar seolah-olah dia yang paling “maha benar” tanpa memikirkan hal lainnya.
Sedangkan dalam segi komunikasi, kemungkinan yang terjadi adalah adanya komunikasi yang sangat terbatas dan hanya seperlunya, hal ini bukan tanpa alasan karena dengan pandangan atau paham yang berbeda akan bertolak belakang, terlebih lagi dalam masalah Islam. Mereka akan menghindari ataupun enggan membahas mengenai hal yang berbau keagamaan oleh lawannya karena sudah dapat diprediksi akan terjadi perbedaan pendapat dan juga opini mengenai keduanya.
Ada banyak hal yang dapat dijelaskan dari adanya problematik dan pro-kontra antara hal tersebut, diantaranya adalah.
Petama, karena penyakit hati atau (psychoses) yang membuat emosional dirinya tidak mampu menyesuaikan dengan lingkungan dan diri sendiri. Seseorang yang memiliki hal seperti ini akan lebih mudah tidak bisa mengontrol diri, terlebih ketika hal tersebut tidak bisa sesuai dengan kehendaknya.
Kedua, yaitu karena sikap terperdaya (al-ghurur). Hal ini dapat terjadi karena doktrin ataupun pemahaman mereka yang salah dan yang lebih parah adalah karena pemberian ilmu yang bertentangan. Hal tersebutlah yang kemudian akan menjadikan seseorang terpedaya, terlebih dalam cara penerimaan dan pemahaman tentang islam yang belum mumpuni.
Ketiga, yaitu karena sombong (al-ujub). Yang mana mereka merasa bahwa apa yang dilakukannya adalah benar dan sejalan dengan apa yang dilakukan oleh Rasulullah tanpa melihat sanad keilmuan ataupun melihat latar belakangnya, hal ini juga karena mereka hanya terpatri oleh apa yang disampaikan oleh pembimbingnya tanpa melalui sumber dan latar belakang yang pasti.
Dari ketiga hal tersebut, maka pandangan orang lain terhadap sesuatu yang seperti itu akan seperti orang yang hilang respect terhadapnya, hal ini mungkin karena dalam kesehariannya apa yang dia lihat dan ketahui tidak sejalan lurus dengan apa yang orang lain lakukan. Kemudian padangan masyarakat juga akan berbeda karena apa yang mereka lihat tersebut seperti orng yang paling benar tentang syariat Islam dan perilaku Rasulullah.