Dulu kita bagaikan air dan minyak,
Yang tidak bisa di satukan.
Setiap kalimat yang terucap,
Selalu menimbulkan luka.
Kini kau adalah garis keras,
Yang terukir di peta egoku.
Tak pernah ku sangka sama sekali,
Akan ada rasa rindu di benakku.
Garis keras itu mulai goyah,
Bukan karena amarah, melainkan rindu.
Perlahan kau ajari aku peleburan,
Mengubah amarah jadi ketenangan.
Garis keras itu kini melembut,
Bagai es yang menyerah pada api.
Dulu kau badai bagiku,
Tapi sekarang, kau adalah rumah.
Oleh: Avinatu Mualimah, Mahasiswa Pendidikan Fisika Universitas Sebelas Maret 2025


















