Scroll untuk baca artikel
Example floating
Example floating
Example 728x250
Kolom

Koding, Kecerdasan Artifisial, dan Puisi Esai

×

Koding, Kecerdasan Artifisial, dan Puisi Esai

Sebarkan artikel ini
Example 468x60

Oleh: Gunawan Trihantoro

Di era layar yang senantiasa menyala, kita hidup di persimpangan antara logika mesin dan getar nurani.
Di sanalah Koding, Kecerdasan Artifisial (KA), dan Puisi Esai saling bersua, merenda harmoni yang tak terbayangkan, yakni perpaduan nalar yang kaku dan rasa yang merdu.

Example 300x600

Koding tak lagi sebatas kumpulan instruksi; ia adalah bahasa zaman, membangun jembatan antara ide dan realitas digital.
Dari baris demi baris kode, tercipta aplikasi, gim, hingga sistem yang memahami kita lebih dari diri sendiri.

KA pun hadir sebagai sahabat tak kasat mata, membantu kita merangkai kata, menganalisis data, dan menyusun narasi hanya dalam sekejap.
Namun, secanggih apa pun, KA tetap tak mampu sepenuhnya menggantikan kelembutan hati yang merasakan luka, cinta, dan keraguan.

Di tengah derasnya arus algoritma, Puisi Esai datang sebagai napas.
Ia menjadi ruang jeda untuk bertanya, merenung, dan menyulam rasa ke dalam wacana.

Denny JA, sang penggagas Puisi Esai, memberi kita teladan bahwa inovasi tak hanya tentang teknologi, melainkan juga keberanian menggabungkan keindahan puisi dengan refleksi mendalam.
Melalui karya seperti “Yang Menggigil dalam Arus Sejarah” (2025), ia menuntun kita menyelami tragedi global dan dampaknya pada nurani dunia.

Bait dan narasi berpadu, mengajak kita tak sekadar membaca sejarah, tetapi turut menggigil oleh luka kemanusiaan yang tercipta.
Karya ini menyalakan empati, memanggil kesadaran kita untuk tak hanya menjadi saksi, tetapi juga menjadi bagian dari perubahan.

Puisi Esai adalah inovasi sastra, yang bisa menjembatani fakta dan rasa, menghidupkan data lewat kata, dan mengajarkan bahwa berpikir kritis pun dapat puitis.
Di zaman digital, genre ini bahkan dapat tumbuh lebih luas, dengan bantuan KA menyusun data, memetakan tema, hingga mempermudah riset.

Namun, tetap ada satu ruang yang tak terjangkau mesin, seperti keikhlasan hati, keberanian menggugat, dan getaran batin saat menulis kata pertama.
Hanya manusia yang dapat merasakan getir sejarah, merenda harapan dari duka, dan menyulap peristiwa menjadi hikmah.

Koding membuka gerbang teknologi; KA mempercepat langkah kita melintasinya.
Tetapi puisi esai menjadi pengingat, bahwa tanpa rasa, pencapaian sebesar apa pun hanya kosong tak bernyawa.

Di balik deretan angka dan statistik, selalu ada air mata, doa, dan cinta.
Puisi Esai menenun narasi itu, mengajak kita melihat sisi lain dari data, yakni sisi yang manusiawi dan penuh makna.

Inspirasi Denny JA mengajarkan bahwa inovasi sejati adalah ketika keberanian, ide, dan rasa saling menggenggam.
Ia mencipta ruang dialog, tempat kata menjadi saksi, dan rasa menjadi penuntun arah.

Di masa depan, bukan mustahil puisi esai akan terus lahir dari kolaborasi manusia dan KA.
Tetapi denyut kehidupan dalam karya itu tetap berasal dari batin yang pernah jatuh, bangkit, dan bermimpi lagi.

Koding, KA, dan Puisi Esai bukan jalan yang terpisah, melainkan sulaman yang saling melengkapi.
Koding sebagai alat, KA sebagai sahabat inovasi, dan Puisi Esai sebagai nyawa kemanusiaan yang abadi.

Kita, generasi digital, ditantang bukan hanya mencipta teknologi, tetapi juga menjaga kepekaan rasa dan keberanian bertanya.
Agar teknologi tak hanya membangun gedung-gedung tinggi, tetapi juga menguatkan jembatan hati sesama manusia.

Di era serba algoritma, jangan pernah lupa merenung, menulis, dan merasakan.
Sebab hanya dengan rasa, kita tetap menjadi manusia yang utuh, manusia yang mampu memaknai, menginspirasi, dan mengubah dunia. (*)

Example 300250
Example 120x600

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Feature

Oleh: Muhammad Aufal Fresky*) Sepertinya saya harus mengakui…