Oleh: Liana Sari, Mahasiswa KPI UIN Salatiga
Dewasa ini, banyak sekali remaja yang sudah mulai depresi, atau jaman sekarang dikenal dengan istilah “keno mentale” istilah ini sering diucapkan oleh orang-orang di Jawa yang diberikan kepada salah satu orang yang sudah tidak kuat dengan keadaan. Ternyata depresi bisa saja disebabkan oleh hal-hal yang kecil, misalnya saja salah satu orang sering sekali mendapat ejekan atau bully-an di lingkungannya.
Ejekan boleh saja dilakukan, namun juga harus melihat kondisi si penerima ejekan, misalnya saja ejekan hanya dilakukan untuk guyonan dan yang diejek dapat menerima itu akan fine-fine saja, namun berbeda jika yang kita ejek adalah anak yang mudah tersinggung, dia akan merasa berkecil hati dan merasa minder. Maka dari itu kita harus hati-hati saat memberikan guyonan kepada seseorang.
Awalnya saya tidak pernah merasa frustasi ataupun depresi, karena dulu hidup saya selalu sesuai dengan planning yang sudah direncanakan dan saya sangat menikmati sekali hidup saya saat itu, bagi saya hidup ya hidup saja. menganggap hidup hanya sebagai formalitas dan tidak perlu memikirkan hal-hal yang tidak perlu dipikir.
Saya juga sempat mikir jika orang-orang depresi adalah orang yang berlebihan, apalagi sampai bunuh diri, itu adalah hal yang sudah tidak normal. Padahal ya hidup tinggal hidup dan tidak perlu memikirkan masalah yang tidak penting. Namun pikiran itu tiba-tiba saja hilang dalam pikiran saya saat saya mendapatkan suatu masalah, saya langsung saja menjadi anak yang minder dan selalu memikirkan hal-hal yang sebenarnya tidak akan terjadi.
Pikiran saya selalu buruk dan selalu pesimis akan suatu hal. Padahal waktu itu saya hanya tidak lolos di Universitas Negeri yang saya daftarkan, namun saya sudah merasa bahwa dunia tidak berpihak kepada saya. Saya selalu berfikir bahwa orang-orang pasti akan menganggap buruk terhadap saya, namun ternyata pikiran saya itu salah, orang-orang tidak akan menganggap kita buruk hanya dengan satu masalah yang sebenarnya bukan masalah yang besar bagi kehidupan.
Saat saya tidak keterima di Universitas Negeri kala itu, hidup saya tetap berjalan dengan baik dan orang-orang di sekitar saya masih mau kenal dengan saya tanpa membedak-bedakan saya dengan yang lain. Dari moment itu, saya sadar bahwa mental seseorang itu berbeda-beda. Jangankan mental, prinsip dan pikiran yang sudah tertanam saja bisa seketika berubah saat mendapatkan suatu masalah. Mental setiap orang sudah pasti berbeda, kita juga tidak akan pernah tahu masalah apa yang sudah orang-orang alami hingga merasakan depresi.
Depresi tidak hanya dilakukan oleh ejekan secara langsung saja, namun ada juga ejekan melalui media sosial. Nah masalah depresi pada remaja ini memiliki hubungan yang cukup erat dengan teori spiral of silence.
Teori spiral of silence merupakan sebuah teori milik Little John. Spiral of silence merupakan sebuah teori atau istilah yang merujuk pada kecenderungan orang untuk tetap diam ketika mereka merasa bahwa pandangan mereka bertentangan dengan pandangan mayoritas tentang suatu subjek. Orang yang mudah depresi adalah orang-orang yang kurang memiliki banyak teman, dia merasa bahwa dia hanya punya dirinya sendiri dan menganggap bahwa orang lain tidak peduli dengan dirinya.
Orang yang mudah down mentalnya ialah orang yang memendam semuanya sendiri dan tidak berani mengungkapkan kekesalan yang sedang terjadi pada dirinya. Dia merasa tidak memili teman dan tidak bisa meluapkan segala emosi nyankarena dia takut akan terjadi suatu kesalahan besar jika dia mengungkapkannya. Seseorang yang memiliki Kesehatan mental yang stabil akan mampu belajar, mengatasi tekanan apa pun, bekerja dengan baik, belajar, sampai mempunyai kontribusi bagi kebaikan komunitasnya. Namun sebaliknya, jika seseorang memiliki kesehatan mental yang buruk, maka orang itu tidak bisa mengendalikan emosinya dan akan mengalami stress ringan, depresi hingga melakukan percobaan bunuh diri.
Menurut Riset Kesehatan Dasar (riskesdas) 2018, ada lebih dari 19juta penduduk Indonesia yang usianya masih 15tahun sudah memiliki gangguan mental dan emosional. Selain itu, terdapat lebih dari 12 juta penduduk dengan rentang usia yang sama juga sudah mengalami depresi. Info Data Kesehatan mental Masyarakat Indonesia Tahun 2023 mengatakan bahwa, orang-orang yang memiliki gangguan kecemasan perlu penanganan khusus agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.
Jika dilihat, remaja jaman sekarang memiliki kekuatan mental yang kurang cukup kuat. Remaja sekarang berbeda dengan remaja gen-milenial terdahulu. Pak Erick Tohir pernah berkata, “Gen-Z lemah” saya akan membenarkan hal itu karena kata-kata beliau benar adanya. Entah apa yang bisa mempengaruhi mental Gen-Z sehingga kita bisa lemah seperti ini.
Orang depresi ada maca-macam cirinya, contohnya; murung dan sering sedih tanpa alasan, sering ngamuk, mengalami cemas dan rasa takut yang berlebih yang serimg disebut dengan anxiety, saat mereka tidak bisa mengendalikan emosi mereka, maka akan terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, mereka bisa saja melakukan tindakan bunuh diri. Gen-Z memang handal akan dunia media sosial, dan sudah cukup modern jika dibandingkan dengan remaja milenial. Namun Gen-Z seringkali disetir oleh media sosial.
Jujur saja media sosial sangat berpengaruh dalam keberlangsungan hidup kita, karena ya memang hampir tiap hari kita membuka dan scrolling media sosial. Saat kita memutuskan untuk menggantungkan hidup kita ke media sosial, seharusnya kita bisa menerima konsekuensi nya, entah berupa hujatan maupun cacian dari netizen. Saya sering sekali membaca berita di platform digital seperti; X, Tik-tok, Instagram dan platform berita yang lainnya mengenai remaja yang yang mengalami depresi.
Orang yang tidak memiliki teman cerita akan cenderung diam dan memendam semua nya sendiri. Dia juga tidak segan melukai dirinya sendiri, seperti menyayat tangan mereka menggunakan benda tajam. Dan ternyata hal tersebut sudah lama terjadi, bahkan sudah ada nama gaulnya (Self Harm), sedikit miris jika hal seperti itu malah menjadi bahan fomo remaja jaman sekarang.
Tren yang terjadi adalah ada seseorang yang memang sering melakukan “hal itu” dan dengan sengaja share ke media sosial. Menurut saya orang itu dengan sengaja share konten agar mendapatkan dukungan secara virtual, karena dirasa jika orang-orang terdekatnya tidak bisa memberi dukungan secara langsung. Namun mirisnya adalah, banyak anak-anak dikalangan remaja yang fomo dan melakukan hal serupa demi mencari sensasi semata.
Saya lebih takut jika ada anak dibawah umur yang melihat konten itu dan dengan kesadaran penuh menirunya tanpa tahu sebab-akibatnya. Maka dari itu, pengaruh media sosial sangat berpengaruh terhadap mental seseorang. Banyak orang pendiam yang butuh teman, namun hanya bisa mengandalkan dan melampiaskan dengan cara bermain sosial media, mereka berharap akan mendapat teman cerita dan bisa meluapkan emosinya di sosial media, mereka melakukan hal itu karena mereka merasa bahwa pendapat mereka jarang didengar dan sering diabaikan oleh orang-orang.
Orang yang sudah sadar mereka mengalami depresi ringan, mereka harus segera datang ke psikiater untuk mendapatkan solusi terbaik. Mereka juga harus bisa keluar dari zona nyaman dan mulai hidup bersosial dengan yang lainnya agar tidak merasa hidup sendiri, mencari teman yang se-frekuensi adalah hal yang sangat diperlukan untuk menjalin hubungan pertemanan yang awet.