Scroll untuk baca artikel
Example floating
Example floating
Example 728x250
Esai

Bakat Bukan Takdir

×

Bakat Bukan Takdir

Sebarkan artikel ini
Example 468x60

Oleh: Ficky Prasetyo Wibowo, Guru Musik Pesantren-Sekolah Planet Nufo Rembang

Ada satu pengalaman mengajar yang saya anggap mampu menggugah jiwa saya, atau sebagai pengingat, bahwa “Istiqomah lebih baik daripada seribu karomah” adalah hal yang benar dan terbukti.

Example 300x600

Pengalaman itu terjadi ketika saya mengajar kelas musik. Ada dua tolak ukur dasar yang saya gunakan untuk menilai, seorang anak memiliki bakat bermusik atau tidak.

Pertama memahami nada. Ia mampu menirukan bunyi dengan nada yang sama atau bernyanyi dengan iringan nada yang ditentukan. Kedua adalah paham tempo. Yaitu mampu bernyanyi bersama dengan ketukan 4/4 atau 3/4.

Bagi saya, dua hal dasar ini wajib dalam dunia musik. Jika ada anak yang hendak ikut kelas musik, dua hal dasar itu yang saya ujikan. Kalau lolos, bisa lanjut. Lolos salah satunya, dipertimbangkan. Kalau keduanya tidak bisa, saya minta anak itu untuk beralih ke kelas yang lain.

Namun, ada seorang anak yang tetap kekeh ikut kelas musik, padahal tidak lolos dalam dua uji dasar bermusik. Ia bernama Putri Aisyah Nurul Iman. Berkali-kali saya dan tim musik uji, ia tetap gagal. Sehingga saya berani melabeli, ia tidak punya bakat musik. Tapi, biarlah, saya mengizinkan Mbak Aisyah tetap ikut kelas musik atas pilihan dan kemauannya sendiri.

Proses belajar terus berlanjut. Semua anak yang memang sedari awal memiliki bakat, sudah mampu memainkan alat musik secara bersama-sama. Sementara PAN 1, sapaan akrab anak yang tidak lolos uji itu, belum bisa sama sekali. Paling hanya bagaimana memegang gitar yang benar serta masih mencoba belajar kunci-kunci gitar. Meski begitu, ia tidak pernah absen dalam pembelajaran.

Berbeda dengan teman lain, yang bertemu saya hanya ketika jadwal belajar musik saja, Mbak PAN selalu mengikuti saya kemanapun saya pergi. Bertanya tentang bagaimana bentuk-bentuk kunci gitar, lagu apa yang mudah untuk berlatih, dan hal-hal yang berkaitan dengan musik. Itu dilakukannya terus menerus tanpa rasa bosan.

Ambisi dan konsistensi anak ini tak pernah berubah. Hampir saja saya merasa tidak nyaman dengan kemunculannya yang terus menerus di hadapan saya. Sementara dipikiran saya, anak itu tidak punya bakat musik sama sekali. Ibaratnya, saya diminta mengajari ikan untuk terbang tinggi di angkasa. Tak mungkin. Tapi bagaimana lagi, saya tidak boleh memadamkan api seorang anak yang sedang membara.


Di saat teman-temannya yang sudah mahir merasa agak bosan dengan kelas musik, semangat Mbak PAN masih sama seperti saat pertama mengikuti seleksi musik. Bahkan Ia memiliki kemajuan mampu memainkan gitar dengan kunci-kunci sederhana. Hingga saat jeda proyek pembuatan lagu, ia menemui saya dan ingin menyanyi cover satu lagu di hadapan saya untuk membuktikan bahwa dia memiliki bakat. Dan benar. Ia berhasil menyanyikan lagu berjudul Duka dari Lastchild sambil bermain gitar. Sayapun abadikan dan edit penampilan PAN menjadi Video Cover Musik di Youtube.

Ternyata bakat bukan takdir. Bakat bukan hanya bawaan lahir. Memang benar setiap manusia memiliki bakat masing-masing. Tetapi bisa dan tidak bisa di dalam satu hal ternyata bukanlah soal bakat dan tidak berbakat. Tetapi kesungguhan dan konsistensi dalam berlatih menjadi kunci yang tak kalah penting. Dari Mbak PAN saya belajar, bahwa harus sabar, berusaha terus menerus, dalam menjalani atau mencoba hal baru. Meskipun kita merasa tidak memiliki bakat di sana. Celakalah bagi orang yang mendahulukan ini bukan bakat saya sebelum belajar dan mencoba.

Kini saya juga menjadi tidak mudah menilai orang lain hanya dengan melihat sekejap mata. Dan dalam pembelajaran, saya mengizinkan siapapun anak yang ingin ikut kelas musik, meski tidak lolos dalam dua uji dasar bermusik.

Example 300250
Example 120x600

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *