Oleh: Imroatun Solekah, Instruktur BPL HMI Cabang Semarang
Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) merupakan organisasi perjuangan dan organisasi kader, perjuangan HMI harus dimulai dengan mengenali seluruh aspek (internal dan eksternal) sebagai medan dan dialektika dalam proses berjuang. Seorang instruktur tak luput dari pandangan kita yaitu sebagai sosok yang mengemban suatu amanah dalam proses perkaderan. Perkaderan merupakan suatu tahap berproses guna menghasilkan kader-kader yang dibentuk searah pada tujuan organisasi tertentu khususnya HMI (Himpunan Mahasiswa Islam) bahwa proses perkaderan harus dirawat untuk mencetak kader yang berkualitas Muslim Intelektual Profesional.
Ber-HMI adalah amanah keumatan dan kebangsaan. Atau biasanya disebut dengan Muslim Intelektual Profesional (sebagai tujuan organisasi) merupakan sebuah tanggung jawab utama dan tugas pokok yang menentukan kadar kemanusiaan kita. Panglima besar Jenderal Sudirman dalam pidatonya di depan mahasiswa Yogyakarta pada peringatan Milad HMI yang pertama kali pada tahun 1948 menyampaikan bahwa “HMI adalah harapan masyarakat Indonesia.” HMI memiliki peran sebagai organisasi perjuangan, dan dalam perjuangan HMI disetiap zaman pasti berbeda-beda.
Himpunan Mahasiswa Islam berfungsi sebagai organisasi perkaderan yang tentu akan menyentuh generasi muda menuju suatu perubahan. Saat ini, generasi muda berada pada suatu masa yang dikenal sebagai Zaman Milenial. Sehingga, menjadi suatu penantang baru bagi para instruktur (sang pengelola training) untuk mampu mengelola tantangan perkembangan zaman bagi generasi muda yang lahir dengan corak baru. Dengan demikian, generasi muda masa ini ialah generasi milenial yang disebut juga sebagai Gen-Z yang kelak akan menjadi tombak perjalanan Himpunan Mahasiswa Islam.
Generasi Z atau generasi muda milenial terbentuk melalui kemajuan teknologi yang semakin canggih dan seolah menggantikan ruang juga waktu seakan kini dunia menjadi datar serta mampu menghubungkan manusia seluruh penjuru dunia secara horizontal. Maka, saat ini tubuh Himpunan Mahasiswa Islam telah diisi oleh orang-orang yang tergolong dalam generasi muda milenial. Sebuah istilah menyebutkan bahwa generasi yang lahir tahun 1980- 2000 merupakan generasi muda nan energik yang kelak melanjutkan tombak estafet kepemimpinan.
Himpuan Mahasiswa Islam sebagai sebuah organisasi yang mengacu pada tujuan mewujudkan masyarakat adil makmur yang diridhoi Allah SWT dengan membina kader menjadi insan akademis, insan pencipta, insan pengabdi, insan bernafaskan islam, dan insan yang bertanggung jawab atas terwujudnya masyarakat adil makmur yang diridhoi Allah SWT.. Maka, dalam rangka membina menjadi sebuah amanah bagi para instruktur untuk mempersiapkan generasi milenial guna menata organisasi secara etis dan organisatoris agar tidak tergerus oleh zaman yang amat progresif ini.
Dalam rangka membina generasi milenial, perlu adanya sosok instruktur yang menjadi teladan dan mampu merawat perkaderan guna bertanggung jawab dalam tumbuh-kembang Himpunan Mahasiswa Islam yang kelak menjadikan para generasi milenial sebagai pionir troubleshooter keummatan dan kebangsaan agar cita-cita HMI dapat tercapai. Sudah menjadi sebuah kewajiban historis bahwa HMI sebagai organisasi mahasiswa harus memimpin dan menjadi pelopor dalam perkembangan pemikiran yang progresif, perumusan strategi yang visioner, serta tidak alergi untuk terjun dalam dunia politik praktis sebagai bentuk kontribusi nyata membangun peradaban bangsa.
Dalam upaya peningkatan visi intelektual para kader HMI khusunya para instrukturnya harus dimulai dengan lingkungan yang kondusif dan ideal sehingga kader HMI khususnya para instruktur HMI akan tumbuh berkembang dengan baik dan bisa mempertahankan kualitasnya. Dalam upaya peningkatan visi intelektual harus di mulai dengan lingkungan yang kondusif dan ideal, sehingga kader HMI akan tumbuh dan berkembang dengan baik. Oleh karena itu, komitmen untuk secara konsisten menjadikan HMI sebagai “learning organization” atau organisasi pembelajaran merupakan sebuah keharusan. Setiap aktivitas dan dinamika organisasi harus secara aktif diarahkan dan diwujudkan sebagai ruang dialektika gagasan serta arena pertarungan pemikiran yang sehat dan konstruktif.
Dalam kerangka inilah, penajaman kapasitas akademis-intelektual kader menjadi fondasi utamanya. Penguatan tridaya intelektual ini dapat dan harus dilakukan melalui tiga pilar fundamental, yang tidak boleh dipandang sebelah mata, yaitu: membaca secara kritis untuk memperdalam wawasan, menulis secara produktif untuk melatih kejelasan bernalar dan menyebarkan gagasan, serta berdiskusi secara egaliter untuk mengasah ketajaman argumentasi dan membangun kebijaksanaan kolektif. Hanya dengan ketiganya, tradisi keilmuan yang menjadi ruh perjuangan HMI akan tetap hidup dan berkembang.
HMI harus mampu beradaptasi melalui formulasi metodologi penyampaian nilai-nilai perjuangan yang lebih mudah dicerna oleh generasi Z sehingga ini menjadi tugas sang instruktur dalam rangka mengemban amanah merawat perkaderan. Formulasi tersebut menjadi sebuah gerakan agar eksistensi sistem perkaderan mampu mencapai tujuan besar Himpunan Mahasiswa Islam. Pedoman- pedoman khusus organisasi, nilai-nilai dasar perjuangan, anggaran dasar dan anggara rumah tangga bukan hanya sebagai dokumen tanpa makna namun sebagai titik bekal perjuangan untuk tetap mempertahankan semangat Keislaman- Keindonesiaan.
Maka, sudah menjadi tanggung jawab moral bagi para instruktur untuk secara kreatif dan inovatif dalam penanaman nilai-nilai perjuangan yang tekstual maupun kontekstual sehingga relevan dengan kondisi Generasi Z sekarang ini. Secara visioner, pesan Ali Bin Abi Thalib pada tahun 1400 silam yang masih sangat relevan untuk direfleksikan yaitu, “Didiklah anakmu sesuai dengan zamannya, karena mereka hidup bukan di zamanmu.”
Filosofi pendidikan yang futuristik ini berorientasi secara sempurna dengan karakter generasi milenial saat ini yang memiliki kecenderungan untuk berpikir cepat, bekerja secara kolaboratif, dan mengakses informasi secara masif tanpa batas. Arus informasi yang deras ini ibarat pedang bermata dua; jika diarahkan dengan bijak, ia akan menjadi bahan bakar untuk kemajuan organisasi, tetapi jika dibiarkan tanpa kendali, ia berpotensi menjadi bencana yang tidak hanya menggerus identitas kader tetapi juga menjadi ancaman bagi ketahanan organisasi HMI.
Dalam menghadapi tantangan era milenial yang ditandai oleh arus globalisasi dan digitalisasi, seorang instruktur HMI dituntut untuk mampu merumuskan strategi perkaderan yang modern dan adaptif. Strategi utama yang mungkin bisa dilakukan adalah memodernisasi sistem dan metodologi training. Hal ini mencakup penyusunan ulang setiap fragmen kelembagaan perkaderan, salah satu strategi kuncinya adalah melalui internalisasi nilai-nilai dasar perjuangan (NDP) yang dilakukan secara merata, simultan, dan kontekstual kepada kader di semua tingkatan. Tujuannya adalah untuk menciptakan kesatuan pemahaman dan langkah dalam membangun sebuah sistem perkaderan yang sinergis dan terintegrasi. Dengan demikian, tanggung jawab untuk merawat dan memajukan perkaderan benar-benar menjadi tugas kolektif seluruh keluarga besar HMI.