Oleh: Muhammad Aufal Fresky*)
Visi besar mewujudkan Indonesia Maju hanya akan menjadi angan-angan tanpa persiapan sejak saat ini. Tanpa ada upaya yang benar-benar serius, semua hanya akan menjadi ilusi. Dalam hal ini, kita sebagai sebuah bangsa dan negara besar memang mesti segera beranjak dan bergerak. Apalagi, segudang pekerjaan rumah masih menunggu untuk dientaskan. Mulai dari tingginya angka pengangguran, kesenjangan sosial, krisis kepemimpinan nasional, lemahnya daya saing bangsa, rendahnya kualitas sumber daya manusia (SDM), dan semacamnya.
Padahal, kita semua mendambakan pertumbuhan ekonomi terus merangkak. Padahal, kita semua mengimpikan negara ini mampu berdiri sejajar dan bahkan melampui negara-negara adidaya di dunia. Optimisme dan rasa percaya diri itu mesti dipupuk dari sekarang. Sebab, sekali lagi, Indonesia merupakan negara besar dengan kekayaan sumber daya alam (SDA) yang melimpah. Ditambah lagi, jumlah penduduknya yang mencapai sekitar 270 juta. Bukankah, hal itu menjadi modal utama untuk mewujudkan Indonesia Maju?
Apalagi, saat ini, kita juga sedang mengalami bonus demografi. Yakni kondisi di mana penduduk usia produktif lebih banyak dibandingkan penduduk usia non-produktif. Jangan sampai bonus demografi berbalik menjadi tragedi demografi. Justru menjadi beban bagi pembangunan nasional di segala bidang. Lebih-lebih, generasi muda, yang memang digadang-gadang sebagai pewaris estafet kepemipinan nasional. Sudah semestinya, berupaya seoptimal mungkin untuk mempersiapkan diri agar menjadi pribadi-pribadi yang tangguh, bermental baja, cerdas, adaptif, bertanggung jawab, dan mandiri. Sebab, di tangan pemudalah nasib bangsa ini dipertaruhkan. Pemuda bisa mengambil peran untuk mewujudkan Indonesia Maju. Sebagai inisator, konseptor, dan sekaligus aktor. Sebagai subjek pembangunan. Bukan sebatas pengamat atau penonton, Lebih dari itu, sebagai pelaku utama.
Tidak hanya peran aktif pemuda, dalam rangka mewujudkan Indonesia Maju, tata kelola pemerintahan yang adil, bersih, profesional, akuntabel, dan transparan mutlak kita butuhkan. Karena selama ini, justru yang menjadi penghambat pembangunan Indonesia di segala bidang adalah oknum-oknum pejabat negara yang tidak amanah. Hanya memanfaatkan jabatan dan otoritasnya demi kepentingan diri dan golongannya. Sudah tidak terhitung jumlah kasus korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) di negeri ini. Seolah sambung menyambung. Ibarat jamur yang bertumbuhan di musim hujan. Semakin banyak dan bertebaran di mana-mana. Mulai dari tingkat desa hingga pusat. Mulai dari ranah legislatif, eksekutif, hingga yudikatif, hampir semua tercemar. Logis kiranya jika “aksi bersih-bersih” mulai kita gencarkan dan masifkan.
Dalam upaya bersih-bersih itu, bukan sebatas tugas KPK, Kepolisian, atau Kejaksaan. Lebih dari itu, kita sebagai pemegang kedaulatan tertinggi di republik ini, alangkah baiknya juga aktif mengamati, mengontrol, dan memberikan masukan serta kritikan terhadap tata keola pemerintahan yang menyimpang. Sebab, pembenahan institusi pemerintah, hemat saya, sukar berjalan optimal tanpa partisipasi aktif dari warga. Tanpa adanya kontrol dari warga, para penyelenggara negara bisa saja merasa di atas angin. Bisa dengan seenaknya menetapkan regulasi dan kebijakan yang menyalahi konstitusi dan berlawanan dengan kepentingan masyarakat luas.
Kemudian, dalam buku Kibaran Sarung Sang Kiai, Syamsul Hadi, dkk, mengemukakan bahwa ada empat bingkai kebangsaan yang digagas oleh KH Ma’ruf Amin untuk mewujudkan Indonesia Maju. Di antaranya yaitu aspek politik, yuridis, sosiologis, dan teologis. Politik maksudnya yaitu Indonesia harus memiliki kehidupan politik yang kuat sehingga mampu bersaing dengan bangsa-bangsa lainnya. Yuridis mengandung artian penekanan pada aspek peraturan dan perundang-undangan yang harus dipatuhi demi tegaknya keadilan dan terjaganya keutuhan bangsa. Kemudian, sosiologis maksudnya penguatan kearifan lokal, Lebih-lebih, Indonesia merupakan negara multikultural yang mana terdiri dari beragam suku, agama, budaya, dan adat istiadat. Dalam hal ini, keragaman kearifan lokal menjadi ciri dan identitas Indonesia sebagai bangsa besar. Selanjutnya, teologis maksudnya adalah agama harus menjadi sumber pemersatu. Agama mesti menjadi landasan kerukunan dalam kehidupan bermasyarakat.
Selain itu, saya selaku penulis, menambahkan bahwa persatuan dan soliditas nasional juga menjadi salah satu modal dan kekuataan utama untuk mencapai Indonesia Maju. Mustahil rasanya, impian besar itu terwujud jika internal kita amburadul dan luluh lantah akibat pertikaian sesame anak bangsa. Pertikaian yang bermula dari keengganan untuk menerima perbedaan dan hidup dalam keharmonaian. Konflik semacam itu kerap kali terjadi sebab ketidaksanggupan mengelola dan mengontrol egoisme pribadi dan kelompok. Ujung-ujungnya, jika kita biarkan, akan semakin merajalela dan memperparah keadaan. Semakin menimbulkan perselisihan dan bahkan memaman korban jiwa. Benih-benih radikalisme dan terorisme akan semakin tumbuh subur jika pemerintah tak benar-benar serius mengatasinya. Dan hal itu, sekali lagi, akan menghambat proses pencapai cita-cita besar kita.
Belum lagi tantangan untuk memerangi narkoba dan judi online yang kian semarak. Dua ha litu menjadi benalu yang bisa merusak mentalitas bangsa, khususnya pemuda sebagai generasi penerus. Penguatan karakter bangsa menjadi harga mati yang tak bisa ditawar-tawar lagi. Itu sebagai langkah nyata untuk melindungi pemuda. Tentu saja, mesti dibarengi dengan pemberantasan narkoba dan judi online secara sistematis, terarah, dan berkelanjutan. Dalam hal ini, dibutuhkan kepemimpinan nasinal yang kuat dan mampu menjadi panutan. Kepemimpinan yang bisa menginspitasi dan menggerakkan segenap elemen masyarakat untuk menangkal segala yang yang menghambat proses mencapai Indonesia Maju.
Terakhir, Indonesia Maju bisa perlahan terwujud jika kita semua bergerak serentak, kompak, dan bahu-membahu untuk mencapainya. Terutama bagi penguasa dengan segenap perangkatnya bisa dikerahkan agar terjadi akselerasi. Sebab, kita tidak ingin terlalu jauh mengalami kertinggalan. Perlu ada strategi jitu, taktik ampuh, dan terobosan brilian untuk masa depan Indonesia yang gilang gemilang. Seperti halnya dengan membenahi struktur pereknomian nasional dengan cara mendorong indsutri dalam negeri agar berorientasi ekspor, menggencarkan pelatihan dan pendampingan bagi pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) agar berdaya saing tinggi, dan sebaginya. Satu lagi, Indonesia Maju bukan sekadar berbicara mengenai pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Lebih dari itu, persoalan pemerataan dan keadilan sosial. Dengan begitu, kita optimistis, Indonesia Maju akan terwujud.
*) Penulis buku Empat Titik Lima Dimensi