Oleh: Gati Swari An-Nisa, Mahasiswa Komunikasi dan Penyiaran Islam UIN Salatiga
Gen z di perkotaan yaitu mereka menyukai teknologi dan media sosial, maka dari itu komunikasi mereka sering dilakukan menggunakan platform digital yaitu Whatsapp, IG dan Tiktok. Gen z juga menggunakan bahasa yang disingkat-singkat, simbol, juga ada emoticon untuk berkomunkasi dengan cepat dan efektif selain itu adalah banyak yang menggunakan bahasa slang/gaul agar terlihat keren dan tidak ketinggalan zaman tentunya.
Gen z perkotaan menyukai komunikasi dengan cara memasukkan ke konten seperti foto, video, dan story. Mereka juga suka merespon dengan cepat dan instan saat berkomunikasi. Platform komunikasi seperti IG, Tiktok, dan Facebook itu platform favorit bagi Gen z untuk mengobrol atau komunikasi juga berbagai konten. Lalu juga sering bertukar pesan di Whatsapp, Telegram, dan Signal juga digunakan untuk mengobrol di grup. Selain itu gaya komunikasi Gen Z di perkotaan lebih suka informal dibanding formal karena lebih santai dan gaul.
Selera humor lebih suka menggunakan sarkas untuk mengekspresikan diri. Tetapi Gen z di perkotaan lebih terbuka serta toleran dalam berdiskusi dan menggunakan konten krreatif seperrti meme instagram. Tetapi Gen z juga memiliki tantangan saat berkomunikasi menggunakan gadget yaitu ketergantungan yang kuat pada teknologi karena itu mempengaruhi cara komunikasi. Terdapat cyberbullying dan pelecehan online. Kurangnya interaksi langsung juga bisa mempengaruhi kemampuan komunikasi.
Maka dari Gen z juga memiliki strategi dengan menggunakan bahasa yang sesuai konteks jika yang di tuju remaja- remaja lebih afdol menggunakan bahasa gaul karena itu lebih kece dan menarik perhatian, tetapi jika di tujukan kepada umum baiknya menggunakan bahasa formal. Selain itu perlu menghormati perbedaan budaya dalam komunikasi.
Generasi Z, yang lahir antara tahun 1996 hingga 2010, telah mengalami perubahan signifikan dalam cara mereka berkomunikasi, terutama di lingkungan perkotaan .Komunikasi Gen Z cenderung lebih cepat dan efisien, dengan preferensi untuk menggunakan pesan teks atau chat daripada panggilan telepon atau interaksi tatap muka. Penggunaan emoji, GIF, dan meme menjadi hal umum untuk mengekspresikan perasaan dan pesan secara visual dan interaktif. Namun, meskipun komunikasi digital memberikan kemudahan, ada tantangan yang muncul.
Ketergantungan pada media sosial dapat mengurangi interaksi langsung di dunia nyata dan menyebabkan masalah seperti bullying serta penyebaran informasi yang salah. Interaksi tatap muka yang semakin berkurang dapat mengakibatkan kesulitan dalam membangun hubungan interpersonal yang kuat. Gen Z juga menunjukkan preferensi untuk gaya komunikasi yang santai dan egaliter. Mereka tidak menyukai teguran langsung yang terkesan menggurui; sebaliknya, mereka lebih terbuka terhadap dialog dan diskusi.
Hal ini menciptakan suasana komunikasi yang lebih nyaman dan mendukung bagi semua pihak yang terlibat34. Meskipun mereka sangat aktif di dunia maya, ada keinginan untuk tetap terhubung secara langsung dengan orang lain, meskipun sering kali interaksi tersebut tidak seintensif generasi sebelumnya. Secara keseluruhan, komunikasi Gen Z di perkotaan mencerminkan adaptasi terhadap teknologi sambil menghadapi tantangan sosial baru. Mereka berusaha menemukan keseimbangan antara interaksi digital dan tatap muka, meskipun sering kali terjebak dalam ketergantungan pada perangkat elektronik.