Scroll untuk baca artikel
Example floating
Example floating
Example 728x250
Cerpen

Langkah yang Tertinggal

×

Langkah yang Tertinggal

Sebarkan artikel ini
Example 468x60

Oleh: Wardatul Uzmah, Mahasiswa Fakultas Dakwah Prodi Komunikasi dan Penyiaran Islam UIN Salatiga

Alin menatap layar ponselnya dengan perasaan campur aduk. Postingan teratas yang muncul di beranda instagramnya membuat jantung Alin seraya berhenti sejenak. Sebuah postingan yang menggambarkan kebahagiaan justru memunculkan perasaan sakit di hatinya. Dela, teman dekat Alin baru saja memposting sebuah foto membanggakan dengan caption: “Alhamdulillah, akhirnya berhasil! Seleksi beasiswa luar negri impian yang akhirnya tercapai! Terimakasih untuk semua dukungannya.”

Example 300x600

Alin terus memandangi foto itu. Dela tampak tersenyum lebar di dalam gambar, ia berdiri di depan kantor beasiswa yang telah menjadi impian Alin juga. Alin berusaha menyembunyikan perasaannya, perasaan bangga dan sakit menjadi satu. Beasiswa yang Dela dapatkan itu adalah program yang sama persis dengan yang telah berulangkali gagal diikuti oleh Alin.

“Kenapa selalu dia yang berhasil?” bisiknya dalam hati.

Alin mengusap wajahnya dengan tangan, menahan air mata yang mulai menetes. Ia tak membenci Dela. Justru mereka sudah seperti saudara, saling mendukung satu sama lain dalam setiap kegagalan. Namun, setiap melihat keberhasilan Dela, Alin merasa seperti melihat lubang kegagalannya sendiri. Dua kali Alin mencoba mengikuti seleksi itu, dan dua kali pula ia gagal.

Setiap kegagalan yang ia dapatkan, itu semakin membuatnya ragu akan kemampuannya sendiri. Ia merasa seperti terjebak di dalam lingkaran kegagalan yang tak berujung.

Alin memutuskan untuk menutup Instagramnya sejenak dan meletakkan ponselnya di meja. Ia ingin beranjak dari perasaan itu, namun seakan dunia di sekitarnya tetap terasa hampa. Ia merasa terasing, seperti seorang pelari yang berusaha sekuat tenaga untuk mengejar garis finish, tapi langkahnya selalu jauh tertinggal di belakang.

Keesokan harinya, di dalam kelas seseorang menghampiri Alin yang terlihat tak bersemangat sejak pagi. “Eh Alin, murung aja!” ujar seseorang itu, namanya Shesa. Shesa adalah salah satu teman dekat Alin di kelas.

Alin hanya tersenyum tipis kemudian raut wajahnya berubah lagi. Shesa duduk disampingnya, menyadari bahwa Alin sedang tidak dalam suasana hati yang baik.

“Ada apa, Lin?” tanya Shesa lembut.

Alin menghela napas dalam-dalam sebelum menjawab, “Dela baru aja dapet beasiswa yang gua pengenin Sa, padahal gua udah coba dua kali, tapi selalu aja gagal. Kenapa ya sa, kenapa gua selalu merasa kalah? apa gua se-payah itu ya?”

Shesa menatapnya dengan penuh perhatian. “Lin, gua ngerti ko perasaan lu. Kadang memang kita merasa terjebak dalam perasaan seperti itu, tapi lu harus inget satu hal, setiap orang punya jalannya masing-masing. Dela berhasil di jalannya, tapi itu bukan berarti jalan lu salah. Mungkin lu cuma belum sampai aja dipersimpangan yang benar.”

“Gua udah coba, Sa, tapi hasilnya sama aja,” jawab Alin, suaranya mulai serak menahan isak tangis.

Shesa tersenyum lembut, “Kegagalan itu bukan berarti lu nggak berharga atau nggak mampu. Kadang, kegagalan itu bagian dari proses, proses menuju sesuatu yang lebih besar. Inget ga, dulu gua pernah gagal ikut audisi Indonesian Idol? Tapi itu nggak memutus kemungkinan buat gua terus berkarya. Dan sekarang, gua udah bisa rilis lagu sendiri kan.”

Alin menatap Shesa, merenung. Kata-kata temannya itu seperti memberi sedikit harapan yang mulai pudar.

“Jadi, gua harus coba lagi?”

“Ya, iya lah, karna setiap langkah yang lu ambil itu berarti. Jangan berhenti cuma karna lu merasa gagal. Ingat, Lin! Lu cuma belum sampai di persimpangan yang tepat. Yang penting, jangan berhenti berjalan!”

Alin terdiam, meresapi setiap kata yang diucapkan Shesa. Ia sadar, fokusnya selama ini hanya pada kegagalannya, tanpa memberi dirinya kesempatan untuk menghargai usaha yang sudah ia lakukan.

Hari itu, Alin membuka kembali catatan rencananya, meski tak tahu pasti apa yang harus dilakukan selanjutnya. Namun, satu hal yang ia yakin sekarang ialah, ia tak boleh berhenti berharap, tak boleh berhenti mencoba. Sebab, setiap kegagalan adalah bagian dari perjalanan menuju impian yang lebih besar.

Example 300250
Example 120x600

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Cerpen

Tangannya kesemutan diikat dibelakang, kakinya tertekuk dengan darah…

Cerpen

Oleh: Siti Efrilia, Mahasiswa UIN Salatiga “Kayaknya bapak…

Cerpen

Oleh: Anak Pagi Siang hari di tengah ketangguhan…

Cerpen

Di sebuah desa kecil, terdapat hutan yang terkenal…

Cerpen

Oleh: Algazella Sukmasari, S.P.d., Pengajar di Pesantren-Sekolah Alam…