Scroll untuk baca artikel
Example floating
Example floating
Example 728x250
FashionLifestylePerempuan

Al-Hayā: Perhiasan Terbaik Perempuan  

×

Al-Hayā: Perhiasan Terbaik Perempuan  

Sebarkan artikel ini
Example 468x60

(Pengingat Diri 1)

Oleh: Saidah Marifah MZ, M.Pd., Pengajar di Pesantren-Sekolah Alam Planet Nufo Rembang

Example 300x600

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, :

إِنَّ لِكُلِّ دِيْنٍ خُلُقًا وَخَلُقُ اْلإِسْلاَمِ الْـحَيَاءُ

“Sesungguhnya setiap agama memiliki akhlak dan akhlak Islam adalah rasa malu.” (HR. Ibnu Majah No. 4181)

Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam telah memberikan penjelasan bahwa rasa malu merupakan identitas akhlak Islam. Setiap manusia yang ada di muka bumi ini seyogyanya memiliki rasa malu karena itu dapat mencegahnya dari segala perbuatan atau perkara buruk yang tidak disukai oleh Allah Ta’ala dan Rasul-Nya serta dibenci oleh manusia. Tumbuh dan lahirnya rasa malu disebabkan oleh kesadaran seseorang bahwa Allah senantiasa mengawasi setiap perbuatan yang dilakukan oleh para makhluk-Nya, yang terwujud sebab ia mengenal nama-nama dan sifat-sifat-Nya. Terkhusus makhluk ciptaan-Nya yang paling indah adalah seorang perempuan. Perempuan yang fitrahnya diciptakan sebagai makhluk terindah di dunia ini oleh Allah Ta’ala. Makhluk terindah harus dihiasi dengan rasa malu dan iman yang besar dalam setiap tutur kata dan tingkah lakunya. Rasa malu dan iman itu tidak dapat dipisahkan dan senantiasa bergandengan.

Sebagaimana sabda Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam yakni, :

اَلْـحَيَاءُ وَ اْلإِيْمَانُ قُرِنًا جَمِـيْعًا، فَإِذَا رُفِعَ أَحَدُهُمَا رُفِعَ اْلاَ خَرُ

“Malu dan iman itu bergandengan bersama, bila salah satunya diangkat maka yang lain pun akan terangkat.” (HR. Al Hakim)

Al-Hayā atau malu bagi seorang perempuan adalah perhiasan terbaik yang harus dijaga. Selain itu rasa malu juga merupakan kehormatan dan jati diri yang utama bagi perempuan muslimah. Jika dalam diri tidak ada rasa malu maka iman pun tidak ada, sebaliknya ketika tidak ada iman maka malu pun tidak ada. Sebab keduanya tidak bisa terpisah dan akan selalu bergandengan pada setiap aktivitas yang kita lakukan. Kita telah mengetahui bahwa kaum perempuan terletak di tengah-tengah peradaban karena mempunyai peran strategis dan krusial. Sebab dari rahimnyalah lahir dan terbentuknya generasi terbaik. Rahim yang taat akan melahirkan janin yang taat begitu pun sebaliknya, pun tingkat kesalehan seorang perempuan dapat menentukan luhur atau tidaknya suatu kelompok masyarakat dan bangsa. Dalam sejarah Islam, pahlawan Islam acap kali lahir dari rahim perempuan-perempuan yang taat dalam menjaga diri dan senantiasa beriman kepada Allah SWT serta menjauhi segala larangan-Nya.

Perempuan Pemilik Perhiasan Terbaik

Pertama, Su’airah al-Asadiyyah atau yang dikenal dengan Ummu Zufar radahiyallahu’anha. Su’airah atau Ethiopia berasal dari Habsyah, seorang perempuan yang berkulit hitam, yang senantiasa beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dengan ketulusan. Perempuan yang diuji kesabaran, keyakinan, dan keridloan atas hak Allah yang ditakdirkan untuknya yaitu mempunyai penyakit ayan (epilepsi). Penyakit ayan adalah kondisi yang membuat seseorang mengalami kejang-kejang secara berulang dan dalam keadaan tidak sadar. Dalam hadist riwayat Bukhori ia menemui Nabi Muhammad SAW dan meminta beliau untuk berdo’a kepada Allah untuk menyembuhkannya. Nabi saw menjawab “Jika engkau mau, engkau bisa bersabar, dan bagimu surga. Jika engkau mau, aku akan berdo’a agar Allah menyembuhkan dirimu.” Kemudian ia memilih untuk bersabar dan meminta kembali kepada Nabi SAW “Tatkala penyakit ayan menimpaku, auratku sering tersingkap. Karena itu do’akanlah agar auratku tidak tersingkap.” Hal itu menunjukkan bahwa dia merasa malu ketika auratnya terlihat bukan malu atas takdir penyakit yang diberikan oleh Allah kepadanya.

Kedua, Aisyah ra, Istri Rasulullah SAW. Setelah wafatnya Rasulullah SAW, Aisyah ra terbiasa berkunjung ke makam beliau yang terletak di dalam kamarnya, tanpa menggunakan hijab. Saat ayah beliau, Abu Bakar ra wafat dan dikuburkan di sebelah makam Rasulullah saw, ia masih sering berziarah tanpa menggunakan hijab. Namun, sejak Umar bin al-Khaththab ra dikuburkan bersebelahan dengan makam Rasulullah saw dan Abu Bakar ra. Aisyah ra menggunakan hijab secara sempurna saat masuk ke ruangan itu. Hal itu ia lakukan sebab Umar ra bukanlah mahromnya. Sedangkan Umar ra telah meninggal dan dikubur dalam tanah (Jalaludin as-Suyuthi). Hal itu menunjukkan rasa malu yang tinggi dalam diri Aisyah ra dengan senantiasa menjaga auratnya meskipun di hadapan jasad yang bukan mahromnya.  

Ketiga, Sayyidah Fatimah az-Zahra ra, putri Rasulullah SAW dan istri Ali bin Abi Thalib pun mempunyai rasa malu yang luar biasa. Sayyidah Fatimah merupakan orang yang pertama kali meminta dibuatkan keranda supaya ketika wafat jenazahnya diletakkan dalam keranda tersebut saat dibawa ke kuburan. Sebab umumnya pada masa itu, jenazah diangkat oleh orang-orang tanpa keranda. Sayyidah Fatimah menitip pesan kepada Asma’ binti Umais yang kerap kali menjenguknya “Saya tidak senang dengan kain kafan sehingga lekuk tubuhnya terlihat”. Lalu Asma menjawab “Apakah engkau mau aku tunjukkan sesuatu yang pernah aku lihat di Habasyah?.” Kemudian Asma’ membuat keranda, Sayyidah Fatimah sangat gembira dan berpesan, “Jika aku meninggal nanti, kamu dan suamiku, Ali, yang memandikan aku. Jangan ada orang lain yang ikut memandikan aku. Setelah itu, buatkan keranda seperti itu untuk diriku.” (HR. Adz-Dzhabi dalam Syiar A’la an-Nubala)

Demikianlah para perempuan yang mempunyai rasa malu dan menjadikannya sebagai perhiasan yang harus dijaga dengan baik. Malu saat auratnya tersingkap ketika kambuh penyakitnya, malu akan terlihat auratnya oleh jasad yang telah dikubur di tanah, dan merasa khawatir dan malu apabila dalam keadaan sudah menjadi jenazah yang terbujur kaku lekuk tubuhnya terlihat. Lalu bagaimana dengan kita, perempuan saat ini? Apakah ada terpikir dan terlintas dalam benak akan menjunjung tinggi rasa malu dan menjadikannya sebagai perhiasan yang sangat berharga?       

Namun realita yang kerap kali terjadi di masyarakat dan sosial media, banyaknya perempuan yang rasa malunya memudar bahkan tidak ada. Tak sedikit perempuan yang menganggap bahwa sebagai makhluk terindah sudah menjadi fitrahnya ingin tampil indah dan cantik. Hal yang sering dilakukan oleh para perempuan untuk tampil cantik ialah dengan cara menghias diri dengan perhiasan, pakaian yang mengikuti tren zaman, menghias wajah secara berlebihan saat keluar rumah, bergaul dengan lawan jenis tanpa batasan, tidak menundukkan pandangan, berjalan dengan berlenggak-lenggok di tempat umum, tidak menutup aurat, joget-joget di tempat umum dan sosial media, bertutur kata yang tidak bermoral dan lain sebagainya. Sehingga semua yang ada pada diri perempuan tersebut dilihat oleh para laki-laki yang bukan mahromnya. Padahal kecantikan dan keanggunan terbaik seorang perempuan dalam Islam tidak diukur dengan kecantikan fisiknya tapi dengan identitas akhlaknya yaitu iman dan rasa malu.

Wahai perempuan! Mari bersama benahi diri, kuatkan iman, dan pelihara rasa malu demi kebaikan dan kesalehan akhlak kita sebagai perempuan muslimah. Ikuti rambu dan aturan yang telah ditentukan oleh Sang Maha Indah, maka kita akan terlihat terhormat dan indah. Mari bersama-sama mengurangi kuantitas perempuan dalam Neraka dan menambah kuantitas perempuan yang berjalan di jembatan shirath di belakang rombongan sang pemimpin perempuan surga. Wallahu a’lamu bi al-Shawwab.

Example 300250
Example 120x600

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *