Scroll untuk baca artikel
Example floating
Example floating
Example 728x250
Cerpen

Jejak Moral dalam Percakapan

×

Jejak Moral dalam Percakapan

Sebarkan artikel ini
Example 468x60

Oleh: Alfina Desya Rahmadani, Mahasiswa UIN Salatiga

Di sebuah kafe kecil di sudut kota, dua orang sahabat, Jordan dan Arga, duduk berhadapan. Aroma kopi menguar di udara, bercampur dengan suara pelan musik jazz yang mengalun di latar belakang. Mereka baru saja selesai menghadiri seminar tentang etika komunikasi, topik yang telah memicu diskusi panjang di antara mereka.

Example 300x600

“Menurutku,” Jordan membuka percakapan, “moral itu seperti jejak. Apa pun yang kita ucapkan meninggalkan bekas, baik atau buruk, meskipun kita tidak selalu menyadarinya.”

Arga menyandarkan punggungnya ke kursi, menatap temannya dengan senyum tipis. “Benar, tapi kadang kita tidak bisa mengontrol bagaimana orang lain menafsirkan kata-kata kita. Jadi, apakah jejak itu sepenuhnya tanggung jawab kita?”

Jordan mengangguk pelan. “Tidak sepenuhnya. Tapi kalau kita tahu ada kemungkinan kata-kata kita menyakiti orang lain, bukankah kita punya kewajiban untuk lebih berhati-hati?”

Arga terdiam sejenak, memutar-mutar sendok kecil di cangkir kopinya. “Misalnya?” tanyanya.

“Misalnya,” jawab Jordan, “lihat kejadian minggu lalu. Ketika kamu bercanda soal pekerjaan Tasya. Aku tahu kamu tidak bermaksud buruk, tapi Tasya terlihat sangat terganggu. Dia bahkan bilang ke aku kalau dia merasa diremehkan.”

Arga tersentak. Ia teringat candaan itu. “Ah, itu kan cuma bercanda. Masa dia ambil hati?”

“Arga!!!” Jordan berkata dengan nada lembut namun tegas, “kadang kita tidak tahu apa yang sedang orang lain rasakan. Mungkin saat itu dia sedang tidak percaya diri dengan pekerjaannya. Kata-katamu, meski niatnya bercanda, justru menambah bebannya.”

Arga menghela napas panjang. “Aku nggak sadar. Aku pikir itu hal kecil.”

Jordan tersenyum. “Itulah kenapa aku bilang, jejak moral dalam percakapan itu penting. Bahkan hal kecil bisa berdampak besar. Apalagi kalau kita tahu bahwa kata-kata punya kekuatan untuk menyembuhkan atau melukai.”

Arga menatap kosong ke cangkir kopinya, merenungkan kata-kata Jordan. “Jadi, aku harus minta maaf ke Tasya?”

“Aku rasa itu langkah yang baik,” ujar Jordan.

“Tapi bukan hanya soal minta maaf. Ini juga tentang menyadari bahwa setiap kata yang kita ucapkan membawa tanggung jawab moral. Tidak mudah, tapi itu bagian dari menjadi manusia yang lebih baik.”

Arga mengangguk pelan. Ia mengambil ponselnya dan mulai mengetik pesan. “Aku akan bicara dengan Dinda. Aku nggak mau meninggalkan jejak yang buruk.”

Jordan tersenyum puas. “Bagus. Aku yakin Dinda akan menghargai usahamu.”

Percakapan mereka berlanjut, berpindah dari topik ke topik, tetapi inti dari diskusi mereka tetap sama: bahwa dalam setiap interaksi, ada peluang untuk meninggalkan jejak yang bermakna. Di luar kafe, hujan mulai turun perlahan, seakan menjadi pengingat bahwa seperti hujan yang membekas di tanah, kata-kata pun selalu meninggalkan jejak di hati.

Dan malam itu, dua sahabat itu belajar sesuatu yang sederhana tetapi penting: bahwa di balik percakapan sehari-hari, selalu ada ruang untuk mempraktikkan moral, dengan mendengarkan lebih baik, memahami lebih dalam, dan berbicara dengan hati yang tulus.

Example 300250
Example 120x600

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Cerpen

Oleh: Nawwaf Absyar Rajabi, Santri-Murid Kelas VIII SMP…

Cerpen

Oleh: M. Zadittahsin Baracka Abqory, Santri-Murid Kelas VIII…

Cerpen

Tangannya kesemutan diikat dibelakang, kakinya tertekuk dengan darah…

Cerpen

Oleh: Siti Efrilia, Mahasiswa UIN Salatiga “Kayaknya bapak…

Cerpen

Oleh: Anak Pagi Siang hari di tengah ketangguhan…